Memahami Substansi Berkesinambungan
Fuad Fachruddin
MENJELANG akhir 2022, Yayasan Sukma mengadakan rapat dan pembina yayasan menyampaikan apresiasi terhadap guru, manajemen sekolah, dan unsur-unsur lain dari yayasan yang selama ini aktif menjalankan tugas layanan pendidikan kepada masyarakat melalui Sekolah Sukma Bangsa. Selain itu, pembina yayasan mengingatkan kami untuk tidak melupakan dua hal penting, yaitu kemandirian dan kebersinambungan.
Sebagai pendidik, saya memahami berkesinambungan dari dua perspektif, yaitu (a) teori perubahan/reformasi pendidikan dan (b) pendidikan untuk pembangunan yang berkesinambungan. Dari kajian pertama kita berbicara kelanjutan sebagai upaya terencana dalam melakukan perubahan. Proses perubahan tidak selamanya berjalan dengan mulus sampai akhir masa yang direncanakan sebagaimana ditegaskan Fullan (2007: 104).
Sementara itu, dari perspektif kedua kita dapat memahami bahwa sekolah hendaknya sejalan dengan tujuan akhir pendidikan untuk pembangunan berkesinambungan dan masyarakat yang lestari (Filho, Pace, 2016), dan agenda SDGs UNESCO 2030 (Bengtsson, Barakat, Muttarak, 2018:2), yaitu pendidikan yang memberdayakan siswa kini dan ke depan agar mereka bisa hidup bermartabat dan membangun kehidupan serta memberi kontribusi terhadap masyarakat (Haggstrom, Schmidt, 2022).
Unsur-unsur penting
Berkesinambungan tidak sama dengan mempertahankan apa yang ada, bukan juga status quo yang berkesinambungan, tetapi perbaikan yang terus-menerus (Davies, 2006: 1; David, 2007: 18). Berkesinambungan harus dilihat dari konteks memperbaiki kesejahteraan individu dan organisasi (Davies, 2006:1). Berkesinambungan berkaitan dengan inisiatif-inisiatif yang dibangun/dikembangkan tanpa kompromi dengan kemajuan pihak lain yang ada di sekitar pada saat kini dan mendatang (Hargraves, Pink, 2003: 1).
Berdasarkan pengertian tersebut, berkesinambungan mengandung unsur-unsur penting: (a) Perbaikan berkesinambungan, yaitu perubahan untuk kebaikan. Perbaikan berkesinambungan berkontribusi terhadap pertumbuhan dan perbaikan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan orang banyak, (b) Perbaikan berkesinambungan tidak jorjoran menghabiskan sumber pokok sampai cadangan yang ada habis, tetapi berinvestasi membangun dan mengembangkan kapasitas guru (Hargraves, Pink, 2003:3); dan (c) Perbaikan berkesinambungan meningkatkan kemampuan dan diversifikasi melalui lingkungan pendidikan dan masyarakat (Hargraves, Pink, 2003: 5).
Pembangunan berkesinambungan
Dalam dunia pendidikan, berkesinambungan adalah kemampuan individu dan sekolah melakukan perbaikan terus-menerus untuk merespons tantangan/tuntutan baru dengan tidak menghancurkan/merusak individu atau masyarakat luas, tetapi meningkatkan kemampuan dan kapasitas mereka agar mereka berhasil dalam menghadapi tantangan dan konteks baru (Davies, 2007: 23).
Ada tiga faktor, menurut Davies (2007: 24), harus diperhatikan dalam membangun berkesinambungan, yaitu (a) Perubahan strategis berkesinambungan harus menyentuh/bergerak dari prinsip-prinsip yang dalam yang melatari tujuan moral sekolah dan wajib belajar, difokuskan pada pengembangan area dan kegiatan berpengaruh terhadap kesempatan hidup bagi anak-anak dan kemampuan dan pengetahuan yang mendalam yang diperlukan mereka untuk berkembang, (b) Perubahan strategis yang berkesinambungan merupakan proses panjang. Perubahan/perbaikan merupakan hal mendasar dan diperlukan, hendaknya tidak tergantung pada pemimpin. Perubahan kepemimpinan hendaknya meningkatkan layanan secara strategis dari 'sekolah berkesinambungan', dan bukan sebaliknya, (c) Perubahan strategis berkesinambungan menyentuh konsep yang luas, yaitu penyebaran gagasan baru yang dapat menjangkau orang tua masyarakat luas (Davies, 2007: 24).
