Mengenal Lebih Dekat Vaksin Covid-19 Bersama Dekan Fikes

Mengenal Lebih Dekat Vaksin Covid-19 Bersama Dekan Fikes

GEDUNG FIKES UIN Jakarta Berita  UIN Online- Social Trust Fund (STF) UIN Jakarta bekerja sama dengan Fikes dan FK menyelenggarakan webinar bertemakan Omicron dan Vaksinasi, webinar ini menghadirkan narasumber yang kompeten dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta dan Fakultas Kedokteran yaitu Dr. Zilhadia, M.Si.Apt. (Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta) dan dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp. PD-KEMD. (Dekan Fakultas Kedokteran UIN Jakarta), Selasa (15/2/2022).

Webinar dibuka dengan sambutan dari Prof. Amelia Fauzia, Ph.D. selaku Direktur STF UIN Jakarta. “Sebagai lembaga sosial kemanusiaan, STF UIN Jakarta berusaha untuk melakukan literasi yang intinya untuk mencegah, jangan sampai kasus Omicron meluas atau banyak yang terkena dan yang kedua bagi yang sudah terkena bagaimana penanganannya. Melalui webinar ini kita ingin ada informasi yang tepat dari narasumber yang kompeten di bidangnya yaitu dua narasumber kita ini,” terang Amelia.

Zilhadia sebagai narasumber menjelaskan, setelah ditemukan di Cina, pandemic Covid-19 terus merambah ke Eropa dan Amerika Utara pada Februari 2020 yang diikuti dengan lockdown di hampir seluruh negara di dunia barat. Pembatasan komunitas yang dilakukan mencapai tingkat keberhasilan yang berbeda dalam pengendalian penyebaran virus pada setiap negara. Masyarakat sains dan medis, berdasarkan pertimbangan ilmiah memutuskan bahwa salah satu cara mengatasi pandemic ini adalah dengan program imunisasi. Namun, rintangan yang signifikan untuk mencapai hal ini adalah vaksin tercepat yang pernah di kembangkan, vaksin gondok pada tahun 1967, membutuhkan waktu 4 tahun.

Setiap vaksin yang sedang dikembangkan harus terlebih dahulu menjalani pemeriksaan dan evaluasi untuk menentukan antigen mana yang harus digunakan untuk memicu respons imun. Tahap pra klinis dilakukan tanpa pengujian pada manusia. Vaksin eksperimental pertama kali diujikan pada hewan untuk mengevaluasi keamanan dan potensi untuk mencegah penyakit. Jika vaksin memicu respons imun, vaksin tersebut kemudian diuji klinis menggunakan manusia, sebagaimana obat baru, dalam tiga fase yaitu fase uji klinis 1, fase uji klinis 2 dan fase uji klinis 3.

Masih dalam pemaparan materinya Zilhadia mengajak untuk tidak ragu melakukan vaksin covid-19 karena sudah terbukti kehalalannya, pasalnya terdapat beberapa rumor dan konspirasi atau misinformasi tentang vaksin, ternyata hal seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di seluruh dunia, rumor yang beredar biasanya bertentangan dengan kebijakan dan intervensi pemerintah serta lembaga kesehatan yang menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk melakukan vaksinasi.

“Media sosial biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang penyakit, penularan dan mekanisme pencegahan. namun informasi kesehatan yang beredar di platform Online sering kali diperkuat oleh rumor dan teori konspirasi yang tidak selalu berdasarkan bukti ilmiah. Masyarakat juga menaruh keraguan pada kehalalan dari vaksin namun pemerintah sudah memberikan sertifikat halal dari vaksin yang pertama beredar di Indonesia,” ungkap Zilhadia.

Selanjutnya pemaparan dari narasumber Heri Hendarto menjelaskan, pada tanggal 26 November 2021 WHO mendeklarasikan virus varian baru yakni omicron, perbedaan virus ini dengan virus yang telah ada sebelumnya yakni inkubasinya lebih cepat dibanding varian lain, pertumbuhannya hanya selama 1.5 hari. jika dilihat dari berita yang beredar negara seperti Jerman, Prancis, Amerika Serikat, dan Arab Saudi penyebaran virus omicron sudah terjadi. di Indonesia sendiri sekarang kita telah resmi masuk pada gelombang ketiga virus Covid.

Banyak yang mengatakan bahwa virus varian omicron ini tidak berbahaya namun jika dilihat dari grafik yang diambil dari New York Times ketika grafik kasus menurun, terdapat grafik angka kematian yang meningkat. jadi masyarakat diimbau untuk tetap berhati-hati karena saat ini omicron di Indonesia baru mulai pada tahap lepas landas, prediksi puncak di awal Maret atau akhir Februari.

Bagaimana efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi covid dapat dilihat dari beberapa penelitian, setelah 6 bulan vaksin pertama atau kedua diberikan efektivitas mulai menurun. namun bukan berarti vaksin tidak memiliki kegunaan. dalam penelitian yang sama jumlah orang yang di vaksin jauh lebih sedikit dibanding yang tidak divaksin pada kasus rawat inap. Setelah 6 bulan maka diberikan vaksin booster untuk mengembalikan efektivitas seperti semula.

Poin yang harus ditangkap pada hal ini adalah vaksinasi bukan untuk mengobati melainkan mencegah jadi orang yang sudah menerima vaksin masih memiliki risiko namun lebih rendah dari yang tidak divaksin. selain divaksin masyarakat tetap harus menjalankan 5 M yakni menjaga jarak, membatasi mobilitas, memakai masker, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan. (sam/zr)