Memahami Komunikasi Antarpribadi Agar Kasus Asusila Ustadz Di Bandung Tak Terulang
Fita Fathurokhmah
Pemberitaan media di Indonesia tentang kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan (36 tahun), seorang ustadz di Madani Boarding School Bandung terhadap 12 santriwatinya mendapat sorotan banyak pihak. Herry Wirawan diduga memperkosa belasan santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. Kasus ini terungkap setelah salah seorang orang tua korban melaporkan perbuatan Herry Wirawan ke Polda Jawa Barat.
Kasus ini harus menjadi bahan introspeksi bagi kita semua. Yang disayangkan mengapa setelah terdeteksi jumlah korban santriwati mencapai 12 dan ada didalamnya anak dibawah umur, kasus ini baru terungkap. Kekecewaan besar dan muncul kekhawatiran, ketakutan para orang tua di Indonesia atas keselamatan dan keamanan putrinya yang disekolahkan di boarding school karena adanya kasus ini. Kepercayaan masyarakat mulai ragu pada sosok ustadz.
Atas kasus pelaku pemerkosa yang memiliki status sosial sebagai ustadz, terjadi pelanggaran ekspektansi atau pelanggaran harapan dari masyarakat Indonesia. Pelanggaran ekspektansi terjadi ketika perilaku ustadz berada di luar rentang komunikasi yang baik dan melakukan penyimpangan komunikasi yang cukup menonjol.
Terkadang pelanggaran komunikasi yang berujung pada pelanggaran sosial dan berujung pada kasus asusila, sesungguhnya itu diketahui secara sadar oleh pelaku dan korban pemerkosaan. Misalnya keluarga korban tidak segera melaporkan kasus ini pada pihak berwajib karena terjadi pelanggaran harapan dalam komunikasi diri korban yang tidak terduga.
Hal ini dijelaskan oleh Jude K. Burgoon dalam teori komunikasi antarpribadi disebut Expectancy Violations Theory, bahwa terjadi ketidaksadaran pada korban dan keluarga korban dalam melakukan komunikasi dengan orang lain bahwa mereka sudah didzolimi. Hal ini menjadi persoalan yang penting untuk diketahui dan dipraktekkan oleh masyarakat Indonesia ketika melakukan komunikasi antarpribadi dengan siapapun harus tune in atau selaras dengan logika, norma, sadar atas pesan komunikasi menguntungkan atau merugikan terhadap tindakan.
Tindakan seseorang diawali dari komunikasi yang terjadi antara komunikator atau yang menyampaikan pesan dengan komunikan yang menerima pesan. Tentu seperti apa komunikasi yang dilakukan Ustadz Herry Wirawan terhadap santriwati-santriwatinya tersebut sehingga terjadi pemerkosaan. Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama agar kasus-kasus pemerkosaan jangan sampai terulang lagi walau dengan adanya komunikasi ancaman, komunikasi persuasif bujukan. Harus dilakukan edukasi aktivitas komunikasi pada masyarakat Indonesia.
Teori komunikasi Excpectancy Violations Theory (EVT) menjelaskan bagaimana individu merespons pelanggaran norma dan harapan sosial yang tidak terduga (Burgoon&Hale, 1998). Menurut Burgoon (1978), ada dua jenis pelanggaran, yaitu pelanggaran norma dan pelanggaran harapan. Pelanggaran norma mengacu pada pelanggaran aturan sosial dalam komunitas tertentu dimana percakapan terjadi. Pelanggaran norma yang diharapkan dalam suatu hubungan dipandang sebagai pelanggaran negatif.
Kasus pemerkosaan di Lembaga Pendidikan Islam di Bandung ini jelas terjadi pelanggaran norma, disayangkan lambat terungkap sampai menimbulkan korban. Tentu dalam aktivitas pendidikan di Lembaga Pendidikan Islam tersebut terjadi aktivitas komunikasi yang isinya terdiri dari aktor, relasi dan konteks komunikasi.
Dalam hal ini keluarga santriwati, masyarakat sekitar, masyarakat Indonesia, para Ulama, Kementerian Agama Republik Indonesia harus meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap aktor, relasi dan konteks komunikasi di semua lembaga Pendidikan. Respons yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) misalnya memberikan perlindungan kepada 29 orang, 12 orang di antaranya anak di bawah umur. Ini dilakukan dari hasil investigasi dengan melakukan komunikasi intensif bersama saksi, korban, keluarga korban.
