Mahasiswa Eks Peserta KKN Datang, Warga Lebak Muncang pun Senang
Langit mendung dan udara dingin di atas gunung siang itu tak membuat sejumlah warga Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 23 Nopember 2008 urung datang ke lokasi acara penyerahan bantuan digister dari sejumlah mahasiswa eks peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sebaliknya, warga tetap antusias dan berharap bantuan itu dapat mengatasi kebiasaan memasak dengan kayu bakar serta mahalnya gas elpiji.
Kebiasaan memasak dengan menggunakan kayu bakar dan mahalnya harga gas elpiji di pasaran memang sempat membuat warga Lebak Muncang, yang sehari-sehari bergantung kepada alam, cemas. Soalnya, kebiasaan memasak dengan kayu bakar selain akan merusak ekosistem alam, juga bisa menjadi kendala warga bila datang musim penghujan. Sementara menggunakan bahan bakar gas, sebagaimana yang belum lama ini mereka terima dari bantuan pemerintah, justru terbersit perasaan takut meledak ditambah dengan makin mahalnya harga gas elpiji itu sendiri.
Alhasil, untuk mengatasi kecemasan itu, sebanyak 18 mahasiswa eks peserta KKN, terdiri atas 17 mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi dan seorang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora, yang pernah mengabdi di lokasi tersebut pada bulan Juli-Agustus yang lalu, mengambil inisiatif untuk membantu warga dalam upaya pengolahan limbah ternak hewan menjadi biogas. Untuk sementara, warga sendiri menerima bantuan berupa digister berjumlah 20 buah dan dibagikan kepada 20 KK yang terdapat di tujuh kampung, yakni Margahayu, Cilember, Cibadak, Baru Sampe, Warung Caringin, Selong, dan Pasir Kemir. Bantuan tersebut diperoleh dari hasil kerja sama mahasiswa eks peserta KKN dengan PT Pertamina Tbk.
Penyerahan bantuan secara simbolis disampaikan langsung Manajer Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Tbk Rudi Sastiawan kepada Kepala Desa Lebak Muncang Asep Sodikin selaku wakil warga. Turut menyaksikan Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Dr Daud Effendy, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Ir Mudatsir Najamuddin MM, dan dosen Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora Drs Adang Asdari MA.
Rudi Sastiawan mengatakan, bantuan digister diharapkan dapat dimanfaatkan warga sebagai salah satu pengganti energi alternatif bagi keperluan rumah tangga, seperti memasak dan sebagainya. Namun, guna memenuhi kebutuhan sekitar 3.000 KK yang ada di Desa Lebak Muncang, Rudi juga berharap warga dapat bergotong royong membuat digister sederhana dan bersifat semi permanen.
“Mengingat adanya keterbatasan, Pertamina tidak dapat memberikan bantuan kepada seluruh warga atau KK. Yang penting bagaimana warga di sini (Desa Lebakmuncang) dapat membuat sendiri peralatan digister meski secara sederhana,” katanya.
Buyung Syahid Abdullah, salah satu eks peserta KKN, menjelaskan, saat dilaksanakan KKN pada Juli-Agustus 2008 lalu, sebagian warga Desa Lebak Muncang melihat adanya potensi dalam pengadaan biogas, yakni berupa limbah ternak sapi. Setelah itu, ia lalu menggandeng Pertamina dalam pengadaan digister untuk mengolah limbah organik tersebut menjadi gas metan. “Langkah pertama kami awali dengan survey, kemudian warga sekitar diberi penyuluhan. Langkah berikutnya, kami lantas menghubungi pihak Pertamina untuk pengadaan peralatannya,” ujar mahasiswa semester VII Jurusan Agribisnis FST itu.
Menurut Buyung, warga mulanya belum memahami secara detail bagaimana proses anaerobik limbah hewan ternak dapat berubah menjadi sebuah energi alternatif. Namun, setelah mendapat bantuan Pertamina dan dilakukan simulasi proses pembuatannya, warga kemudian merespon dengan positif. “Alhamdulillah, warga akhirnya memahami dan mereka mau mengganti kebiasaan menggunakan bahan bakar kayu dengan biogas,” katanya.
Kepala Desa Lebak Muncang Asep Sodikin mengaku senang dengan bantuan digister dari mahasiswa eks peserta KKN dan Pertamina yang diberikan kepada warga di desanya. Pasalnya, warga desa sudah lama bergantung kepada alam dalam penyediaan bahan bakar, seperti kayu, untuk memasak. Dan, ia juga berharap potensi warga yang sebagian besar sebagai petani ladang itu, mampu mengolah limbah hewan ternak sendiri untuk diolah menjadi biogas. “Di desa ini banyak warga yang beternak sapi perah, jadi kami kira tak masalah dengan soal limbahnya sebagai bahan pembuatan biogas,” ujarnya.
Desa Lebak Muncang berada di ketinggian 8.000 meter di atas permukaan laut. Luasnya 8.000 meter persegi ditambah hutan pangkuan desa seluas 400 hektar. Desa ini dihuni oleh 3.000 KK atau 12.600 jiwa. (nanang syaikhu)