Mendorong Transparansi dan Demokrasi dalam Penyiaran Melalui Regulasi Media

Mendorong Transparansi dan Demokrasi dalam Penyiaran Melalui Regulasi Media

Auditorium Harun Nasution, Berita UIN Online— Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Jakarta menggelar seminar nasional bertema “Keterbukaan Informasi Publik dan Demokrasi Media Penyiaran di Indonesia” pada Kamis, 11 Juli 2024. Pada sesi kedua ini menghadirkan pembicara yang ahli di bidangnya, seperti Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran Prof. Dr. Masduki, M.Si., Kepala Program Studi Jurnalistik UIN Jakarta, Dr. Bintan Humeira, M.Si. serta Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat, Evri Rizky Monarsih, S.K.M. dan Dosen FDIKOM, Siti Nurbaya, M.Si. sebagai Moderator. 

Pada sesi kedua yang bersubtema “Quo Vadis Revisi Undang-undang Penyiaran”, Prof. Masduki membuka sesi dengan memaparkan urgensi revisi Undang-Undang Penyiaran. Menurutnya, revisi UU ini sudah lama diperlukan sejak disahkan pada 2002. Prof. Masduki menyoroti empat aspek utama dalam penyiaran: konten, teknologi, otoritas, dan kepemilikan media. Ia menegaskan bahwa politisasi konten penyiaran menjadi alasan kuat untuk melakukan revisi. 

"Revisi ini harus mengatur tata kelola teknologi dan aspek komersial, bukan sekadar konten. Jurnalisme memiliki rezim yang berbeda dan harus diatur oleh kode etiknya sendiri," ujar Prof. Masduki. 

Dr. Bintan Humeira, menekankan pentingnya regulasi media untuk memastikan keterbukaan akses informasi dan keberagaman kepemilikan. Ia menyatakan bahwa media beroperasi di ruang publik, sehingga regulasi diperlukan untuk menjaga kepentingan publik. Ia juga mengingatkan bahwa tanpa regulasi yang tepat, akan terjadi dominasi informasi oleh kelompok tertentu, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi.

"Demokrasi penyiaran memerlukan akses terbuka bagi semua orang, keragaman kepemilikan, serta keragaman konten. Regulasi media harus menjamin keseimbangan antara pasar media dan kepentingan publik," kata Dr. Bintan. 

Kemudian, Evri Rizky Monarsih menggarisbawahi perlunya pengawasan terhadap media baru, terutama OTT (over-the-top) yang belum diatur dalam UU Penyiaran. 

"Transformasi dari media konvensional ke media baru memerlukan pengawasan yang ketat. Saat ini, perkembangan OTT belum tersentuh oleh regulasi yang ada," ujarnya.

Selain itu, Evri juga menekankan bahwa media konvensional tetap menjadi rujukan utama masyarakat, dan revisi UU Penyiaran harus segera disahkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan media saat ini.

Para narasumber berharap agar seminar ini dapat mendorong revisi Undang-Undang Penyiaran yang lebih komprehensif, yang tidak hanya mengatur konten tetapi juga teknologi dan kepemilikan media. Melalui dialog yang melibatkan berbagai pihak, termasuk jurnalis, akademisi, dan masyarakat, regulasi yang dihasilkan diharapkan mampu memperkuat pilar-pilar demokrasi di Indonesia.

(Ken Devina/ Noeni Indah Sulistiyani/ Foto: Indra Aldiansyah)