Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 dan Isu Myanmar
INDONESIA saat ini sedang menggelar KTT ASEAN ke-43 tanggal 5 hingga 7 September 2023. Tema sentral yang diusung dalam KTT ini adalah Epicentrum of Growth. Dengan membawa tema ini, ASEAN ingin menunjukkan pengaruhnya sebagai pemain kunci dalam pertumbuhan ekonomi dan stabiltas Kawasan. Artinya bukan hanya soal bersama ekonomi yang saling menguntungkan yang menjadi perhatian. Namun stabiltas Kawasan juga menjadi isu penting dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut.
Dalam pidatonya saat membuka sesi retreat KTT ASEAN Selasa lalu, Jokowi menyoroti kembali persoalan Myanmar yang tidak kunjung rampung. Sehingga harus menjadi perhatian penting ASEAN untuk terus berupaya mencari solusi untuk mengakhiri krisis politik di negara tersebut. Pernyataan itu menyiratkan bahwa krisis politik Myanmar saat ini adalah masalah terberat ASEAN dalam bidang keamanan dan stabilitas kawasan. Juga menjadi ujian Indonesia sebagai ketua ASEAN mampukah membawa Myanmar keluar dari krisis politik yang sudah berlangsung 2 tahun terakhir.
Krisis Politik Myanmar dan Masalah Kemanusiaan
Sejak kudeta militer berlangsung 1 Februari 2021 hingga kini, kekerasan junta militer tidak berhenti. Bahkan terus berlangsung kepada gerakan pro demokrasi maupun etnis minoritas yang beroposisi terhadap rejim. Hal itu bisa dilihat dari korban dari aksi kekerasan yang terus meningkat. Menurut laporan PBB tersebut, paling tidak 3000 warga sipil tewas, menahan lebih dari 19.000 orang, dan menyebabkan 1,5 juta orang mengungsi. Belum lagi puluhan ribu rumah, sekolah, dan fasilitas sipil yang rusak akibat serangan militer. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah.
Karena tidak ada tanda-tanda junta militer menghentikan tindakan kekerasan kepada kelompok pro demokrasi dan etnis minoritas. Kekerasan itu makin mengerikan. Junta tidak hanya menebar teror dengan menurunkan Light Infantry Division 77, pasukan yang memiliki reputasi buruk soal HAM karena keterlibatannya dalam pembantaian etnis Rohingya. Junta militer sekarang mengerahkan pesawat-pesawat tempurnya menyerang warga sipil.
Kita masih ingat April lalu pesawat tempur dan helikopter junta militer melancarkan serangan udara di Desa Pazigyi, Wilayah Sagaing Selatan. Korban tewas dalam serangan itu mencapai 100 orang dengan 30 diantaranya adalah anak-anak. Itulah sebabnya, diperlukan tindakan tegas dan kongrit dari komunitas internasional untuk mengakhiri krisis kemanusiaan tersebut. Intimidasi serius juga dilakukan junta terhadap tahanan politik dengan melakukan eksekuti mati.
Hal yang tidak pernah dilakukan rezim militer sebelumnya. Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan bahwa pemerintah telah mengeksekusi hukuman mati empat tahanan politik pada 22 Juli 2022 tahun lalu. Keempat tahanan politik itu adalah Kyau Min Yu, Phyo Zayar Thaw, Hla Myo Aung, dan Aung Thura Zaw (AAPP, 2022). Satu dari keempat tahanan politik yang dieksekusi mati itu adalah mantan anggota parlemen dari Partai NLD. Yaitu Phyo Zayar Thaw, dituduh melanggar UU Terorisme Kyau Min Yu atau yang akrab dipanggil Jimmy adalah aktivis politik. Sedangkan dua lainnya dieksekusi atas tuduhan membunuh perempuan yang mereka duga sebagai informan junta militer. Masih menurut laporan AAPP, keempat tahanan politik itu dieksekusi tanpa melalui proses yang adil dan diduga telah mengalami siksaan selama masa penahanan.
Eksekusi hukuman mati terhadap tahanan politik itu tidak akan berhenti di sini.Karena puluhan tahanan politik lain lainnya terancam menghadapi hukuman mati. Menurut informasi Yuyun Wahyuningrum, wakil Indonesia pada Komisi HAM antarpemerintah ASEAN (AICHR), ada 41 lagi tahanan politik yang siap dieksekusi dalam beberapa waktu mendatang.
Peran Strategis Indonesia
Keterlibatan Indonesia dalam menyelesaikan krisis Myanmar penting untuk dilakukan karena reputasi dan kapasitas Indonesia. Baik sebagai middle power yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara maupun posisi keketuaan ASEAN yang diemban Indonesia tahun 2023 ini. Di akhir KTT ASEAN ke -42 di Labuan Bajo Mei lalu, Presiden Jokowi pun menegaskan bahwa Indonesia siap berbicara dengan siapapun, termasuk junta dan stakeholder di Myanmar untuk untuk kepentingan kemanusiaan. Reputasi Indonesia sebagai negara yang banyak terlibat dalam perdamaian dunia tidak perlu diragukan lagi.
