Guru Harus Memiliki Kompetensi Sosial yang Baik
Oleh: Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
Â
Pengantar
Guru adalah profesi yang unik karena begitu banyaknya kompetensi yang harus mereka miliki dalam melaksanakan tugasnya mempersiapkan generasi yang akan datang. Sebuah generasi yang tentu saja memiliki tantangan profesi dan budaya sosialyang berbeda dengan sang guru sendiri. Sukses atau tidaknya guru dalam melaksanakan tugastergantung kepada mereka sendiri. Sebab kewenangan rancangan program kurikuler, program ko-kurikuler dan ekstra kurikuler, merupakan kewenangan sekolahyang dikembangkan oleh guru. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kompetensi profesional yang sesuai dengan bidang tugasnyaagar mampu mengembangkan kurikulum, menyusun bahan ajar dengan baik, baik berbentuk modul, buku teks maupun lembar kerja siswa. Bersamaan dengan itu, guru juga harus mampu mengembangkan suasana belajar yang dinamis dengan tetap menghargai para siswanya agar mereka optimal dalam belajar. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap guru harus memiliki integritas yang kuat dalam profesi keguruannyasekaligus meyakini bahwa profesinya sebagai guru merupakan pilihan terbaik bagi dirinya. Dengan begitu, guru bisa bekerja total untuk profesinya, bahkan dia juga harus mampu meyakinkan orang lain untuk mendukung program-program akademiknya, baik dari kolega sesama pengelola sekolah maupun para siswanya.
           Salah satu kompetensi yang harus dimiliki setiap guru adalah kompetensi sosial, yakni kemampuan mengelola hubungan kemasyarakatan yang membutuhkan berbagai keterampilan, kecakapan dan kapasitas dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hubungan antar pribadi.[1]Signifikansi kompetensi sosial bagi guru bisa dirasakan dalam banyak konteks sosial. Salahsatunya dengan para stakeholder sekolah, termasuk di dalamnya para pelanggan sekolah, pengguna lulusan sekolah, dan tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dalam proses pemajuan sekolah. Signifikansi juga dirasakan dengan kolega mereka di sekolahdan para siswa yang prestasinyaberada di tangan guru sendiri. Para siswa harus dihantarkan oleh para guru untuk bisa masuk dalam komunitas profesi, jasa, pedagang, atau bahkan harus mampu mempersiapkan para siswa untuk menjadi pengusaha yang sangat membutuhkan relationship dengan masyarakat luas.
Kompetensi Sosial Guru
Sebagai professionalyang memiliki tugas memajukan para siswa sehingga mereka bisa masuk dunia profesidan diterima dalam semua kalangan sosial, seorang guru harus memiliki kompetensi sosial untuk tiga konteks kepentingan, yakni:
Pertama, mempersiapkan para siswa untuk memasuki dunia profesi, baik sebagai pegawai, pegawai negeri sipil, polisi, tentara, pegawai swasta, pengusaha, atau bahkan pemimpin politik yang kekuatannya terletak pada konstituen dan kesuksesannya berada kemampuan komunikasi sosialnya. Oleh sebab itu, para siswa harus dilatih untuk bisa memiliki kompetensi sosial, memiliki kecakapan untuk berkomunikasi, mempengaruhi orang lain, meyakinkan orang lain untuk bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia yakini, termasuk kemampuan menerima keragaman sosial, etnik, agama, ras dan budaya. Semua itu harus dilatih sejak mereka berada di sekolah. Lalu, bagaimana guru dapat melatih kecakapan sosial siswanya jika mereka sendiri tidak memiliki kompetensi tersebut? Untuk itu, seorang guru harus memiliki kompetensi sosial dengan baik. Kemampuan yang harus mereka latihkan secara terencana kepada para siswa, karena kecakapan ini tidak ditransformasi atau dilatihkan melalui kurikulum tertulis. Sebaliknya, kemampuan ini dibangun melalui kurikulum yang terselubung, namun menjadi bagian dalam proses interaksi guru-murid, baik dalam proses pembelajaran maupun melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler.
