Kuliah Umum Magister Ilmu Al-Qur’an Bahas Tantangan dan Inspirasi Studi Al-Qur’an Terkini

Kuliah Umum Magister Ilmu Al-Qur’an Bahas Tantangan dan Inspirasi Studi Al-Qur’an Terkini

Fakultas Ushuluddin, Berita UIN Online- Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin melangsungkan kuliah umum Studi Qur’an Temporer. Mengulik “Tantangan dan Kisah Inspiratif Perjalanan Studi Al-Qur’an Kontemporer di Amerika dan Indonesia” menjadi tema yang dibawakan pada Senin (24/6/2024).

Pemateri yang hadir dalam kuliah umum tersebut, di antaranya dari Associate Professor Department of Theology University of Notre Dame, Mun'im Sirry M.A., Ph. D dan Guru Besar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Prof Kusmana M.A., Ph. D. Tak lupa, acara diawali oleh sambutan Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Ismatu Ropi, M.A., Ph. D.

Dalam materinya, Mun'im membawa materi berjudul “New Developments in the Academic Study of the Al-Qur'an”. Di antara pembahasannya terdapat topik keunikan Al-Qur’an yang banyak menarik perhatian akademisi. 

Keunikan itu dilihat dari aspek historis, sastra, teologis, dan biografi Nabi Muhammad. Keunikan tersebut dapat menjadi inovasi untuk penelitian Al-Qur’an selanjutnya.

Mun’im menjelaskan, secara historis, Al-Qur’an menjadi kitab berbahasa Arab pertama di bumi. Lalu, katanya, dilihat dari koherensi strukurnya, naskah Al-Qur’an tidak urut, sehingga dapat diteliti maksud kitab tersebut.

“Dahulu, mengenal kajian (Al-Qur’an) sulit dipahami. Contohnya, di awal (Al-Qur’an) bukan terdapat surat pertama, melainkan Al-Baqarah yang membahas banyak topik sehingga menarik perhatian dan sarjana (membutuhkan) banyak energi untuk mengulik koherensi Al-Qur’an,” jelas Mun’im.

Lalu, Mun’im memaparkan penjelasan yang mematahkan pernyataan Al-Qur’an banyak bahas agama paganisme di Arab. Ia meluruskan bahwa di Al-Qur’an lebih banyak membahas Yahudi dan Kristen.

“Justru banyak pembahasan mengkiritik yahudi dan kristen, bahkan hampir di setiap halaman Al-Qur’an. Pembahasan klaim kritik paganisme ini pun mulai dipertanyakan,” ujar Mun’im. 

Kemudian, materi selanjutnya dijelaskan oleh Kusmana. Ia menegaskan bahwa Nabi Muhammad tak dapat disamakan oleh robot yang sekadar menyampaikan firman Allah. Namun, Nabi Muhammad juga berusaha mengelola firman itu agar mudah diterima. 

“Nabi Muhammad memiliki peran progresif dan tidak pasif. Walaupun, hal ini terus menjadi perdebatan yang tidak berujung,” kata Kusmana.

Selain itu, ia juga menyinggung kekekalan wahyu yang diterima Nabi Muhammad. Kusmana mengatakan, makna dari wahyu itu bersifat rapuh kecuali penjagaan maknanya tetap dijaga.

“Sunni dan syiah masih bertahan bukan karena mereka hebat, tapi karena mereka punya penjaga yang menciptakan dinamika,” tutur Kusmana.

Kusmana menegaskan, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad tidak bisa diabaikan sebab keduanya pembawa Islam hingga sekarang. Maka, katanya, perlu memberi ruang akademisi memproduksi pikiran barunya tentang Islam yang ikut berkembang sesuai kehidupan.

“Di dalam mazhab pemikiran ada kekurangan dan kelebihan. Jadi, kita harus menerima perbedaan pandangan itu dan terbuka dengan pandangan dingin tanpa menihilkan salah satunya,” ucap Kusmana.

(Febria Adha Larasati/Fauziah Muslimah/Noeni Indah Sulistiyani/ Foto: Indra Aldiansyah)