Manggapai Rahmat, Meraih Maghfirah

Manggapai Rahmat, Meraih Maghfirah

Oleh: Syamsul Yakin Dosen KPI Magister FDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam literatur dipahami bahwa rahmat itu adalah kasih sayang. Kalau dikatakan rahmat Allah maknanya adalah kasih sayang Allah. Kasih sayang Allah ada yang diberikan di dunia untuk semua manusia baik yang bertakwa maupun yang durjana. Ada juga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa nanti di akhirat berupa surga. Untuk bisa meraih rahmat manusia harus berbuat baik.

Allah berfirman, “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. al-A’raf/7: 56). Menurut Ibnu Katsir, rahmat Allah itu diperuntukkan bagi orang-orang yang mengikuti perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Tepatnya, rahmat Allah itu diberikan kepada orang-orang yang bertakwa, seperti firman-Nya, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. al-A’raf/7: 156). Untuk bisa menjadi orang-orang yang bertakwa, perbuatan yang bisa dilakukan salah satunya adalah berpuasa. Tujuan berpuasa sendiri adalah agar menjadi orang-orang bertakwa, seperti terungkap dalam al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah/2: 183).

Dari sini dapat dipahami bahwa orang-orang yang berpuasa akan dapat menggapai rahmat Allah. Dalam hadits qudsi disebutkan, “Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” (HR. Muslim). Balasan puasa ini dapat dikatakan sebagai rahmat Allah. Bahkan dalam hadits lain disebutkan, “Hendaklah kalian berpuasa karena tidak ada yang menyamai (pahala)nya” (HR. Nasai).

Selanjutnya, berpuasa selain dapat menggapai rahmat Allah, dapat juga meraih maghfirah dari Allah. Minimal ada dua perbuatan yang mengundang maghfirah Allah pada bulan Ramadhan. Pertama, berpuasa itu sendiri. Nabi mewanti-wanti, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari).

Berdasar hadits ini orang yang dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni dapat disebut orang yang meraih maghfirah-Nya. Kedua, qiyamurramadhan. Qiyamurradhan artinya tarawih, tahajud, dan witir. Nabi berseru, “Barangsiapa melakukan qiyamurramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari).

Dalam dua hadits yang hampir sama redaksinya ini diketahui untuk meraih maghfirah (ampunan) Allah dapat dilakukan dengan puasa dan qiyamurramadhan.

Hanya saja, puasa dan qiyamurramadhan tersebut harus dilakukan dengan dua syarat. Pertama, dengan penuh keimanan. Maksudnya, seperti diungkap Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, puasa harus diyakini sebagai kewajiban yang titahkan Allah. Kedua, puasa dan qiyamurramadhan harus dilakukan dengan keikhlasan, yakni hanya mengharap ridha-Nya. Bukan karena ingin mendapat pujian dan gengsi sosial. Ibadah puasa juga tidak boleh didedikasikan untuk program kesehatan dan penyusutan berat badan.(sam)