KARAKTERISTIK TIGA GOLONGAN MANUSA

KARAKTERISTIK TIGA GOLONGAN MANUSA

Oleh: Syamsul Yakin Dosen Pascasarjana KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Qathrul Ghaits, manusia terbagi atas tiga golongan. Pertama, orang-orang beriman yang mukhlis dalam keimanannya. Ia berikrar dengan lisannya, membenarkan dengan hatinya, dan berbuat dengan raganya.

Al-Qur’an memberi ciri orang beriman ini. Pertama, “Mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka” (QS. al-Baqarah/2: 3). Ciri ini berdimenasi akidah dan syariah.

Kedua, “Dan mereka yang beriman kepada (al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelummu, dan mereka yakin adanya akhirat” (QS. al-Baqarah/2: 4). Ciri ini merambah pada soal eskatologis.

Ketiga, “Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. al-Baqarah/2: 5). Keberuntungan yang didapat bersifat material dan spiritual, imanen dan transenden. Bahkan di akhirat kelak bersifat permanen.

Selanjutnya, menurut Syaikh Nawawi Banten golongan kedua adalah orang kafir yang ingkar dalam kekafirannya. Mereka mendeklarasikan ingkar dengan lisannya dan tidak beriman dengan hatinya. Dalam al-Qur’an, orang kafir hanya memiliki dua ciri saja.

Pertama, “Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka kamu (Muhammad) beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan , mereka tidak akan beriman” (QS. al-Baqarah/2: 6). Inilah karakteristik “kepala batu” orang-orang kafir yang pertama.

Kedua, “Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka mendapat azab yang berat” (QS. al-Baqarah/2: 7). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, azab yang ditimpahkan bagi mereka selain berat juga permanen.

Berikutnya, menurut Syaikh Nawawi Banten golongan ketiga adalah orang-orang munafik yang suka mencari muka dalam kemunafikannya. Dia berikrar secara oral, namun tidak beriman di hatinya, dan kerap mencari muka orang-orang beriman.

Ciri pertama mereka adalah, “Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman” (QS. al-Baqarah/2: 8). Inilah ciri hipokrit mereka yang pertama.

Kedua, “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari” (QS. al-Baqarah/2: 9). Alasannya, di dunia lambat-laun rahasia mereka akan terkuak sedangkan di akhirat kelak mereka mendapat azab.

Ketiga, “Dalam hati mereka ada penyakit. Lalu Allah menambah penyakit itu, kemudian mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta” (QS. al-Baqarah/2: 10). Tampaknya Allah SWT ingin memberi informasi agar berhati-hati dengan ciri ini.

Keempat, “Dan apabila dikataka kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi”. Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan” (QS. al-Baqarah/2: 11). Tampaknya orang munafik gemar sekali bersilat-lidah dan membantah. Kelima, sejauh ini mereka berbuat kerusakan secara sistemik dalam berbagai segi dan dimensi. Oleh karena itu Allah SWT kabarkan, “Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan , tetapi mereka tidak menyadari” (QS. al-Baqarah/2: 12). Keenam, “Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”. Mereka menjawab “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?” (QS. al-Baqarah/2: 13).

Mereka kerap merendahkan kaum muslimin. Padahal yang dikatakan tidak berkorespondensi dengan kenyataan. Buktinya, Allah SWT melanjutkan ayat-Nya, “Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu”.

Ketujuh, inilah ciri yang paling kentara dari kemunafikan mereka dan ini terjadi di kehidupan keseharian dalam beragam fragmen kehidupan, “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman”.

Namun kenyataannya, Allah SWT lanjutkan, “Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok” (QS. al-Baqarah/2: 14). Maka itu berhati-hatilah.

Kedelapan, tentu Allah SWT tidak tinggal diam. Orang-orang beriman senantiasa mendapat pertolongan. Allah SWT tegaskan, “Allah akan memperolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan” (QS. al-Baqarah/2: 15).

Kesembilan, “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk” (QS. al-Baqarah/2: 16). Mereka rugi dalam perniagaan dunia dan akhirat sekaligus.

Kesepuluh, “Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat” (QS. al-Baqarah/2: 17).

Kesebelas, sampai di sini dapat disimpulkan bahwa alat indra mereka tidak bisa digunakan untuk menerima hidayah. Allah SWT tegaskan, “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (QS. al-Baqarah/2: 18).

Kedua belas, lebih detil namun subtil lagi, perumpamaan keadaan mereka itu, “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat” (QS. al-Baqarah/2: 19). Jadi, menjadi munafik itu sesungguhnya berat dan melarat.

Pada sambungan ayat itu, Allah SWT ilustrasikan lagi keadaan mereka, “Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati, Allah meliputi orang-orang yang kafir”. Jadi, mereka juga takut mati.

Ketiga belas, “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti” (QS. al-Baqarah/2: 19). Sungguh kesulitan tak berperi.

Namun sebegitu pedih dan sedihnya keadaan mereka, dalam sambungan ayat itu Allah SWT memberi ultimatum, “Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”.

Secara matematis, dalam dua puluh ayat pertama surah al-Baqarah ini, tentang orang-orang beriman dibicarakan dalam lima ayat atau 25 persen dari keseseluruhan. Itu karena dipahami bahwa orang-orang mukmin meyakini ayat pertama dan kedua surah al-Baqarah.

Namun cukup menggelitik, mengenai orang-orang kafir Allah SWT hanya menjelaskan karakteristik mereka dengan dua ayat saja atau 10 persen saja. Berbeda halnya saat Allah SWT menceritakan ciri khas orang-orang munafik, yakni 13 ayat atau 65 persen.(sam/mf)