Menag Hadiri Peringatan Nuzulul Quran UIN Jakarta, Bahas Makna Ayat Pertama Al Quran Diturunkan
Jakarta, Berita UIN Online – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama Masjid Fathullah menggelar peringatan Nuzulul Qur’an, dihadiri Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar, M.A., didampingi Rektor, Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D., dan Ketua Umum Masjid Fathullah, Dr. Asyari Hasan, M.Ag., CM., Senin (10/03/2025). Selain membincang tentang Al-Qur’an, Menag Nasaruddin Umar mendorong seluruh sivitas UIN Jakarta agar menjadi kader terdepan dalam keberagamaan.
Iqra bismirabbika, Jalan Memahami Ayat-Ayat Allah
Menag Nasaruddin memulai ceramahnya dengan membedah makna Qur’an, secara semantik makna Qur’an mengacu pada arti himpunan, dalam Al-Qur’an, “ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ” yaitu tiga kali himpunan.
“Segala sesuatu yang merupakan himpunan, maka disebut Qur’an,” kata Menag Nasaruddin.
Perkataan Iqra yang diucap oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW sebagai ayat pertama yang diturunkan, merupakan kata perintah tidak diikuti oleh objek setelahnya, hal ini menunjukan pada keumuman lafadz. Prof. Nasaruddin mengatakan perintah membaca dalam Iqra adalah membaca setiap segala sesuatu yang bersifat himpunan.
Tidak hanya Qur’an, namun manusia sendiri dan alam semesta merupakan himpunan yang harus dibaca oleh tiap muslim, jelasnya. Allah berfirman dalam Q.S Fushshilat: 54 “Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru (alam semesta) dan pada diri mereka sendiri.”
“Maka segala sesuatu yang bersifat himpunan harus dibaca,” tegasnya.
Menag menjelaskan, Qur’an yang secara umum dikenal merupakan Qur’anTasyri’i atau Qur’an Mikrokosmos dan alam semesta beserta isinya merupakan Qur’an Takwini atau Qur’an Makrokosmos. Qur’an juga memiliki konsekuensi hukum tersendiri, Tasyri’I memiliki syariat yang dikenal secara umum sebagai konsekuensi hukumnya, sedangkan Takwini memiliki hukum alam yang berhulukan kepada sunnatullah.
Berharmoni antara Tasyri’i dengan Takwini adalah keharusan bagi seorang muslim, Menag mengingatkan bahwa seorang muslim harus cerdas dalam membaca ayat-ayat Allah tersebut. Menag turut mengingatkan untuk mendahulukan ayat Takwini dari ayat Tasyri’i dari perspektif konsekuentif, dalam pengambilan keputusan hukum, hal ini didasarkan pada ushulul fiqh.
Menag memberi permisalan dengan seseorang yang terjebak di suatu tempat dan satu-satunya sumber makanan adalah hal yang diharamkan secara syariat, jika tidak ada asupan makanan memungkinkan mengancam nyawa orang tersebut, maka hukum Takwini didahulukan atas Tasyri’i.
“Kedalaman agama sesorang dapat dilihat dari bagaimana ia menyikapi ketika hukum Tasyri’i bertentangan dengan hukum Takwini, dalam keadaaan darurat tidak ada makanan selain yang diharamkan, Qur’an Takwini mengizinkan untuk memakan hewan tersebut demi menyelamatkan diri kita,” kata Prof. Nasaruddin.
Ini merupakan rahasia dibalik pemilihan diksi Iqra sebelum bismirabbika, seorang muslim harus memperhatikan seluruh ayat-ayat Allah secara komprehensif, bukan hanya ayat Tasyri’I namun begitu pula dengan ayat Takwini. Iqra yang dilafadzkan di awal menunjukan induktifitas dalam mengambil keputusan-keputusan hukum, sehingga segala keputusan tersebut tercegah dari tiap bentuk subjektifitas terhadap nash-nash kasat mata pada Qur’an tasyri’I.
“Al-Qur’an sudah mengajarkan kita sebuah metodologi, Iqra! Jadi bacalah terlebih dahulu seluruh ayat yang ada, baru kemudian dikonfirmasikan dengan Qur’an” ucapnya.
UIN Jakarta sebagai Pionir Kedalaman Beragama
“Berani berpikir lain baru itu merupakan UIN Syarif Hidayatullah,” ucap Menag.
Menag Nasaruddin berharap terbit dari UIN Jakarta, penelitian-penelitian terbarukan di bidang kedalaman beragama. Selain menitipkan harapan, ia optimis UIN Jakarta dengan jajaran dan seluruh tenaga pendidik dan peneliti yang ada dapat mewujudkan hal tersebut.
“Selama ini kita masih didominasi oleh bismirabbika iqra, maka sering kita mati langkah, tidak dapat bertahan diatas landasan dari serangan-serangan, lemah secara akademik dan lama-kelamaan akan ditinggalkan orang, jika penelitian itu kuat dengan data, maka UIN Jakarta akan tampil beda,” ucapnya.
(M. Hanif Al-Fatih/Zaenal M./Widhi Damar A./Foto: M. Yahya & M. Ghifari Rahman)