Membangun Kualitas PT Melalui Badan Layanan Umum
J. Stiglitz (2007) mengatakan dalam sebuah bukunya bahwa dalam era global pihak yang paling kaya dan kuat selalu memiliki kesempatan terbesar untuk berhasil memenangkan kompetisi dan tak ingin membaginya dengan yang lain. Dapat kita saksikan sekarang bahwa banyak PT di Indonesia yang membuka program studi internasional termasuk di UIN Jakarta berupa pertukaran dosen, mahasiswa, pengadaan program penelitian bersama, bantuan program studi lanjut bagi para dosen, dual degree programme, yang tentu saja dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam memenangkan persaingan antar-PT yang saat ini semakin pragmatis dan rasional dalam menentukan pilihannya. Setiap universitas terutama dari luar negeri dalam memilih mitranya bebas memilih jenis program kerjasama dengan mitra lokal, tentu secara rasional akan memilih mitra lokal yang sudah memiliki reputasi, baik di tingkat nasional maupun internasional dalam tata kelolanya.
BLU dan perubahan manajemen
Dalam bidang pendidikan nasional telah terjadi perubahan arah kebijakan pengembangan perguruan tinggi yang bertumpu pada 5 (lima) landasan yaitu: kemandirian (otonomy), akuntabilitas (accountability), jaminan kualitas (quality assurance), pengembangan ilmu pengetahuan (science development) dan pelayanan sosial(sosial service). Di bidang keuangan pemerintah telah terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan keuangan negara setelah dikeluarkan undang undang Nomor 17 tahun 2003. Sejalan dengan telah ditetapkan UIN Jakarta sebagai Badan Layanan Umum (BLU) melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.05/2008 tanggal 26 Februari 2008, maka UIN Jakarta harus merancang sistem manajemen universistas dari Public Goods yang bercirikan birokrasi dalam mengatur organisasi universitas seperti legislasi, regulasi, otorisasi dan kontrol terhadap semua unit di bawahnya menjadi Semi Public Goods yang berorientasi pada pelayanan dan non-profit (Public Service Deliveries) dan Internal Services Agencies yang memberi kewenangan kepada semua fakultas dan unit kerja lainnya yang bersifat semi otonomi/otonom (desentralisastion). Otonomisasi unit universitas yang berbasis agensifikasi tersebut perlu ditunjang adanya 1) penunjukan pejabat yang kompeten, 2) Kebebasan dalam mengelola secara bisnis, 3) Fleksibelitas yang dibarengi akuntabilitas, 4) Mekanisme finansial dikelola secara transparan dan business like, 5) Pengawasan yang ketat dalam harga pokok jasa, 6) Masyarakat diberi pilihan antara pemberi jasa, 7) Pengaturan yang jelas dan pembatasan campur tangan, 8) Penetapan target yang jelas dan terukur, 9) pembubaran unit yang tidak produktif.
Dengan pergeseran pola tata kelola tersebut, BLU UIN Jakarta dalam melakukan kordinasi dengan semua lembaga struktural dan non struktural dapat melakukan hubungan dengan dua pola yakni pertama unit kerja yang melaksanakan tupoksi yang merupakan strategi bisnis unit (SBU) seperti fakultas diberikan kebebasan dalam mengembangkan program studi, penelitian dan pelayanan yang responsif dengan kebutuhan yang berkembangkan di masyarakat, termasuk kegiatan bersifat penunjangnya seperti workshop, seminar, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk tidak mencari keuntungan. Kedua lembaga yang sengaja dibentuk untuk tujuan komersial yang untuk mencari keuntungan dalam rangka menunjang kekuatan keuangan universitas dikelola secara profesional, efisien, efektif dan produktif sebagaimana layaknya lembaga bisnis. Kebutuhan pengadaan barang dan jasa yang muncul di fakultas dan unit kerja lain yang menjalankan tupoksi yang menjadi nature of business universitas dilakukan oleh unit komersial. Universitas menjalankan fungsi regulasi, pengendalian dan pengawasan dengan cara membetuk Dewan Pengawas dan Satuan pengawas internasl (SPI) yang bertanggung jawab langsung kepada Rektor agar arah unit sosial dan komersial tersebut konsisten dengan kebijakan universitas yakni peningkatan kualitas pendidikan, penelitian dan pelayanan masyarakat dapat tercapai sesuai dengan indikator dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) tahunan.
