Inspirator Dunia
Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Figur manusia paling agung, Nabi Muhammad SAW, selalu menarik dan memesona, tidak hanya untuk diperingati maulidnya, tetapi juga diteladani ajaran dan kesuksesannya dalam memimpin perubahan dunia, dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat berperadaban iman, ilmu, dan amal shalih. Beliau adalah uswah hasanah (teladan terbaik) sepanjang masa, baik sebagai suami, ayah, kakek, pendidik, pedagang, pengusaha, pemimpin, kolega, maupun panglima, pendakwah profesional, negosiator, orator, motivator, dan pejuang kemanusiaan.
Dalam buku terbarunya, Mulhim al-‘Alam (2021), Aidh al-Qarni menggelari Nabi SAW sebagai inspirator dunia. Semua sikap, tutur kata, kepribadian, sifat, perbuatan, dan gerakannya kaya inspirasi. Kinerja kenabian dan kemanusiaan beliau selalu menginspirasi dunia untuk menjadi manusia berakhlak mulia, bermanfaat, dan bermartabat.
Tidak ada pemimpin dunia yang tutur kata (sabda), tindakan (perbuatan), sifat dan kepribadiannya dicatat dan dibukukan menjadi hadis (sunah) sedemikian lengkap, detail, dan sebanyak hadis Nabi SAW dengan melibatkan sekian banyak perawi dan penulis hadis. Gaya komunikasinya sangat santun, bersahabat, bermakna, persuasif, efektif, dan solutif. Beliau adalah komunikator ulung dan motivator paling sukses memengaruhi umatnya menuju khaira ummah (umat terbaik).
Meskipun kerap dihujat dan difitnah dengan aneka tuduhan keji dan caci maki, tertutama oleh mereka yang belum mengenal keagungan dan kemuliaan akhlaknya, inspirasi ajaran Nabi SAW menembus batas ruang dan waktu, lintas zaman dan generasi, sehingga beliau memiliki follower lebih dari 1,8 milyar Muslim di seluruh penjuru dunia, padahal beliau tidak pernah memiliki akun Instagram, Twitter, Facebook, dan channel YouTube?
Dalam Hadyus Sirah al-Nabawiyyah fi al-Taghyir al-Ijtima'i (2002), Hannan Lahham menegaskan bahwa Muhammad SAW adalah hamba pilihan Tuhan yang memiliki jejak rekam paling jelas, sempurna, dan memesona, karena sanad genealogis dan kenabiannya jelas. Nabi SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah keturunan Nabi Ismail, memilih Quraisy di antara keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim di antara kaum Quraisy, dan memilihku di antara Bani Hasyim." (HR Muslim).
Hadis tersebut menunjukkan dua pesan penting. Pertama, garis keturunan (nasab) itu sangat penting dalam percaturan sosial politik, kepemimpinan, dan kemanusiaan. Sebab, secara genealogis, Nabi SAW memiliki nasab kenabian dan sanad kepemimpinan yang sangat disegani dan patut diteladani. Beliau mewarisi tradisi kepemimpinan profetik yang terpercaya, terutama dari kakeknya Abdul Muthallib.
Ketika suku-suku Quraisy nyaris terlibat konflik dan perang saudara karena berebut kuasa untuk meletakkan kembali Hajar Aswad pada tempat semula setelah terhempas banjir, Nabi SAW dipercaya menjadi mediator resolusi konflik. Nabi sukses mendamaikan mereka dengan kepemimpinan akomodatifnya, sehingga digelari al-Amin (pemimpin terpercaya).
Kedua, jejak rekam moral dan sosial Nabi SAW tidak sedikitpun ternodai oleh cacat moral dan sosial sedikitpun. Dari kalangan Bani Hasyim, beliau sejak kecil dikenal sebagai pemuda yang tidak pernah terlibat perkelahian, tawuran, minum minuman keras, berjudi, mencuri (korupsi), berzina (pornografi dan pornoaksi). Sebaliknya, beliau diakui sebagai orang yang bersih, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), cerdas (fathanah), murah hati, lemah lembut, dan komunikatif (tabligh). Akhlak beliau sangat mulia dan mengagumkan, sekaligus menjadi modal utama sebagai inspirator dunia.
Menjadi inspirator dunia bagi Nabi SAW bukanlah suatu kebetulan, apalagi karbitan. Sejak kecil, Nabi telah dipersiapkan menjadi pemimpin inspiratif dengan modal intelektual, moral, dan sosial yang paripurna, bukan pemimpin bermodal pencitraan. Menjadi yatim piatu di usia belia merupakan pengalaman hidup yang menempanya menjadi mandiri dan selalu berpikir solutif dan inovatif, mampu menghadapi tantangan sekaligus menyelesaikan berbagai persoalan.
