Mahasiswa Agribisnis Pelajari Cara Bertani Teh
Kunjungan bertajuk Field Trip: Learn from Pangalengan Agribusiness Zone” ini, bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai perkembangan pertanian di Indonesia. Selain sebagai praktikum, kinjungan tersebut juga menjadi salah satu syarat kelulusan dari beberapa mata kuliah di Prodi Agribisnis.
“Kunjungan ini sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa untuk mata kuliah Pembangunan Pertanian (Pempertan), Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian (MPHP), Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (TPHP), dan Ekonomi Wilayah (Ekwil). Mahasiswa yang tidak ikut dinyatakan tidak lulus (TL),” tegas Ketua Rombongan yang juga dosen mata kuliah MPHP Dr Ir Elpawati, MP saat temu wicara dengan Manajemen PT Perkebunan Nusantara pada Rabu, (13/11). Turut mengikuti rombongan, seluruh dosen pengampu mata kuliah tersebut.
Pada hari pertama, mahasiswa menuju Perkebunan Teh Malabar. Kunjungan diawali dengan temu wicara bersama manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Dalam temu wicara, diberikan penjelesan singkat profil PTPN VIII, kegiatan agribisnis perkebunan teh dimulai dari proses budidaya, pemanenan, hingga pemasaran, serta peran PTPN VIII bagi pembangunan nasional. Kegiatan dilanjutkan dengan melihat pabrik pemrosesan pengolahan tanaman teh menjadi olahan teh berkualitas ekspor
“Perkebunan ini merupakan yang tertua di Jawa Barat dan didirikan oleh Boscha pada abad ke-18. Perkebunan ini mampu memberikan devisa kepada negara sebesar Rp 87 milyar per tahun dengan produksi teh sebanyak 12 ton per hari. Komoditas teh di perkebunan ini 70 persen berorientasi ekspor yang sebagian besar dipasarkan ke Jepang, Amerika Serikat, Eropa, Asia Timur, dan Timur Tengah.” jelas Unit Manager Perkebunan Teh Malabar Ir Dicky Tjandra saat menerima rombongan.
Di Perkebunan Teh Malabar ini, beberapa mahasiswa berkesempatan untuk berdialog dengan masyarakat perkebunan teh Malabar yang berprofesi sebagai pemetik teh. Dalam dialog terungkap, para pemetik teh hanya mendapatkan Rp 300 dari tiap kg teh yang mereka petik. “Setiap hari kami kerja dari pagi hingga sore diharuskan memetik teh sebanyak 30 kg. Dengan harga yang demikian, kami membawa uang sebesar Rp 9.000 per hari,” ujar Mbah Oya, perempuan berusia 59 tahun yang berprofesi sebagai pemetik sejak 15 tahun lalu.
Setelah mendengar keluhan tersebut, rasa idealisme mahasiswa pun muncul. Mereka menyimpulkan, keuntungan yang diperoleh perusahaan, ternyata tidak berpengaruh pada kesejahteraan pemetik teh. ”Apa yang bisa dilakukan dengan uang Rp 9.000 per hari. Itupun kerja dari pagi hingga sore. Kami salut dengan perjuangan ibu-ibu,” ujar mahasiswa semester V Budi Imami Harahap.
Di hari kedua, mahasiswa melanjutkan kunjungan menuju Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Seperti kunjungan sehari sebelumnya, kunjungan ini diawali dengan temu wicara. Dalam temu wicara diungkap bahwa KPBS Pangalengan merupakan salah satu koperasi terbesar di Indonesia yang memiliki 7569 anggota, yang terdiri atas 4874 anggota aktif dan sisanya tidak aktif. KPBS ini mampu mensejahterakan anggotanya dengan memiliki omzet hingga Rp 200 milyar per tahun. Selanjutnya, mahasiswa diajak melihat pabrik pengolahan susu atau yang dikenal dengan nama Milk Treatment (MT).
“Setiap anggota memiliki 5-10 ekor sapi perah. Susu diambil 2 kali, setiap pagi dan sore. Keuntungan yang dibagi melalui rapat anggota dari omzet yang diterima mampu mensejahterakan mereka. Secara garis besar, pola agribisnis KPBS ini bergerak dimulai dari proses budidaya, pemasaran hasil budidaya, dan penunjang usaha seperti penyuluhan, pemberian kredit mikro, dan lainnya,” ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol KPBS Pangalengan Andri Subandrio, S Pt
Andri menambahkan, semenjak berdiri, koperasi ini telah berhasil menyabet berbagai penghargaan. Terakhir, penghargaan sebagai Koperasi Berkinerja Terbaik yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara saat Peringatan Hari Koperasi Nasional beberapa waktu lalu. [Lutfi Destianto/Nif/Ed]