Kedua, memperkuat profesionalisme melalui proses peer-guidence, peer review sesama guru, baik di internal maupun lintas satuan pendidikan. Guru yang cenderung introvet, tertutup, dan tidak banyak berkomunikasi dengan sesama di sekolahnya, akan teralienasi dan tertinggal oleh berbagai perubahan. Sementara dalam lintas satuan pendidikan, pemerintah mendorong para guru memiliki wadah komunikasi satu sama lain. Dalam hal ini, pemerintah membantuk wadah guru sekolah dasar dengan Kelompok Kerja Guru (KKG)dan wadah guru sekolah menengah dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kedua organisasi ini dibentuk dan dikembangkan bagi para guru untuk melakukan sharing tentang bahan ajar, metode dan strategi pembelajaran,evaluasi proses dan hasil belajar, pengelolaan kelas serta pengembangan penelitian untuk peningkatan layanan pembelajaran bagi para siswa mereka. Intinya, wadah komunikasi KKG dan MGMP ini dibentuk pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang dimulai dengan peningkatan guru. Dengan demikian, guru harus terbuka, mau menerima dan memberi masukan, dan bersama-sama memikirkan inovasi dunia pendidikan bagi kemajuan Indonesia. Untuk itulah, maka setiap guru atau calon guru harus memiliki kompetensi atau kecerdasan sosial.
Ketiga, memperkuat institusi pendidikan melalui optimalisasi partisipasi seluruhstakeholder sekolah guna meningkatkan mutu layanan pendidikan. Tugas ini seolah-olah merupakan tugas kepala sekolah/madrasah, padahaltidak seluruh kegiatan komunikasi dengan pihak-pihak luar dilakukan oleh kepala sekolah. Untuk konteks-konteks tertentu, khususnya tentang kemajuan para siswa pada mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru, harus dikomunikasikan terlebih dahulu oleh guru. Demikian pula dengan perlakuan-perlakuan guru pada siswa dalam pembelajaran, seperti menambah jam belajar, melakukan remedial, reinforcement, dan kunjungan lapangan, merupakan kebijakan setiap guru yang harus dikomunikasikan dengan kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah. Demikian pula saat para guru mencari informasi tentang kebutuhan-kebutuhan para pengguna lulusan, mereka harus mampu berkomunikasi dengan para pengguna, mendengarkan secara serius dan seksama, termasuk menghargai pendapat-pendapat mereka. Semua hal ini harus dilakukan setiap guru sekaligus merupakan kewajiban yang mengikat mereka, karena akan selalu ada setiap tahundan harus dilakukan sebagai tugas rutin. Oleh karena itu, guru harus memiliki kompetensi dan kecerdasan sosial, agar sekolah memperoleh informasi yang dibutuhkan sekolah/madrasah untuk kemajuan dan pemajuan lembaga.
Mempersiapkan Para Siswa Memasuki Dunia Profesi dan kehidupan Sosial
           Setiap anak akan memasuki dunia kerja seusai sekolah, apakah menjadi pegawai negeri sipil di kantor-kantor layanan publik, menjadi pegawai perusahaan swasta, jasa layanan publik yang komersial, merintis karir menjadi pengusaha, atau bahkan tertarik masuk ke dalam dunia politik. Demikian pula, mereka akan berinteraksi dengan sesama dalam kehidupan kemasyarakatan, apakah di lingkungan tempat tinggal, asosiasi profesi yang mereka jalani, atau dalam berbagai konteks sosial lainnya. Secara psikologis, setiap manusia di dunia ingin bisa diterima dalam lingkungan sosialnya. Mereka tidak bisa terpisah dari lingkungannya, karena tidak satu manusia pun yang bisa hidup sendirian. Oleh sebab itu, setiap siswa di sekolah harus dipersiapkan dengan berbagai kompetensi sosial melalui program yang terdesain baik, dapat dievaluasi dan terukur. Setiap siswa sekolah, khususnya para siswa sekolah menengah yang akan memasuki dunia kerja harus memiliki kompetensi atau kemampuan menjadikan sumber-sumber potensial yang ada bermanfaat untuk mencapai tujuanhidupnya.[2]Para siswa harus dipersiapkan dengan kompetensi untuk memanfaatkan kesempatan yang ada guna mengembangkan profesi mereka, sehingga bermanfaat untuk diri, keluarga, masyarakat bangsa dan negaranya. Untuk itu, mereka harus dilatih dalam proses pendidikan sehingga bisa diterima oleh orang lain, mampu menerima kenyataan yang ada pada orang lain dengan kemampuan adaptasi, dan terbiasa untuk berkontribusi pada orang lain, kelompok atau organisasi.
