Jembatan Integrasi Antara Cabang Ilmu Rasional, Eksakta dan Agama

Jembatan Integrasi Antara Cabang Ilmu Rasional, Eksakta dan Agama

Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara

Kebenaran tidak hanya datang dari rasio, tetapi pemecahan masalah yang praktis tiada cara lain untuk menggunakan rasio. Gairah dan emosi keagamaan yang tinggi bisa mencapai revolusi, tapi ia harus diselesaikan dengan emosi. Pemikiran rasional, logis, dan sistematis itulah yang disumbangkan Filsafat. Proses berpuluh tahun untuk mendapatkan kebenaran yang datang langsung darinya itu juga berujung pada pengetahuan otentik dan keyakinan kuat serta konkret.

Filsafat Islam dan Barat berada di masa setelah Renaissance dan sekularisasi, berpadu dengan lingkup sains. Tuhan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang penting—para filsuf pun banyak yang ateis. Filsafat dan Sains didasarkan pada salah satu aliran empirisme dan positifnya mereka tidak lagi membahas Tuhan. Sadram menjadi awal mula Filsafat menjadi komprehensif karena penggabungan berpartitik, misalnya Isroki dengan Tasawuf atau kajian Al-Qur’an yang dilihat akan jadi satu dari sudut pandang Filosofis Iran.

Karya itu hidup menjadi dialog peradaban yang menjadikan masyarakat awam mengerti dengan tulisannya. Ibnu Sina tidak meninggalkan bidang lain, misal dalam ilmu teoritis. Ilmu rasional yang digunakan membagi filsafat menjadi empat bagian. Logika sebagai alat berpikir dan kunci menganalisis pikiran. Ilmu alamiah bagian tidak terpisahkan dari filsafat dengan adanya astorsif. Meteorologi mempelajari apa yang di langit dan di bumi.

Ilmu praktis yang mengetahui benda sebagaimana adanya, tetapi tindakan manusia itulah satu lingkup individu, yaitu ilmu Akhlak. Filsuf dengan polimer—mengerti banyak hal menjadikannya tidak mudah mudah dipahami. Tidak hanya berbicara metafisik Tuhan dan roh, tetapi semua cabang ilmu dipahami.  Keseimbangan dari sisi rasional dan keilmuan juga menjadikan Filsafat meraih pengetahuan otentik tentang kebenaran melalui pengalaman dan pembersihan hati.

Pentingnya basis filosofis integrasi ilmu agama dan umum berdasarkan pada pengkajian terhadap alam dan ilmu agama terhadap Al-Qur’an—bertemu pada titik kenyataan bahwa Al-Qur’an dan a alam adalah ayat Allah Swt. Manusia terdistraksi dengan pandangan epistemologi Barat yang membuatnya berhenti membaca alam sebagai ayat-Nya. Realitas dalam imajinal mencakup spiritual menjadi komitmen keilmuan Islam yang harus dikupas semua.

Pertemuan dengan Harun Nasution membuka cakrawala Mulyadi dengan Teologi, Filsafat, dan Tasawuf. Harun memberikan basis rasional dan ajaran Muktazilah yang membuat Mulyadi terjebak dalam dunia Filsafat. Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, buku karangan Harun menghipnotis dirinya. Tidak terlupa juga Ibnu Sina dan Suhrawardi, tiga tokoh yang memengaruhi Mulyadi. Jika berbicara siapa yang menyemangati Mulyadi menulis Kursi, orang tersebut adalah Muhammad Iqbal.

Memulai karier mengajar Filsafat di Universitas Islam Assyafia menjadi kesempatan Mulyadi mempelajari Filsafat Barat, Sementara Filsafat Islam ia perdalam di Chicago, Amerika Serikat. Dari sanalah muncul keseimbangan pengetahuan Filsafat Mulyadi, ia paham betul turun-naiknya Filsafat Barat dan Islam. Anggapan Filsafat hanyalah bidang metafisika dan jarang bersinggungan dengan duniawi dan fisik adalah kesalahpahaman yang mengakar di masyarakat Indonesia.

Kabar dari mahasiswa Mulyadi yang berada di Al-Musthafa International University, Iran membawa kabar bahwa ia menjadi nominasi calon penerima penghargaan internasional AL-Farabi. Ia berpikir hal tersebut tidak terlalu istimewa bagi negara yang bukan di dunia Filsafat, tetapi bagi para filsuf ajang ini sangat bergengsi dan menjadi gembongnya mereka. Mulyadi dinyatakan sebagai pemenang dari Al-Farabi International Award dalam bidang Humanitas dan Studi Islam.

Al-Farabi International Award berkaitan dengan kunjungan Mulyadi ke Iran saat agenda dari UIN Jakarta untuk guru besar pada 2002. Pilihannya jatuh kepada Iran karena ia akan membahas Filsafat Ibnu Rusydi yang berkembang di Iran. Seorang Profesor tertarik dengan buku yang dikarang Mulyadi dan berkata bahwa buku tersebut sangat pantas dipublikasikan. Dari sanalah Mulyadi melihat bahwa mereka sangat mengapresiasi karya di bidang epistemologi. Apresiasi karya Filsafat Indonesia belum setinggi di Iran karena pemahamannya belum sampai dan dianggap angin lalu.

Artikel ilmiah yang tercantum dalam 88 chapter buku yang didaftarkan Mulyadi untuk Al-Farabi International Award. Mulyadi meringkas semua apa yang di bukunya dari bangku menengah atas dan berorientasi pada filsafat dan penuhi lautan ilmu autobiografi. Epistemologi menyibak tirai kejahilan untuk bidang keilmuan dan paling fundamental. 

Saung Panorama mendekatkan lagi kepada alam dari kehidupan kota yang dikelilingi tembok. Pada saat malam dan menatap langit yang dipenuhi purnama bintang, menjadi refleksi kebesaran Tuhan. Ikan, ayam, bunglon, kupu-kupu, dan katak saling bersahutan-sahutan. Manusia sebagai anak alam selalu tenang dengan kehadirannya. Suara gemericik air tiada yang menganggu menemani Mulyadi menulis buku 380 halaman menjadi salah satu momen kerinduan dan sesuai dengan dirinya.

Sebuah tanda tanya besar, bagaimana kemungkinan metode ilmiah Barat ini dipahami dan berkembangan menjadi cabang ilmu yang menyebar melalui kurikulum perkuliahan. Para pendidik harus memahami betul Filosofis daripada integrasi. Dengan tanggung jawab yang diemban, Mulyadi mengharapkan fasilitas yang diberikan UIN Jakarta dapat membangun cakrawala dan paradigma kritis  civitas academica. 

Transformasi dari IAIN ke UIN sudah menjadi satu langkah maju, ada yang harus dimatangkan dalam segi integrasi antara ilmu agama dan umum. Mulyadi memiliki gagasan untuk mendirikan pusat dan UIN Jakarta berhasil menyusun buku pengantar Studi Islam. Nantinya buku tersebut bisa menjadi dasar untuk seluruh mahasiswa untuk mengetahui ilmu umumnya. Diperkuat dengan Ulumul Qur'an, Hadis, Fikih, Kalam, Tasawuf, Filsafat, Sains, Matematika, Psikologi, dan lainnya. (HKZ/FR/DA/FNH)

Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara adalah Guru Besar Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Direktur of CIPSI atau Center for Islamic Philosopical Studies and Information, Direktur di Pusat Kajian Epistemologi Islam Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Penerima  Al Farabi International Award dalam Bidang Humanities and Islamic Studies.