Selain mandat konstitusi, politik luar negeri bebas aktif diarahkan untuk mendukung stabilitas dan perdamaian internasional. Indonesia turut memediasi konflik antara Thailand dan Kamboja terkait masalah Kuil Preah Vihear pada 2011 lalu. Hingga dimintanya Indonesia oleh Presiden Afganistan untuk terlibat dalam proses perdamaian di negaranya pada 2017 lalu. Contoh tersebut merupakan bukti dan rekognisi internasional akan kapabilitas Indonesia. Demikian juga dengan kasus Myanmar. Indonesia sebenarnya telah berbuat banyak mendorong perdamaian dalam konflik Rohingya adalah bagian penting kontribusi Indonesia. Tujuannya untuk memastikan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM tetap dipegang dalam penyelesaian konflik. Formula 4 + 1 yang diusulkan Indonesia setelah Menlu Retno Marsudi bertemu Penasehat Negara Aung San Suu Kyi sebagai resolusi konflik di negeri itu.
Hasil diplomasi tersebut adalah kepercayaan yang diberikan pemerintah Myanmar kepada Indonesia. Untuk turut terlibat dalam penyelesaian konflik melalui humanitarian aids. Sayangnya upaya-upaya tersebut terhenti sejak krisis politik melanda Myanmar pasca kudeta militer Februari 2021 lalu. Bahkan akademisi dari Flinder University, Priyambudi Sulistyanto, juga menilai Indonesia adalah negara yang tepat dalam membantu menyelesaian krisis politik di Myanmar. Pertama, Indonesia punya pengalaman dalam mewujudkan sistem yang otoriter menjadi demokrasi hingga mampu melakukan sistem pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung.
Kedua, posisi Indonesia sebagai “jangkar” karena 50 persen penduduk ASEAN tinggal di Indonesia (Bonasir, 2021). Selain itu, kesuksesan Indonesia dalam melakukan reformasi dalam tubuh TNI yang menjadikan TNI sekarang profesional, bebas dari politik, taat pada penegakan HAM, merupakan pengalaman yang dapat ditansformasikan kepada Myanmar. Karena berbicara soal krisis politik Myanmar maka reformasi militernya juga harus diletakkan sebagai fondasi penting pembangunan politik di negeri itu. Mengingat kokohnya kekuasaan militer selama berpuluh tahun. Catatan-catatan di atas memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki modal yang cukup untuk melanjutkan kembali diplomasi dan dialog dengan junta militer pasca kudeta Februari 2021.
Memang sempat ada dialog antara Menlu Retno Marsudi dengan U Wunna Maung Lwin, Menlu Myanmar pada 24 Februari 2021 membahas situasi di Myanmar setelah kudeta. Namun setelah itu rasanya tidak ada lagi kontak pemerintah Indonesia dengan junta yang terekspos di publik. Apa yang sudah dibangun dan dimainkan Indonesia sebelumnya harus dilanjutkan. Indonesia harus membuka kembali komunikasi dengan junta militer dan mendorong pembukaan akses kemanusiaan untuk etnis minoritas maupun tahanan politik. Indonesia juga harus memanfaatkan kedekatannya dengan Cina saat ini untuk concern di krisis kemanusiaan di Myanmar. Juga menekan junta militer untuk membuka diri dan melanjutkan transisi politik.
Cina adalah negara konsisten mendukung dan memberikan bantuan terhadap Myanmar. Kemampuan negeri ini bertahan dari sanksi-sanksi internasional diperkirakan. Karena negeri ini mendapat dukungan logistik dan militernya dari Cina sebagai sahabat baiknya. Posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023 mengamanatkan Indonesia untuk mengawal ASEAN kompak dan bertindak secara kesatuan dalam menyikapi persoalan di Myanmar. Prinsip engangement bukan recognition terhadap junta militer.
Hari ini lebih separuh jalan keketuaan Indonesia dalam ASEAN, perlu gerak cepat untuk mengambil langkah nyata dan yang paling penting tanpa dibatasi jabatan keketuaan ASEAN yang tahun depan akan beralih ke negara lain.Indonesia harus meneruskan kembali dialog dengan stakeholder di Myanmar. Khsususnya dengan junta militer, untuk menghentikan kekerasan dan penyaluran bantuan kemanusiaan kepada warga sipil. Jabatan ketua ASEAN yang diamanahkan kepada Indonesia hendaknya menjadi tantangan bagi Indonesia untuk membawa kemajuan dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di Myanmar.***(FNH)
Dr M Adian Firnas, Dosen Hubungan Internasional, FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Artikelnya di publikasikan Kamis, 7 September 2023 di Kolom Opini Suara Merdeka, dapat do akses di https://www.suaramerdeka.com/opini/0410084652/keketuaan-indonesia-di-asean-2023-dan-isu-myanmar