Dalam teori pelanggaran ekspektansi Judee K Burgoon ini pun dijelakan dalam aktivitas komunikasi antarpribadi dapat terungkap adanya pelanggaran harapan akan komunikator yaitu Herry Wirawan pelaku pemerkosa. Pelanggaran harapan mengacu pada perilaku komunikator tertentu terhadap pengetahuan yang ada atau pengetahuan sebelumnya tentang orang lain. Para orang tua santriwati memiliki kepercayaan penuh atas Ustadz Herry Wirawan sebagai seorang pendidik di lembaga Pendidikan Islam, mereka memiliki harapan tinggi putrinya dididik dengan baik.
Pada kenyataannya, harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Intinya diperlukan keterampilan dan kecerdasan berkomunikasi untuk menilai karakter seseorang. Dalam melakukan komunikasi harus sadar dalam mencerna pesan lawan komunikasi, jangan cepat mempercayai isi pesan komunikasi. Teori komunikasi ini mengajarkan harapan dapat dimiliki pelaku komunikasi tetapi harus didasarkan pada norma sosial yang umum, di cerna lebih teliti lagi termasuk dengan karakteristik pribadi pelaku komunikasi.
Selain itu, menurut teori komunikasi Expectancy Violations Burgoon, faktor komunikasi lainnya yaitu faktor perilaku dan faktor kontekstual juga terlibat dalam proses evaluasi interpersonal dan tindakan seseorang. Perilaku komunikasi Herry Wirawan ini diduga dalam kasus pemerkosaan ini misalnya melakukan eksploitasi ekonomi juga kepada santriwati yang menjadi korban pemerkosaannya. Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung Madani Boarding School. Perilaku tidak wajar ini harusnya terdeteksi melalui komunikasi santriwati terhadap para orang tua.
Ini menjadi persoalan besar bagi kita untuk lebih melakukan komunikasi efektif dengan berbagai pihak khususnya keluarga sendiri. Sangat disayangkan perilaku tidak terpuji Ustadz Herry Wirawan yang terungkap dilakukan sejak tahun 2016 hingga 2021 baru terungkap Mei 2021. Kasus terungkap setelah salah satu santriwati pulang libur idul fitri tahun 2021 dalam kondisi hamil dan baru dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Pada konteks persoalan ini, terjadi gaya komunikasi antarpribadi pasif antara orang tua, anak dan ustadz sehingga persoalan ini lama terungkap.
Heffner (1997) membuat klasifikasi gaya komunikasi berdasarkan Mc-Callister (1992) menjadi tiga: Passive style yaitu gaya individu yang cenderung menilai kehadiran orang lain lebih penting daripada dirinya sendiri. Gaya komunikasi pasif ini dilakukan oleh korban perkosaan yaitu santriwati, guru disekolah tersebut dan keluarga korban. Gaya komunikasi pasif masing-masing individu tersebut menghindari cara mengungkapkan pendapat, perasaan secara terbuka yang berkaitan dengan hak-hak pribadinya. Pelaku komunikasi menghindari konfrontasi terbuka dengan pihak superior.
Lalu gaya komunikasi assertive style; gaya individu yang membela hak-hak dia sendiri namun mengabaikan hak orang lain, gaya komunikasi asertif ini dilakukan oleh Ustadz Herry Wirawan. Gaya komunikasi lain yaitu aggressive style; gaya individu yang merasa dirinya superior, mau menang sendiri, mau benar sendiri, juga tidak memperhitungkan perasaan, dan hak-hak orang lain. Gaya komunikasi agresif ini dilakukan oleh Ustadz Herry dengan salah menggunakan superioritasnya pada korban dan lingkungan sekolah Madani tersebut.
Kepercayaan dan harapan para orang tua santri dan masyarakat dilanggar sosok Ustadz Herry Wirawan, pelanggaran tersebut dinilai negatif, tidak dapat diterima. Kasus pemerkosaan ini termasuk pada pelanggaran norma dan pelanggaran harapan dilakukan berujung merugikan korban dan masyarakat Indonesia. Hikmah yang bisa diambil menurut teori pelanggaran ekspektansi Burgoon bahwa kita harus dapat memprediksikan dan mengetahui dampak perilaku komunikasi yang tidak terduga. Pelanggaran komunikasi baik verbal dan nonverbal berdampak pada pelanggaran norma dan pelanggaran harapan baik penerima pesan dalam aktivitas komunikasi. (zm)
Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel dimuat Koran Rakyat Merdeka, Senin 13 Desember 2021.