Ketika ayahnya, Abdullah, wafat, Muhammad SAW dididik dan dikader oleh kakeknya, Abdul Mutallib, pemimpin suku Quraisy yang sangat disegani. Setelah kakeknya wafat, kompetensi kepemimpinannya dikembangkan dan dimatangkan oleh pamannya, Abu Thalib. Keterampilan sosial dan gaya kepemimpinan inspiratifnya semakin terlatih dan teruji, sehingga mampu memengaruhi dan menggerakkan perubahan sosial menuju kejayaan peradaban.
Inspirasi profetik beliau mencerahkan masa depan, memancar dari pribadinya yang jujur, bersih, sederhana, terbuka, pemberani, penuh empati, dan berhati mulia. Beliau mampu menjaga kehormatan dirinya di tengah arus budaya jahiliyah yang tidak beradab dan berperadaban. Sebagai role model, beliau sama sekali tidak pernah terlibat skandal moral yang memalukan dan merugikan umat yang dipimpinnya.
Menjadi pemimpin inspirator dunia itu merupakan berkah tersendiri bagi umat manusia karena visi dan misi profetiknya adalah menebar ajaran kasih sayang (rahmat) bagi semesta raya (QS al-Anbiya’/21:107). Berbasis akidah tauhid yang murni dan menginspirasi, Nabi SAW berdakwah menyerukan restorasi moral, dengan menegaskan: “Sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia.” (HR Malik)
Sebagai inspirator dunia, Nabi SAW tampil memimpin transformasi moral, sosial, kultural, dan politik dengan aktualisasi keteladan dalam integrasi kompetensi kepribadian, kompetensi komunikasi, kompetensi kolaborasi lintas budaya, dan kepemimpinan yang efektif dan humanis. Beliau berhasil melalui masa-masa sulit saat di Mekkah dengan mengadvokasi dan melindungi para sahabatnya. Beliau rela berkorban dan menderita demi keselamatan dan keamanan pengikutnya.
Setelah berhasil hijrah dari Mekkah ke Madinah, Nabi SAW menginspirasi dunia dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin (dari Mekkah) dan Anshar (pribumi Madinah), lalu menyatukan umat Islam dan pemeluk agama lainnya. Beliau sukses menorehkan tinta emas dengan membuat Shahifah (Mitsaq) Madinah, sebuah traktat perjanjian damai, harmoni, dan kolaborasi lintas agama: Yahudi, Nashrani, dan komunitas lainnya dalam bingkai persatuan, perdamaian, kerukunan, toleransi, dan keamanan sosial dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Visi agung Nabi dalam membangun peradaban luhur juga menjadi inspirasi damai yang sarat nilai dan wawasan kemanusiaan universal. Ketika Umar bin Khattab dan sebagian sahabat memrotes beberapa poin dari isi perjanjian damai Shulh al-Hudaibiyah, Nabi tidak bersikap egois, mau menang sendiri. Beliau sangat arif dan berpikir strategis dalam mengedepankan pentingnya perdamaian, dengan sedikit mengalah (mengakomodasi usulan juru bicara kafir Quraisy), demi terwujudnya perdamaian.
Karena hidup damai itu sumber inspirasi untuk memikirkan, merenungi, dan mengamalkan keagungan dan keindahan nilai-nilai Islam. Keteladanan profetik beliau dalam membangun peradaban merupakan inspirasi sarat nilai. Ketika musuh-musuh Islam berprasangka buruk saat Fathu (pembebasan) Makkah bahwa Nabi dengan pasukannya datang untuk membalas dendam dan menghabisi mereka, beliau justeru memberi tawaran perdamaian dan pengampunan massal, tanpa pertumpahan darah setetespun. Bahkan, penduduk Mekkah yang merasa tidak nyaman tinggal di Mekkah dan ingin meninggalkannya, Nabipun mempersilakan: “Silakan kalian pergi. Kalian hari ini dibebaskan, tidak diperangi, tidak dimusuhi, tetapi dilindungi dan diberi jaminan keamanan.”
Dunia sangat berhutang budi kepada keteladanan, kepemimpinan, dan inspirasi Nabi. Legasi profetik, Alquran dan as-sunah, tidak hanya penting dikaji, didalami, dan dijadikan sebagai referensi dalam berislam, tetapi juga harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam meneguhkan akidah tauhid dan kebangkitan moral menuju khaira ummah (umat terbaik) yang berperadaban maju dan berkeadaban mulia. Meneladani sang inspirator dunia sejatinya merupakan energi positif yang menggerakkan transformasi sosial menuju kejayaan umat, bangsa, dan dunia. Shallahu alaihi wa sallam!