           Kompetensi sosial pada akhirnya bisa disimpulkan sebagai konsep integratif, komprehensif dan holistik tentang kemampuan yang akan menghasilkan respon penyesuaian yang fleksibel, lentur dan sangat adaptif terhadap berbagai tuntutan dalam rangka kapitalisasi berbagai kesempatan dalam mencapai tujuan. Berbagai kompetensi sosial yang sebaiknya dimiliki para siswa, antara lain adalah:[3]
- Mampu memberikan kontribusi individual terhadap sebuah situasi atau kesempatan untuk memperoleh respon dari lingkungan tersebut.
- Mampu memperoleh pengakuan dari sebuah lingkungan atau kesempatan untuk memperoleh respon, walaupun mungkin bukan melalui kontribusi, tapi dengan sebuah harapan bahwa kehadirannya dalam sebuah situasi akan bermanfaat bagi lingkungan.
- Mampu mengelaborasi berbagai pilihan terhadap capaian yang sudah diperoleh, untuk menentukan langkah-langkah yang paling tepat untuk dilakukan dalam rangka mencapai sebuah tujuan.
- Mampu menetapkan pilihan-pilihan yang paling tepat terhadap berbagai respon yang diperoleh dari setiap situasi atau lingkungan yang dimasuki.
- Memiliki motivasi, hasrat dan keinginan kuat untuk memberikan respon pada situasi atau lingkungan yang sesuai atau dibutuhkan oleh berbagai perubahan.
Sementara itu, Sharon A. Lynch & Cynthia G. Simpson menjelaskan bahwa para siswa sebaiknya dilatih dan dibiasakan beberapa sikap dan prilaku sosial yang baik, antara lain:[4]
- Empati. Dalam hal ini, para siswa harus dibiasakan memahami kondisi siswa lainnya, sesama satu kelas, atau satu sekolah, yakni bisa memahami jiwanya dan bahkan kalau bisa mampu memposisikan teman-teman kelasnya atau teman sekolahnya itu menjadi bagian dari dirinya.
- Partisipasi dalam kegiatan kelompok, yakni para siswa harus dibiasakan untuk bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok, apakah kegiata akademik, non akademik atau kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi oleh sekolah.
- Dermawan, yakni para siswa dilatih untuk membiasakan diri berbagi dengan yang lainnya. Akan tetapi, berbagi dalam konteks membiasakan diri menjadi orang dermawan, bukan sebagai penolong sebagaimana sinterklaas, karena belum menjadi orang berada, tapi jiwa sosial mereka harus dilatih sejak dini, sehingga kelak bisa menjadi orang dermawan.
- Berkomunikasi dengan teman sekelas dan teman sesekolah, yakni para siswa harus dilatih untuk mau terbuka berkomunikasi dengan teman-teman kelas mereka atau teman-teman sekolah mereka. Jangan dibiarkan menjadi orang tertutup, introvert, atau tidak mau berteman dengan koleganya sendiri.
- Negosiasi. Dalam hal ini, para siswa harus dilatih bernegosiasi atau tawar menawar satu sama lain, apakah dalam konteks kebutuhan belajar, mengerjakan tugas-tugas bersama, tugas kelompok atau yang lainnya. Pelatihan ini akan menghasilkan keterampilan take and give, yakni meminta dan memberi, dalam rangka optimalisasi potensi-potensi hubungan sosial untuk mencapai tujuan.
- Penyelesaian masalah, yakni para siswa harus dilatih memiliki keterampilan menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, para siswa harus diberi kesempatan melakukannya dalam konteks yang lebih nyata dengan cara belajar berbasis kasus. Dengan demikian, kelak ketika mereka menjadi profesional sudah memiliki bekal keterampilan penyelesaian masalah yang lebih saintifikkarena dihasilkan lewat latihan terbimbing oleh guru.
