Menag Fachrul Rozi: PTKI Harus Jadi Katalisator Rawat Hubungan Agama dan Negara

Menag Fachrul Rozi: PTKI Harus Jadi Katalisator Rawat Hubungan Agama dan Negara

Auditorium, BERITA UIN Online – Menteri Agama Fachrul Rozi mengajak seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia untuk menjadi katalisator dan dinamisator dalam merawat hubungan antara agama dan negara. Sebab hampir semua kalangan mengakui bahwa PTKI merupakan garda terdepan dalam membangun demokrasi di Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam.

Hal itu dikatakan Menag Fachrul Rozi saat memberi sambutan pada Wisuda Sarjana ke-117 UIN Jakarta yang digelar secara virtual, Sabtu (29/8/2020). Wisuda dibuka secara tatap muka oleh Ketua Senat Universitas Abuddin Nata di Auditorium Harun Nasution serta dihadiri oleh Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, para wakil rektor, para dekan fakultas, dan guru besar. Sementara peserta wisuda berada di rumah masing-masing dengan mengikuti melalui kanal Zoom.

Menag Fachrul Rozi mengatakan, kehidupan berdemokrasi di tengah-tengah keberagaman keindonesiaan dibangun dengan penuh cinta damai dalam bingkai kesadaran keindonesiaan berdasarkan Pancaila. Peran tersebut menjadi kontribusi PTKI yang tak ternilai, di samping pada sisi lain menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, kata Menag, bagaimana PTKI tetap konsisten dengan tidak tercederai oleh ideologi atau gerakan-gerakan yang mengaburkan relasi agama dan negara yang telah dibangun oleh segenap bangsa Indonesia.

“Kita harus mengakui bahwa saat ini telah terjadi polarisasi di sebagian besar masyarakat. Sebagian besar tetap kokoh dengan ideologi keagamaan yang produktif terhadap ideologi kebangsaan, sementara di sisi lain muncul kelompok masyarakat yang mempertentangkan antara kebangsaan dengan paham keagamaan lain, seperti ideologi dan gerakan khilafah,” katanya.

Polarisasi seperti ini, jelas Menag Fachrul Rozi, kini semakin menguat, terutama dengan menyeret-nyeret paham keagamaan tersebut bagi kepentingan politik praktis. Polarisasi dan politisasi agama jika dibiarkan akan berdampak disruptif dan meruntuhkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu Menag mengajak seluruh jajaran dan stakeholders, termasuk PTKI, agar menekadkan i’tikad dengan merapatkan barisan. Membangun kebersamaan untuk menghalau gejala-gelala dari gerakan tesrebut sekaligus meneguhkan kembali akan cita-cita dan peran yang selama ini dibangun maupun sikap dan perilaku dalam moderasi beragama.

“Dalam momentum wisuda sarjana kali ini, saya ingin mendorong kepada seluruh PTKI, khususnya UIN Jakarta, untuk mampu melahirkan para inspirator akademis dan metodologi berpikir tentang keislaman sebagai basis moderasi beragama. Kita harus banyak belajar pada pemikir dan tokoh bangsa yang telah sukses meletakkan fondasi beragama dengan baik, seperti Kuntowijoyo dengan gagasan Islam tranformatif, Nurcholish Madjid dengan hubungan antara Islam, Indonesia, dan kemanusiaan, Abdurrahman Wahid dengan ide pribumisasi Islam, dan Quraish Shihab dengan perspektif membumikan al-Qur’an,” paparnya.

Ide dan gagasan mereka, katanya, sudah sepatutnya untuk ditiru dan dikembangkan lebih lanjut. Tentu hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi PTKI, bagaimana melahirkan tokoh-tokoh yang penuh dengan gagasan brilian tersebut.

Menag Fchrul Rozi juga menegaskan bahwa moderasi beragama harus diperkuat, tidak hanya melalui pengembangan dan kapasitas akademik an sich tetapi juga memperkokoh praktik-praktik kebudayaan yang telah lama dilakukan masyarakat.

Merevitaliasi kebudayaan masyarakat dengan entitas dasar keindonesiaan merupakan langkah strategis yang perlu digarap bersama. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas keanekaragaman, termasuk keanekaragaman budaya. Semua itu perlu dirawat dan dilestarikan serta tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Pada bagian, Menag juga mengajak kepada pimpinan PTKI untuk melakukan tiga hal berikut. Pertama, PTKI harus menjadi atmosfir berpikir secara kreatif. Tidak jumud dan kaku dalam memahami teks-teks keagamaan. Teks keagamaan harus dikontekstualisasikan dengan realitas agar memiliki kontribusi dalam menghadapi persoalan-persoalan riil kemanusiaan.

Kedua, menjadikan PTKI sebagai institusi akademis, bukan institusi birokratif. Dosen dan mahasiswa sudah saatnya harus lebih disibukkan dengan rutinitas akademik yang sarat dengan kajian akademik dan inovatif. Ketiga, khsusus untuk UIN Jakarta yang telah meraih akreditas A dan salah satu UIN yang paling awal berdiri, harus menjadi kampus kelas dunia (world class university).

Kemdudian, perbanyak guru besar, jaringan kolaborasi networking dengan berbagai univesitas di berbagai belahan dunia. Lakukan riset dan temuan-temuan inovatif serta kontributif untuk negara, bangsa, dan kemanusiaan.

“Tingkatkan penulisan di Jurnal dan buku-buku berkualitas agar mampu memunculkan tokoh-tokoh cendekiawan di berbagai bidang keilmuan dan keislaman tingkat dunia,” katanya.

Wisuda Sarjana dengan tema “Moderasi Beragama dalam Kemajuan PTKI: Perspektif Integrasi Nasional” itu diikuti oleh sebanyak 1.164 lulusan, terdiri atas program S1 sebanyak 1.059 lulusan, S2 (90 lulusan), dan S3 (15 lulusan). (ns)