Kitab-Kitab Allah
Mempercayai dan meyakini sepenuh hati kitab-kitab suci yang pernah diturunkan Allah SWT kepada para nabi-Nya merupakan salah satu rukun iman yang sangat penting bagi setiap mukmin. Karena melalui kitab-kitab Allah, mukmin mengetahui dan memahami risalah atau ajaran-Nya, baik berupa perintah-perintah, larangan-larangan, doa-doa maupun janji-janji, dan ancaman-ancaman-Nya. Kitab-kitab Allah itu merupakan petunjuk dan pedoman hidup bagi-nya untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Beriman kepada kitab Taurat yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa AS, Zabur kepada Nabi Daud AS, Injil kepada Nabi Isa AS, dan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW merupakan bagian integral dari iman kepada Allah SwT dan Rasul-Nya. Tidak disebut mukmin, apabila ia mengingkari keberadaan kitab-kitab-Nya tersebut. Bahkan, orang yang tidak mengimani kitab-kitab-Nya dinilai tersesat jauh dari jalan yang benar. Dalam konteks ini, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (QS an-Nisa’/4: 136)
Bagi umat Nabi Muhammad SAW, kitab-kitab tersebut merupakan wahyu Allah, bersumber dari Allah, diturunkan kepada Rasul-Nya, berisi ajaran utama yang sama, yaitu tauhid (mengesakan dan menyembah Allah SWT semata), meskipun syariatnya tidak sama, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Mengimani kitab-kitab Allah hukumnya fardhu ’ain (wajib bagi setiap muslim). Karena itu, muslim yang mengingkari dan menolak kitab-kitab-Nya dapat dinilai murtad (keluar dari ajaran Islam).
Menurut Sayyid Quthub dalam tafsirnya, Fi Zhilal al-Qur’an, beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir bagi mukmin merupakan fitrah manusia. Artinya, manusia diciptakan oleh Allah dengan modal spiritual berupa kecenderungan natural untuk mengimani Allah SWT, termasuk kitab-kitab-Nya. Oleh karena itu, “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS ar-Rum/30:30)
Bagi kita, mengimani kitab suci Al-Qur’an tidak sekadar mempercayai wahyu yang diturunkan Allah melalui Jibril AS kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga wajib membaca, mempelajari, memahami, menghayati, dan menjadikannya sebagai pedoman hidup dengan mengamalkan isi kandungannya sesuai kemampuan secara maksimal. Al-Qur’an juga dipercaya sebagai kitab suci abadi, mukjizat terbesar, selalu relevan dan aktual dengan kehidupan manusia hingga hari kiamat. Al-Qur’an diyakini sebagai referensi yang memandu jalan hidup menuju kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
Keberadaan kitab-kitab Allah itu merupakan bukti autentik bahwa Allah itu Maha Pemberi Petunjuk (al-Hadi) bagi kehidupan manusia agar tidak tersesat. Dengan kitab-kitab suci tersebut, Allah menghendaki manusia berada di jalan kebenaran dan kebaikan. Karena itu, mengimani kitab-kitab suci sejatinya merupakan manifestasi kebajikan dan kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman dengan Allah swt, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi….” (QS. al-Baqarah/2: 177).
Dengan mengimani kitab-kitab-Nya, keimanan kepada Allah meningkat, sehingga spirit menempuh jalan kebenaran dan kebaikan (agama Islam) semakin menguat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan hidup personal dan sosial. Dengan memedomani kitab suci, mukmin semakin termotivasi untuk mendekatkan diri kepada-Nya, baik melalui ibadah personal maupun ibadah sosial, sehingga dapat meraih derajat takwa setinggi mungkin di mata Allah SwT.
Mengimani kitab-kitab Allah, khususnya Al-Qur’an, merupakan jaminan kebenaran dan kedamaian hati karena ajaran tauhid (akidah), ibadah, muamalah, akhlak, dan sebagainya sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Karena itu, kita harus percaya diri bahwa meyakini kitab suci sepenuh hati itu dapat menumbuhkan optimisme, etos fastabiqul khairat, dan spirit jihad menegakkan agama Allah dalam rangka meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Semoga!
Penulis adalah Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kaprodi Magister PBA FITK. Artikelnya dimuat dalam Suara Muhammadiyah 25/107, 22 Jumadal Ula – 7 Jumadal Tsaniyah 1444 H.