Terkait hal itu, Heejeong Sophia Han& Kristen Mary Kemple, mengatakan setidaknya terdapat enam aspek kompetensi sosial yang harus dilatihkan guru kepada para siswanya. Tujuannya agar para siswa siap meraih kesuksesan dalam profesi maupun kehidupan sosial mereka. Keenam aspek tersebut adalah sebagai berikut:[5]
- Self-regulation, yakni kemampuan mengelola emosi. Para siswa harus dilatih dalam mengelola emosiagar mampu melakukan interaksi sosial dengan sesama teman sekelas, teman sesekolah dan juga dalam komunikasi dengan para guru dan staf sekolah/madrasah. Aspek-aspek emosi yang harus dilatihkan kepada para siswa agar menjadi orang-orang sukses dalam profesi mereka kelakdan dalam interaksi sosial mereka, antara lain adalah, sikap impulsif (bersikap/bertindak berdasarkan insting dan tidak pada logika). Jika ada siswa yang impulsif harus dilatih agar lebih bersikap tenang dan mampu mengontrol emosi mereka, sehingga bisa bertindak dan mengambil putusan secara lebih rasional. Mampu mengontrol emosi untuk tidak cepat puas ketika mencapai dan memperoleh sebuah prestasi, mampu menolak godaan dan menangkal tekanan dari sesama teman. Mampu memahami dan merefleksi perasaan seseorang serta mampu melakukan kontrol terhadap diri sendiri.
- Kemampuan untuk memahami orang lain. Dalam hal ini, setiap siswa harus dilatih untuk mampu memahami perasaan dan kebutuhan orang lain, menyampaikan pemikiran dan gagasannya sendiri, mengatasi masalah, dan melakukan kerjasama dan bernegosiasi. Selain itu, siswa juga dilatih menyampaikan perasaannya, membaca situasi sosial secara akurat, menyesuaikan berbagai sikap dan tindakan agar sesuai dengan tuntutan situasi, serta menginisiasi dan memelihara pertemanan.
- Identitas diri yang positif. Pada aspek ini, para siswa harus dilatih meningkatkan kebaikan dirinya sehingga memiliki identitas positif dan mampu meningkatkan efektifitas relasi sosial dengan orang lain. Mereka yang memiliki self-identity yang baik, seperti perasaan kemampuan, rasa kekuatan diri, harga diri yang baik, dan memiliki rasa yang kuat tentang tujuan dalam hidup mereka, akan memiliki sikap positif dalam bergaul dengan orang lain, dan akan mampu mengantisipasi kesuksesan dalam kehidupan mereka. Pada akhirnya, akseptabilitas dan sukses mereka menunjukkan bahwa harga diri dan kompetensi mereka meningkat. Sebaliknya, anak-anak dengan harga diri yang rendah, akan terjebak dan lingkaran kegagalan dan pearasaan penolakan. Guru-guru pada pendidikan prasekolah, memegang peran penting dalam meningkatkan self-identity pada para siswanya.
- Kompetensi Kultural. Pada hal ini, para siswa harus dilatih untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang respek terhadap orang lain dan kemampuan berinteraksi secara efektif dan nyaman dengan orang-orang dari berbagai etnik, ras, agama dan budaya yang berbeda. Selain itu, para siswa juga harus dilatih mempertanyakan perlakuan yang tidak fair dari kelompok lain, serta melakukan sesuatu untuk memperoleh keadilan. Para siswa juga harus dilatih melakukan cultural sharing dengan sesama, dan mengetahui mana yang boleh untuk di-sharing dengan orang lain, dan mana yang tidak boleh. Dan dalam aspek apa mereka bisa saling mengajar satu sama lain, apa yang bisa dikatakan dan apa yang tidak bisa dikatakan. Lemahnya pemahaman budaya masing-masing, sangat potensial untuk terjadi salah pengertian satusama lain.
- Mengadopsi nilai-nilai sosial. Dalam hal ini siswa harus dibelajarkan untuk bisa mengadopsi beberapa nilai sosial, seperti sikap peduli, kesamaan dan keadilan, kejujuran, tanggung jawab, pola hidup sehat, dan fleksibilitas dalam implementasi tindakan-tindakan sosial.
