Kenali Definisi Kesehatan Mental dan Cara Menanganinya

Kenali Definisi Kesehatan Mental dan Cara Menanganinya

Aula Student Center, BERITA UIN Online - Pekerja sosial adalah profesi berbasis praktik dan disiplin akademis yang mempromosikan perubahan dan pengembangan sosial, kohesi sosial, pemberdayaan dan pembebasan orang. Prinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia, tanggung jawab kolektif dan penghormatan terhadap keragaman merupakan inti dari pekerjaan sosial.

Demikian disampaikan Ketua II Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) Nurul Eka Hidayati saat menjadi pembicara pada Mental Talk Pekan Raya Kesejahteraan Sosial 2022 bertajuk “Knowing, Recognizing, and Caring” di Aula Student Center, Senin (10/10/2022).

Acara Mental Talk diselenggarakan oleh Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta dan sekaligus untuk merayakan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober.

Nurul menjelaskan, IPSPI merupakan wadah bagi para profesi pekerja sosial seperti para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IPSPI memiliki program untuk memastikan keilmuan dan praktik pekerja sosial agar berjalan dengan baik dan hal yang perlu diperhatikan oleh pekerja sosial termasuk kode etiknya.

“Secara garis besar, semua profesi punya peranan dalam kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa bukan hanya masalah medis tapi juga masalah sosial. Di Indonesia hal itu tertera dalam UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, terutama pada Pasal 19 ayat (2) yang menyebutkan bahwa kewenangan diagnosa itu berada pada dokter spesialis kejiwaan, psikolog, dan dokter umum,” ungkapnya.

Nurul menambahkan, kesehatan mental adalah kapasitas individu, kelompok, dan lingkungan untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara mempromosikan kesejahteraan subyektif, pengembangan optimal, dan penggunaan kemampuan mental (kognitif, afektif dan relasional). Kesehatan mental juga berupa pencapaian tujuan individu dan kolektif yang konsisten dengan keadilan dan pencapaian serta pelestarian kondisi kesetaraan mendasar.

Faktanya, kata dia, depresi merupakan gangguan jiwa yang paling umum dialami oleh para remaja, tapi rata-rata orang takut merasa depresi. Mengenai hal itu, jelas Nurul, maka lingkungan itu harus mendukung dengan orang yang depresi.

“Jika kita merasa sedih atau stres, ya silakan sedih dan stres kalau kenyataannya seperti itu. It’s okay kalau stres, kalau sedih karena itu emosi sehat. Tapi kalau sudah merasa tidak enak bisa komunikasikan ke ahli,” tandas ibu tiga anak itu.

Menurut dia, ada tiga hal yang harus diperhatikan dan dilatih agar jiwa tetap sehat, yaitu aspek kognitif, afektif, dan relasi. Pertama, kognitif itu kemampuan untuk mengungkapkan dan membahasakan isi pikiran. Kedua, afektif yaitu mampu menunjukkan perasaan kasih sayang pada tempatnya. Ketiga, relasi sosial yaitu mampu berelasi sosial.

Membuka diri, memahami diri, dan komunikasi dengan ahli adalah tiga langkah penting untuk kesehatan jiwa. Stres memang hal yang sulit dihindari, tapi inilah pentingnya mengelola stres.

“Perlu diingat jangan ada stigma negatif saat orang ke psikolog maupun psikiater. Salah satu cara mengurangi stigma negatif  itu mulailah mendengarkan curhatan teman dengan empati. Kita harus menganggap orang dengan gangguan jiwa itu seperti orang yang rambutnya kriting, kribo, lurus,  kulit putih, dan hitam,”  saran wanita berrambut panjang tersebut.

Hal itu jadi keberagaman mainstream yang harus dibawa. Dirinya juga menilai, kegiatan tersebut menjadi cara mengurangi stigma karena dapat membangun kesadaran mengenai pentingnya kesehatan mental.

Di sisi lain, Kepala Program Studi (Kaprodi) Kesejahteraan Sosial, Ahmad Zaky, dalam sambutannya menyampaikan bahwa dari data Kementrian Sosial terdapat ratusan ribu warga Indonesia yang menderita kesehatan mental. Beberapa kendala dalam menangani kesehatan mental di Indonesia, sebut dia, yaitu adanya stigma di keluarga sebagai aib.

“Karena itu, keluarga menutupi penanganan pertama bagi anggotanya yang mengalami gangguan mental. Bahkan ada beberapa orang yang mengalami gangguan mental justru dipasung di rumah,” paparnya.

Kendala lainnya, kata dia, mereka tidak mau melakukan pengobatan untuk kesembuhan penderita selain akses kesehatan yang belum merata di wilayah Indonesia.

“Data Kemenkes membuktikan terdapat sembilan juta lebih orang terkena gangguan mental rata-rata berada pada usia di atas 15 tahun,” tutupnya. (falah aliya)