Ketika Duka Menjadi Kekuatan: Kisah Sanusi Menggapai Predikat Terbaik FISIP UIN Jakarta

Ketika Duka Menjadi Kekuatan: Kisah Sanusi Menggapai Predikat Terbaik FISIP UIN Jakarta

TMII, Berita UIN Online – Suasana gembira memenuhi ruang Aula Krakatau Grand Ballroom Taman Mini Indonesia Indah (TMII) saat ribuan wisudawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengikuti Sidang Senat Terbuka Wisuda Akbar ke-138, Selasa (2/12/2025). Diantara toga hitam berbaris rapih, hadir cerita-cerita perjuangan yang tak pernah terlihat di balik layar.

Salah satunya datang dari Muhammad Sanusi, peraih peredikat Wisudawan dan Skripsi terbaik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta. Dari kejauhan, ia tampak tenang berdiri di panggung penghormatan. Namun dibalik senyum yang ia tunjukkan, ada kisah tentang tekad, kehilangan, dan kekuatan untuk bangkit kembali.

Sejak awal kuliah, Sanusi telah menanamkan tekad untuk menjadi lulusan terbaik. Namun perjalanan tidak selalu sesuai rencana. “Di beberapa semester nilai saya sempat turun. Saat itu saya benar-benar menurunkan niat untuk mengejar predikat wisudawan terbaik. Bahkan saya sempat hampir menyerah,“ ujarnya.

Belum selesai menghadapi tantangan kuliah, ujian lain yang jauh lebih berat datang menghampirinya, disaat kelulusan hanya tinggal selangkah lagi, kakek dan nenek, dua sosok yang sangat berarti dan menjadi sumber kekuatannya sejak kecil mengalami jatuh sakit parah secara bersamaan. Kondisi tersebut terjadi tepat di tengah masa revisi dan deadline skripsi yang semakin ketat.

“Di titik itu rasanya seperti mustahil untuk melanjutkan semuanya, bahkan untuk membayangkan diri saya ikut wisuda,” kenangnya. Fokusnya pun terpecah, semangatnya merosot seakan hilang arah, antara tugas kuliah dan kondisi orang tercinta yang terus memburuk. 

Hingga hari paling berat itu tiba. Kakeknya, sosok yang selalu menunggu melihatnya menjadi sarjana dan tak pernah berhenti membanggakan setiap langkah pendidikannya, menghembuskan napas terakhir sebelum sempat melihatnya mengenakan toga. “Saat menerima kabar itu, saya merasa seluruh tenaga dan tekad saya runtuh. Saya tidak hanya kehilangan beliau, tapi juga kehilangan sebagian alasan terbesar saya berjuang,” tuturnya.

Kepergian sang kakek meninggalkan memori indah yang sulit dilupakan, namun dari situlah Sanusi menemukan kembali kekuatannya. Sanusi memilih melanjutkan perjuangan demi harapan keluarga, demi doa yang tak pernah putus, dan demi amanah yang pernah disampaikan kakeknya “selesaikan pendidikanmu”.

Kebanggan itu bukan hanya dirasakan Sanusi. Di barisan tamu undangan, Benyamin, wali sekaligus sosok ayah yang mendampinginya sejak awal, tak mampu menyembunyikan rasa harunya. “Bahagia sekali melihatnya berpidato berdiri gagah didepan teman-temannya, saya sangat bersyukur pada Allah. Alhamdulillah,” jelasnya.

Bagi ayahnya, perjalanan mendampingi putranya bukanlah perkara materi atau pengorbanan besar yang harus diumbar. Semua ia lakukan dengan tulus. “Ya seadanya saja saya nggak ambil pusing, juga nggak minta apa-apa. Yang penting saya selalu doakan, supaya anak saya dikasih kelancaran dalam kuliah,” ungkapnya.

Doa, bagi sang ayah, adalah bentuk dukungan paling murni yang bisa ia berikan. Ia mengakui bahwa melihat Sanusi tumbuh, belajar, dan akhirnya berdiri sebagai wisudawan terbaik adalah perubahan besar yang membuatnya sangat bangga. “Mudah-mudahan ke depannya dia bisa pakai ilmunya dan selalu bermanfaat buat dirinya serta buat semua orang,” harapnya.

Hari itu, di tengah keramaian dan tepuk tangan yang meriah, kisah Sanusi menjadi pengingat bahwa keberhasilan tidak lahir dari kerja keras semata, tetapi juga dari doa yang tak pernah putus serta keteguhan hati untuk tetap berdiri meski diterpa ujian paling berat.

Wisuda Akbar Ke-138 UIN Jakarta pun bukan sekadar perayaan pencapaian akademik, melainkan penanda atas cinta, pengorbanan, dan harapan yang akhirnya dapat terbayar.

Diketahui, skripsi yang Sanusi selesaikan dibidang Ilmu Sosial dengan judul skripsi “Komodifikasi Budaya Someah pada Industri Pariwisata Desa Taraju Tasikmalaya : Kajian Etika dan Representasi Budaya” dengan Indeks Prestasi Kumulatif 3.91.

(Fathan Rangga/Fauziah M./Zaenal M./Muhamad Arifin Ilham/Foto: Muhammad Yahya)