Berbagai pengalaman yang dicatat para akademisi ini memperlihatkan adanya tiga aspek yang terkait langsung dengan pengembangan kompetesi sosial pada siswa. Pertama, kompetensi emosional yang berbentuk sebuah keyakinan akan sesuatu yang baik untuk dikerjakan. Kedua, aspek kekuatan eksternal yang mendorong atau bahkan memaksa setiap orang untuk berbuat benar di tengah-tengah masyarakat berdasarkan sebuah kesepakatan tentang kebenaran yang dianutnya. Ketiga, kemampuan menjalin relasi sosial, baik dalam kehidupan profesi maupun kemasyarakatan. Sejalan dengan itu, Michaelene M. Ostrosky & Hedda Meadan mengatakan, agar bisa berinteraksi dalam kelompok sosial di kelasnya dan sekolahnya, setiap siswa harus memiliki beberapa kompetensi sebagai berikut:[6]
- Harus memiliki rasa percaya diri yang baik;
- Harus memiliki kemampuan mengembangkan relasi sosial dengan teman sekelas, dan teman kegiatan kurikuler, ko-kurikuler dan juga ekstra kurikuler;
- Harus memiliki kemampuan untuk fokus dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah,sehingga menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan yang diharapkan;
- Selalu bisa mendatangi dan mendengarkan arahan-arahan guru kepala sekolah/madrasah;
- Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah dalam konteks sosial mereka; dan,
- Bisa berkomunikasi secara efektif.
Khusus di Indonesia, seluruh siswa sekolah/madrasah harus dilatih untuk bisa bersikap terbuka dan menghargai keragaman etnik, agama dan budaya. Siswa Muslim, misalnya, harus bisa berpikiran terbuka dan menghargai atas perbedaan agama teman-temannya siswa beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Sebaliknya, mereka harus bisa bersama dalam kehidupan profesi dan sosial mereka, sehingga bisa memiliki peluang berprofesi yang sangat luas. Para siswa sekolah/madrasah harus memiliki sebuah keyakinan, bahwa untuk bisa diterima oleh komunitas, harus memiliki attitude dan prilaku yang bisa membuat orang lain nyaman, tidak terganggu, dan bahkan mereka merasa perlu akan kehadirannya. Oleh sebab itu, setiap siswa harus dilatih untuk bisa memberikan perhatiannya pada orang lain, bisa peduli dan bisa memberi, tidak hanya dalam kehidupan sosial, tapi juga dalam kehidupan profesi. Semua kompetensi sosial ini, tidak akan bisa terbina dengan baik jika gurunya sendiri tidak memiliki kompetensi sosial yang lebih baik. Oleh sebab itu, guru dan calon guru harus berlatih untuk menjadi orang-orang yang bisa diterima dalam lingkungannya, berkontribusi terhadap lingkungannya, dan peduli pada para siswanya.
           Untuk itu, para guru dan calon guru harus memiliki lebih banyak kompetensi sosial, untuk bisa mereka latihkan kepada para siswa, visualisasikan dalam seluruh interaksi di sekolah, dan implementaskan dalam kehidupan profesi serta sosial mereka. Merujuk pada berbagai kompetensi sosial yang harus dimiliki siswa agar sukses dalam profesi dan kemasyarakatan mereka, maka setidaknya, para guru dan para calon guru harus memiliki berbagai kompetensi sosial sebagai berikut:
- Empati;
- Motivasi yang kuat untuk memberi respon pada lingkungan;
- Self Regulation;
- Identitas diri yang positif;
- Memahami orang lain;
- Percaya diri;
- Asertif;
- Mengadopsi nilai-nilai positif;
- Memahami budaya lingkungan;
- Memperoleh pengakuan dari lingkungan;
- Memberi Kontribusi kepada lingkungannya;
- Dermawan;
- Mengelaborasi berbagai pilihan;
- Menetapkan pilihan-pilihan;
- Partisipasi dalam kelompok;
- Berkomunikasi dengan kelompok;
- Negosiasi dan meyakinkan orang lain;
- Menyelesaikan masalah;
- Menghargai perbedaan, etnik agama dan budaya; dan,
- Mampu bekerjasama dalam keragaman.
Para guru dengan berbagai kompetensi sosial yang dimilikinya, harus mentransformasikannya berbagai kompetensi tersebut kepada para siswanya sehingga mereka mampu meraih sukses dalam dunia profesi dan kehidupan sosialdi masa depan. Namun, karena tidak adanya mata pelajaran khusus untuk melatih kompetensi tersebut, termasuk bahan-bahan ajar yang relevan,pembelajaran komptensi sosial bisa disisipkan dalam dua mata pelajaran, yakni Pendidikan Agamadan Pendidikan Kewarganegaraan. Kedua mata pelajaran ini relatif relevan dalam pembelajaran kompetensi karena keduanya terkait pembangunan karakter siswa. Hanya memang perlu diingat bahwa pembinaan kompetensi sosial siswa merupakan tanggung jawab seluruh guru. Untuk itu, transformasi kompetensi sosial bisa dilakukan dalam berbagai cara, apakah penyusunan suasana kelas, strategi pembelajaran, atau bahkan melalui kegiatan-kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler.