Dalam pengembangan lembaga komersial dilingkungan UIN Jakarta dapat digunakan PP No: 6 tahun 1997 dengan pola sewa, Kerjasama Operasional (KSO), Bangun Sewa Guna (BSG), ketentuan tersebut belum bisa digunakan secara optimal untuk mengembangkan unit bisnis PK BLU dilingkungan UIN Jakarta. PP No: 6 tersebut menurut PPK BLU Departemen Keuangan sedang dalam proses revisi, dimana dimungkinkan satker PK BLU dapat melakukan pengembangan bisnis yang luas seperti penerbitan saham. Untuk itu sebelum kententuan di atas diberlakukan UIN Jakarta hendaknya perlu disiapkan sebuah holding sebagai wadah induk pengelolaan unit bisnis PK BLU UIN Jakarta dalam rangka mengembangkan cash management dan pelayanan barang dan jasa yang dibutuhkan universitas. Holding tersebut tidak dalam pengertian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), akan tetapi sebuah organisasi induk bisnis yang dibentuk UIN Jakarta untuk mengkonsentrasikan semua unit bisnisnya baik dalam aspek perencanaan, permodalan, pengendalian dan pengawasan, sehingga memungkinkan semua unit bisnis dapat tumbuh secara kelembagaan maupun finansial sesuai dengan target dan sasaran yang kemudian laba bersihnya dapat ditransfer ke UIN Jakarta sebagai pemilik 100% modalnya. Mengapa holding tersebut bukan berbentuk PT, karena BLU asetnya tidak dipisahkan dengan pemerintah dan bukan merupakan subjek pajak, semua pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari dana BLU tetap tercatat dalam akuntansi BMN (Barang Milik Negara). Dalam cacatan neraca Renstra BLU tahun 2007 kemampuan unit bisnis dalam menghasilkan cashflow dapat mencapai Rp 40 milyar, hampir setara dengan rupiah murni APBN UIN Jakarta.
Dalam kontek di atas maka menjadi staker BLU bagi UIN Jakarta memiliki konsekuensi terhadap keharusan adanya perubahan mind set dari para pemangku kepentingan untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan tinggi kepada civitas akademika dalam rangka mewujudkan prinsip prinsip profesionalitas dalam proses belajar mengajar dan merupakan tantangan baru bagi administrasi dan manajemen UIN Jakarta. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam manajemen PK BLU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan secara berkesinambungan sehingga memiliki kemampuan profesionalisme dalam berbagai bidang pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan nilai nilai keislaman, keilmuan dan keindonesiaan yang memiliki daya saing yang tinggi dalam mengisi bursa tenaga kerja baik secara nasional maupun internasional.
BLU dan Perubahan Pengelolaan Keuangan
BLU pada esensinya adalah instansi pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melaksanakan kegiatannya didasarkan pada prinsip produktivitas, efisiensi, efektivitas. Dalam implementasinya, BLU ini menekankan pada pola pengelolaan keuangan, bukan pada kelembagaannya dan operasionalnya. Sekalipun demikian, karena pola keuangan yang diatur dalam BLU ini dirancang untuk kepentingan peningkatan kinerja, maka pengaturan PK BLU ini mau tidak mau berpengaruh kepada pengelolaan operasional UIN Jakarta dan pejabat yang mengelola kegiatan serta keuangan. Untuk menyesuaikan hal tersebut UIN Jakarta telah mempersiapkan struktur organisasi yang akan diusulkan dalam perubahan statuta UIN Jakarta sebagai landasan implementasi BLU. Dalam perubahan pengelolaan sistem keuangan yang pendapatanya berasal dari PNBP yang semula harus disetor ke Kas Negara, mulai tanggal UIN Jakarta ditetapkan sebagai PK BLU dapat digunakan langsung yang terlebih dahulu harus membuat Rencana Bisnis Anggaran (RBA) sebagai dasar revisi dan penggantian MAK mekanisme APBN ke Basis Akun Standar (BAS) BLU sebagai tindak lanjut pengintegrasian ke RK/KL DIPA dalam proses penyerapan. Dalam implementasi anggaran BLU setidaknya mengandung tiga hal yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas serta akuntabilitas dan transparansi. Hal tersebut sejalan dengan perubahan manajemen/ administrasi di lingkungan pemerintah yang bergeser dari public administration ke public management yang menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan kompleksitas pelaksanaan fungsi sebagai PK BLU. Perubahan paradigma ini penting dalam proses pembelajaran dalam menggunakan sumber dana pemerintah yang semakin terbatas akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan dana yang semakin meningkat. Perubahan pola pengganggaran tersebut sebenarnya dipicu oleh tingkat kebutuhan dana yang harus dipenuhi pemerintah yang terus meningkat, sementara sumber dana yang tersedia terbatas. Di pihak lain pemerintah dituntut untuk mengurangi pembiayaan yang berasal dari hutang demi keadilan antar generasi. Dengan latar belakang tersebut, pemerintah menciptakan paradigma baru dalam keuangan sektor publik, yaitu mewiraswastakan pemerintah (enterprising government). Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah tersebut menghendaki agar pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara efektif dan efisien, termasuk termasuk lembaga pendidikan seperti UIN Jakarta yang memberikan (menjual) layanan secara langsung kepada masyarakat.
