Memahami Kelompok Radikal
Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Besar Masjid Istiqlal
Minggu-minggu terakhir ini kembali marak pemberitaan tentang kelompok garis keras atau radikal. Kelompok Radikal biasa diartikan dengan suatu kelompok yang memiliki faham atau aliran tertentu yang berusaha melakukan perubahan dan pembaharuan dengan menempuh cara-cara kekerasan ekstrem.
Cara-cara kekerasan itu, antara lain menghalalkan segala cara di dalam mencapai tujuannya, termasuk melakukan tindakan pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya untuk memperoleh dana guna membiayai perjuangannya.
Kelompok Radikal juga berusaha untuk mengganti tatanan nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Simbol perjuangan yang mereka usung ialah jihad untuk melawan kekafiran. Negara yang tidak menjalankan syari’ah Islam disebut negara kafir dan orang-orang yang mendukungnya juga disebut kafir yang halal darahnya.
Kelompok Radikal selalu mengajak orang untuk hijrah, yakni meninggalkan negara kafir menuju ke negara Islam, misalnya hijrah dari NKRI ke NII. Orang-orang yang berkuasa di negara kafir tersebut juga dianggap kafir. Kekayaan yang dimiliki negara kafir halal untuk dimiliki dengan cara apapun karena itu milik musuh. Jika harta itu dimiliki dianggap fae atau ganimah, harta yang diperoleh melalui jihad. Jika mati di dalam perjuangan tersebut maka disebut syuhada’, atau mujahid yang gugur di jalan Allah. Mereka akan langsung masuk syurga dan dijemput oleh puluhan bidadari. Membunuh orang dengan cara apapun tidak ada masalah karena dianggap suasana perang. Apalagi negara kafir tadi juga disebut negara yang wajib diperangi (Dar Al-Harb).
Kelompok Radikal amat berbahaya dan bisa dianggap bahaya laten di dalam sebuah negara bangsa (nation state) seperti Indonesia, karena mereka tidak pernah mau mengakui negara bangsa sebagai negara ideal. Bagi mereka, negara ideal ialah Negara Islam (Dar al-Islam), sebuah negara kihlafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Negara ini sepenuhnya harus menjalankan Al-Qur’an dan Hadis sebagai konstitusinya. Mereka tidak mengakui apa yang disebut kearifan lokal, yang ada ialah Hukum Islam yang harus berlaku secara universal.
Ciri-ciri umum Kelompok Radikal antara lain mengharamkan sesuatu pada diri dan orang lain padahal Allah Swt dan Rasul-Nya tidak pernah mengharamkan hal itu, misalnya menghadiri walimah atau acara yang dilakukan di luar kelompoknya; berlebihan di dalam memaknai ayat dan hadis yang pada hakekatnya tidak sejalan dengan tujuan umum syari’ah (maqashid al-syari’ah), misalnya melakukan perjalanan jihad dengan menelantarkan keluarganya.
Mereka meninggalkan yang halal dan mengharamkan kepada diri dan orang lain dengan anggapan pilihan sikap itu paling sejalan dengan Al-Qur’an dan sunnah. Mereka tidak segan-segan menghina aliran dan mazhab yang dianut orang yang berbeda pendapat dengannya sebagai aliran sesat.
Mereka mengambil sikap berlebihan kepada orang lain yang berbeda dengan pendapatnya, misalnya menuduh orang lain sebagai ahli bid’ah dan mengklaim diri sebagai ahli sunnah sejati, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan dan menghalalkan darah orang yang berbeda dengannya.
Mereka juga menganggap orang lain sebagai kelompok jahiliah modern, yang tak layak diikuti. Mereka mengharamkan bermakmun kepada orang yang berada di luar kelompoknya dan menganggap sia-sia shalat di belakang orang yang fasiq.
Mereka juga menuduh ulama yang tidak sejalan dengannya sebagai ulama sesat (ulama’ al-su’) dan melecehkannya secara terbuka. Mereka selalu memisahkan diri dengan umat Islam yang tidak sejalan dengannya di dalam melakukan berbagai aktifitas, termasuk ibadah shalat berjamaah. Mereka tidak mau berpartisipasi dalam gagasan yang dirintis atau diprakarsai oleh kelompok lain.
Mereka melakukan interpretasi dalil agama sesuai dengan ideologinya, tidak peduli itu kontroversi di kalangan umat mayoritas.