Kepemimpinan berkesinambungan
Pemimpin berkesinambungan adalah model kepemimpinan yang telah melampaui model kepemimpinan manajerial teknis— yang dicirikan antara lain dengan membangun jaringan, membuat keputusan berdasarkan masukan dari bawah dan berbagi kepemilikan (Sanford, Hopper, Robertson, Bell, 2019: 5). Ia mengembangkan kesinambungan melalui pendekaan, komitmen, dan usaha, serta menjaga pembelajaran yang mendalam di sekolah. Dengan demikian, pemimpin seperti ini dapat tetap ajeg dengan visi dan berusaha keras meyakinkan bahwa perbaikan/kemajuan akan berjalan terus, meski pemimpin berganti (Hargraves, Pink, 2003: 8).
Ada tiga aspek yang mencirikan kepemimpinan berkesinambungan, yaitu (a) mendorong atau membimbing belajar. Tugas utama pemimpin sekolah ialah menyinambungkan belajar. Mereka, pemimpin belajar, meletakkan belajar sebagai sentra utama bisnis mereka (Hargrave, Pink, 2003: 8). Kepala sekolah yang menjadi pemimpin belajar membuat kemajuan yang berkesinambungan dan inklusif untuk siswa di sekolah (Hargraves, Pink, 2003: 10).
(b) Kepemimpinan distributif. Dalam dunia yang kompleks dan maju pesat kepemimpinan tidak bisa dibebankan kepada segelintir orang karena beban terlalu banyak dan berat. Mengandalkan kemampuan hanya pada seorang pemimpin bisa menimbulkan ketidaklenturan dan melahirkan banyak kekeliruan dan kesalahan (Hargraves, Pink, 2003: 10). Untuk itu, banyak usaha yang dilakukan untuk mengganti pemimpin individual ke pemimpinan distributif. Kepemimpinan distributif adalah menciptakan budaya berinisiatif dan membuka peluang yang dengannya guru bisa mengusulkan arah baru dan memulai inovasi yang mungkin bisa menjadi tantangan dan melahirkan kesulitan dalam merespons minat siswa dan kebutuhan sekolah (Hargraves, Pink, 2003: 18).
(c) Suksesi kepemimpinan. Kepemimpinan berkesinambungan muncul ketika pemimpin berhenti atau tidak aktif lagi (Hargraves, Pink, 2003:12.). Suksesi yang direncanakan merupakan aspek yang paling diabaikan dalam teori dan praktik kepemimpinan di sekolah dan usaha-usaha untuk menjamin keberlanjutan perbaikan sekolah (Hargraves, Pink, 2003:15).
Pembelajaran berkesinambungan
Pembelajaran berkesinambungan ialah cara mendidik yang terus-menerus, bertujuan memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk mendapatkan pengetahuan secara maksimal dengan kemampuan reflektif dan analitis yang membuat siswa terbiasa belajar partisipatif, dan berkesinambungan (Graham, Longchamps, 2022: 6).
Pembelajaran berkesinambungan dapat dibangun dengan pelbagai model, pedekatan, dan metode belajar. Metode belajar aktif memberi pengaruh positif terhadap belajar mendalam dan kemampuan penguasaan konsep yang membawa siswa terlibat dalam kegiatan belajar dengan pendekatan partisipatif (Graham, Longchamps, 2022: 9). Dengan pelibatan siswa dalam proses belajar mengajar, guru dapat mengembangkan metode partisipatori, memungkinkan siswa mendalami materi dan menggunakannya untuk kegiatan praktis. Belajar aktif memberi kontribusi pada pengembangan kemampuan yang diperlukan dengan cara yang berkesinambungan (Graham, Longchamps, 2022: 10).
Pendidikan yang baik secara substantif merupakan proses berkesinambungan. Mempertahankan aspek-aspek belajar yang mendalam dan menguatkan pemahaman tentang belajar seumur hidup untuk semua orang merupakan inti pendidikan berkesinambungan. Mengajar untuk meningkatkan nilai tes yang bisa diukur semata, tidak akan melahirkan pendidikan berkesinambungan (Hargraves, Pink, 2003: 4). Belajar aktif yang berkesinambungan tergantung pada pendekatan pedagogi yang inklusif, beragam, fleksibel, dan memperkaya kemampuan dan pengetahuan siswa (Graham, Longchamps, 2022: 10). Wallahualam. (zm)
Penulis adalah Dewan Pengawas Yayasan Sukma, Dosen Pascasarjana FITK UIN Jakarta. Artikelnya dimuat Media Indonesia, Senin 30 Januari 2022, dan bisa diakses di https://mediaindonesia.com/opini/554244/memahami-substansi-berkesinambungan