Gus Sholah, Sosok Kyai Penerang Jalan Pikiran
Oleh Prof. Dr. Amany Lubis, MA
Saya sebagai pribadi maupun Rektor UIN Jakarta ikut berbela sungkawa atas meninggalnya KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) pada Ahad (2/1) pukul 20.59 WIB. Ia meninggal dunia di RS Harapan Kita, Jakarta. Almarhum dimakamkan di kawasan pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.
Gus Sholah wafat di usia 77 tahun. Ia merupakan saudara Presiden Indonesia ke-5 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kyai kelahiran Jombang, Jawa Timur, 11 September 1942, ini adalah anak ketiga dari pasangan KH Wahid Hasyim dan Nyai Hj Sholihah. Selain Gus Dur, saudara Gus Sholah adalah Nyai Aisyah, Umar Alfaruq, Nyai Lily Wahid, dan Muhammad Hasyim.
Gus Sholah adalah sosok penerang jalan pikiran bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. Bangsa Indonesia telah kehilangan putra terbaiknya. Allah SWT berfirman, Wannajmi idza hawa, maknanya adalah seorang tokoh ketika wafat, ia ibarat bintang yang jatuh dari langit. Bintang yang sama juga ada pada sosok Gus Sholah. Tak heran jika kepergian Gus Sholah ditangisi oleh seluruh bangsa Indonesia. Kontribusi gagasan yang ditorehkannya kepada negeri ini juga tentu amat besar. Karena itu, tidak berlebihan jika Gus Sholah disebut sebagai insinyur yang kyai, politikus yang santri, dan kyai yang shaleh.
Setiap kali berjumpa dengan beliau, saya selalu mendapatkan ide-ide baru, misalnya bagaimana seharusnya seseorang memberikan kontribusinya untuk membangun bangsa Indonesia. Gus Sholah sama seperti jasa kakaknya, Abdurrahman Wahid, dan ayahnya, KH Wahid Hasyim, yang sangat besar dan tak terhingga. Mereka muncul di saat dibutuhkan dan menyebarkan semangat juang hampir merata di seluruh pelosok negeri Indonesia.
Semoga Allah melimpahkan Rahmat-Nya kepada almarhum Gus Sholah, melapangkan kuburnya, dan menerimanya di surga-Nya. Selamat jalan Gus Sholah.*