Mereka tidak takut dan terbiasa hidup dalam perbedaan dan keterasingan dengan umat mainstream. Mereka bisa saja memotong ayat atau hadis untuk mengambil dasar pembenaran terhadap ajarannya.
Misalnya, ayat-ayat jihad diambil pertengahan atau potongan yang mendukung perjuangannya, seperti “…maka bunuhlah orang-orang musyrikin (non-muslim) itu di mana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka..”.
Potongan ayat ini di ambil dari pertengahan QS Al-Taubah [9] ayat 5.
Mereka juga sering mengabaikan sabab nuzul ayat dan sabab wurud hadis demi untuk memokuskan makna ayat kepada ajarannya. Mungkin saja ayat atau hadis itu menunjuk kepada satu kasus yang yang sangat spesifik tetapi diperlakukan secara general.
Contohnya: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka….” (QS Al-Baqarah [2] : 191).
Ayat ini turun sebagai direction dalam salah satu peperangan Nabi di Madinah. Mereka selalu beranggapan bahwa penafsiran yang berbeda dengannya salah, sekali pun secara logika dan kaedah keilmuan benar, mereka selalu yakin dengan pendapatnya yang dianggap paling benar.
Mereka juga selalu aktif berdakwah di berbagai tempat, sepertinya tak pernah kenal lelah. Dalam melakukan dakwahnya mereka selalu menyampaikannya secara ekslusif dan terang-terangan tanpa rasa takut atau canggung. Sepertinya mereka tidak takut dengan segala risiko, karena mereka sangat yakin Tuhan selalu bersama mereka dan merestui perjuangan mereka.
Mereka juga pintar mencari simpati dan perhatian masyarakat umum (grass road) dengan menampilkan sesuatu yang berbeda dengan mayoritas. Mereka selalu berusaha mengambil alih rumah ibadah dengan berbagai cara dari tangan orang lain, karena cara ini dianggap paling efisien dan efektif.
Mereka juga solid dalam mengumpulkan dana untuk mendanai seluruh kegiatannya. Umumnya, mereka memiliki sumber dana rutin dan tetap dari para anggotanya, dan sesekali mendapatkan bantuan dana dari luar.
Kelompok Radikal tergolong sangat menakjubkan. Selain konsisten, amat tekun, cerdas, dan solid, juga berani dan nekat. Dalam menggalang massa, mereka dengan tekun door to door mencari pengikut dengan penguasaan materi yang lumayan bagus, sehingga orang bisa seperti terhipnotis, tertarik untuk mendukung ide-idenya. Minimal, mereka membuat diam dan tidak memerotes keberadaan kelompok ini.
Anak-anak muda yang kosong bisa dengan gampang diisi oleh mereka dengan berbagai cara, termasuk memberikan buku-buku, mengirim email secara rutin, meng-SMS setiap kegiatan menarik yang mereka lakukan. Lama kelamaan pemuda tadi luluh dan terbentuk kesadaran baru di dalam benaknya, minimal bisa memahami ide dasar yang mendasari misi kelompok tersebut cukup bagus.
Dalam beberapa kasus, pelajar dan mahasiswa “diculik” untuk “disekolahkan” di satu tempat yang rahasia. Biasanya mereka menutup mata korbannya, lalu diajak berputar-putar menggunakan kendaraan hingga tiba di sebuah kamar yang dijaga ketat. Di sanalah mereka didoktrin siang dan malam, sampai akhirnya dianggap “khatam” dan bisa diwisuda.
Modus lain, mereka menebar kader-kadernya yang sudah jadi untuk menguasai rumah-rumah ibadah, seperti masjid dan mushalla. Mereka menjadi aktivis di masjid itu dengan melakukan hal-hal yang produktif, seperti membersihkan masjid, mengaktifkan remaja masjid dan pengajian serta menjadi muazin.
Suatu ketika imam rawatibnya berhalangan, ia maju menjadi imam. Sebagai kader, tentu bacaan, tajwid, makhraj, dan lagunya sangat baik, sehingga menjadi imam pengganti manakala imam tetap berhalangan.
Suatu saat sang khatib Jum’at berhalangan tiba-tiba, maka seolah-olah terpaksa ia menjadi khatib shalat Jum’at. Tentu saja sudah dipersiapkan materi khutbahnya dengan baik. Akhirnya, si anak muda ini berhasil mencuri perhatian jamaah dan pengurus masjid, meskipun mereka tidak tahu asal-usul pemuda itu.
Sumber: Rakyat Merdeka Online, 26 Februari-2 Maret 2022. (sam/mf)