Dengan PK BLU ini UIN Jakarta telah menata aset publik kedalam sistem akutansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN), dalam audit terakhir aset UIN Jakarta yang telah tercatat sebesar 823 milyar setelah diadakan amortisasi dengan harga pasar, sementara pendapatan yang bersumber dari hasil layanan jasa, hibah, hibah terikat dan kerjasama dengan pihak ketiga yang dimasukkan sebagai kategori PNBP dalam RBA tahun 2008 tercatat sebesar Rp 62 milyar dan untuk tahun 2009 dalam RBA tercatat sebesar 72 milyar atau naik sebesar 14%. Belanja Modal pengadaan barang /jasa yang berasal dari PNBP prosedur dan mekanismenya cukup menggunakan peraturan Rektor, sesuai dengan PMK No 8/PMK.02/ 2006 bahwa PK BLU yang berstatus penuh dapat diberikan fleksibelitas sebagian dan atau seluruhnya dibebaskan dari ketentuan KEPPRES NO: 80 tahun 2003 beserta perubahannya (PP No: 23 tahun 2005). PK BLU wajib membuat laporan neraca yang memungkinkan adanya surplus/minus, karena PK BLU dapat mengelola hutang dan piutang dalam rangka peningkatan layanan, apabila terjadi minus dapat diajukan ke Menteri Keuangan disertai dengan alasan dan bukti yang cukup untuk mendapat rebursement, sedang apabila terjadi surplus dapat digunakan langsung (pendapatan=biaya). PK BLU dapat mengelola investasi jangka pendek, investasi yang memakan waktu lebih dari lima tahun harus seizin Menteri Keuangan, PK BLU adalah satker antara apabila dalam jangka waktu lama lebih dari 10 tahun surplus terus menerus, sebagian pendapatan pemerintah memiliki hak untuk mengambil sebagain surplus tersebut untuk memperkuat APBN dan PK BLU dapat mengajukan menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang kekayaannya terpisah dari pemerintah dan menjadi subjek pajak.
Penganggaran kegiatan yang dibiayai dari Badan Layanan Umum (BLU) mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 68 mengatur Pengelolaan Keuangan BLU, Pasal 69 ayat (2) menyatakan bahwa rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKAKL) serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 pada penjelasan Pasal 3 ayat (4) dinyatakan bahwa dalam RKA-KL termasuk juga rencana kerja dan anggaran untuk BLU yang ada pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Berdasarkan hal tersebut pola pengelolaan pendapatan dan penganggaran dalam mekanisme DIPA sesuai dengan dasar hukum di atas sebagai berikut:
Pertama, PK BLU UIN JAKarta menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis ke Departemen Agama RI (Renstra-KL) serta menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
Kedua, PK BLU UIN Jakarta mengajukan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) kepada Menteri Agama RI untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL. Ketiga, RBA BLU UIN Jakarta yang telah disetujui oleh Menteri Agama RI diajukan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian dari RKA-KL. Keempat, Pendapatan dan belanja BLU UIN Jakarta dalam rencana kerja dan anggaran tahunan dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Departemen Agama RI.
Kelima, penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN diberlakukan sebagai pendapatan BLU UIN Jakarta. Keenam, pendapatan yang diperoleh BLU UIN Jakarta sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional BLU UIN Jakarta. Ketujuh, pendapatan sebagaimana disebutkan di atas pada poin 6 dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU UIN Jakarta sesuai RBA dan dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak.
BLU dan Peningkatan Kesejahteraan
BLU dapat memberikan remunerasi yang diatur dalam pasal 36 ayat 1 Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Ayat 2 Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan atas usulan PK BLU UIN Jakarta sesuai dengan kewenangannya dengan mempertimbangkan faktor-faktor 1) Tingkat tanggung jawab, 2) Tuntutan profesionalitas, 3) proposionalitas, 4) kesetaraan, 5) kepatutan dan kinerja profesinal. Hal tersebut dapat dilakukan apabila pendapatan PK BLU yang berasal dari hasil layanan, hibah, hibah terikat dan kerjasama dengan pihak ketiga berkembang dan surplus dapat mengusulkan remunerasi kepada Departemen Agama RI yang kemudian di teruskan ke Menteri Keuangan. PK BLU dapat mengangkat PNS dan Non PNS sesuai tuntutan kebutuhan profesionalitas, PNS dapat diberikan remunerasi dari selisih yang diterima per bulan, sementara bagi Non PNS dengan sistem kontrak sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku dan diikutsertakan dalam program dana pensiun sesuai perjanjian. Untuk implementasi remunerasi harus dilakukan analisa biaya terhadap pendapatan dan biaya untuk mengetahui tingkat casflow secara tepat agar tidak mengganggu biaya pokok tupoksi, di samping itu juga perlu dirancang indek prestasi kerja (IPK) sebgai tolok ukur basis penilaian kinerja baik secara indivindu maupun kelompok. Remunerasi tersebut sebagai konsekuensi adanya upaya kerja keras dari semua unsur pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan kualitas pendidikan dan penelitian yang sifatnya elastis tergantung dari pertumbuhan kerja dan keuangan.
Penulis adalah Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Biro PKSI UIN Jakarta