Imran Ahmad: Islam Itu Tidak Liberal atau Ekstrem
Reporter: Elly Afriani
Ruang Diorama, UIN Online — Penulis buku Bocah Muslim di Negeri James Bond Imran Ahmad mengatakan bahwa Islam itu tidak berada di posisi liberal ataupun ekstrem, melainkan di tengah-tengah. Menurutnya Islam yang dia anut tidak seperti banyak pandangan orang-orang barat setelah tragedi 11 September.
Imran pindah dari Pakistan ke Inggris pada 1964 di usianya yang baru satu tahun mengalami banyak benturan budaya dan perlakuan rasial. “Terjadi perbedaan antara Islam dan Barat. Itu terlihat jelas pasca 11 September. Pernyataan Bush mengusik saya, saya Islam dan bukan teroris, tapi juga tidak pro Amerika,†ungkap Imran dalam bedah buku karyanya di Ruang Diorama, Selasa (13/10).
Sejak saat itu, Imran merasa harus menulis sesuatu yang menyuarakan bahwa dia tidak sependapat dengan stereotip buruk terhadap Islam, dan juga Islam dan Barat yang selalu berbeda.
Menurutnya, Barat dan Islam tidak sangat berbeda. Banyak nilai-nilai Islam yang juga dilakukan Barat, seperti kebersihan dan disiplin. “Buku ini adalah upaya untuk memanusiakan kembali Islam dan Barat yang seolah-olah selalu saling berlawanan,†imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur International Office UIN Jakarta Prof Dr Andi Faisal Bakti, menanggapi buku yang dinobatkan sebagai bestseller 2009 oleh The Byron Bay Writers Festival.
“Buku ini bisa dijadikan sebagai juru bicara tentang Islam. Banyak sekali self criticism. Di buku ini kita belajar untuk menerima Islam secara kritis, bukan berislam karena orang tua kita Islam,†jelasnya.
Imran, tambah Andi, menyampaikan Islam yang damai yang bisa diterima seluruh manusia. “Imran di buku ini juga mengkritik khutbah Jumat yang sering dia dengar, lebih sering berbicara tentang bid’ah dan khurafat. Bukan berbicara tentang ajaran Islam yang damai, seperti toleransi,†tuturnya.*