Guru Membina kompetensi sosial Siswa Lewat Proses Pembelajaran
           Guru dengan kompetensi sosial yang baik akan memiliki kesadaran tinggi untuk membina siswanya sehingga memiliki kompetensi sosial yang sama dalam menyongsong dunia masa depan dan profesinya. Untuk itu, guru harus mempersiapkan susunan kelas yang baik agar para siswa bisa mengembangkan interaksi sosial mereka,[7]sehingga mereka terlatih untuk bisa menjadi orang yang punya rasa empati pada sesama. Dengan demikian, susunan tempat duduk harus memfasilitasi para siswa untuk berdiskusi, sharing pemahamandan kerja kelompok. Dengan penyiapan tempat duduk seperti itu, guru sudah berupaya mempersiapkan para siswanya membina sikap empati, bisa berkontribusi terhadap sesama teman sekelas dalam pengetahuan, pemahaman, skil dan ketrampilan, belajar berkomunikasi efektif, dengan menggunakan teman satu kelompok sebagai komunikan, melatih kerjasama, melatih kerja kelompok, melatih para siswa untuk bisa menghargai orang lain, dan berbagai kompetensi sosial lainnya, yang bisa ditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran.
           Sejalan dengan itu, para guru harus mengembangkan proses pembelajaran yang sekaligus melatih kompetensi sosial siswa melalui langkah-langkah sebagai berikut:[8]
- Memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya kepada sesama temannya, dan juga kepada guru, agar mereka memiliki kecakapan bagaimana berkomunikasi dengan orang lain.
- Mengembangkan diskusi kelas pada topik-topik yang sesuai dengan perkembanganusiamereka.
- Mempersiapkan buku petunjuk tentang bekerja dengan orang lain, melakukan diskusi kelas, dan lain-lain.
- Memberikan ceritas-cerita pendek dan lucu tentang baik dan buruk yang dapat mereka diskusikan kembali di kantin
- Mengajarkan empat langkah menyelesaikan masalah. Keempatnya, pertama, sampaikan sikap kita tentang masalah yang dihadapidan gunakan kata-kata “sayaâ€. Seperti: “Saya kecewa anda datang terlambat.â€Lalu, dengarkanperjelasan dari mereka yang bermasalah. Selanjutnya, katakan kembali inti dari penjelasan mereka yang bermasalah. Lalu berfikir untuk menyusun pilihan-pilihan penyelesaian. Terakhir, putuskan pilihan penyelesaian masalahnya.
           Mengembangkan kompetensi sosial siswa merupakan amanat yang diemban seorang pada guru. Ia dikembangkan bukan hanya melalui mata pelajaran, melainkan proses pembelajaran yang dilalui oleh para siswa dan difasilitasi oleh guru dan sekolah. Siswa harus difasilitasi untuk belajar secara aktif bersama peer groupnya, saling bertanya dan menjawab, berdiskusi satu sama lain, mengembangkan kebersamaan, sehingga sikap sosial mereka akan tumbuh perlahan dalam jiwa mereka, yang akan mewujud dalam bentuk tindakan-tindakan. Dengan demikian, kurikulum titu tidak semuanya merupakan dokumen tertulis, tapi juga perencanaan pembelajaran yang dipersiapkan guru yang memfasilitasi para siswa berinteraksi satu sama lain.
           Tidak hanya dalam kelas dalam bentuk diskusi, membahas topik bersama-sama, menyusun laporan hasil pembahasan bersama, dan mempresentasikan laporan bersama-sama, kompetensi sosial siswa bisa dikembangkan melalui kegiatan ekstra-kurikuler, apakah kegiatan pramuka, olah raga, atau organisasi siswa sendiri, dan juga program ko-kurikuler seperti penyiapan karya ilmiah siswa dan semisalnya. Semua kesempatan ini akan efektif menghantarkan para siswa mampu berkompetensi sosial yang baik. Tentu saja, hal ini juga menuntut sang guru memiliki kompetensi sosial yang lebih baik dari yang mereka latihkan pada para siswanya. Oleh sebab itu, tagihan kompetesi sosial bagi para siswa, merupakan tagihan bagi para guru untuk memiliki kompetesi sosial yang jauh lebih baik daripada yang dia latihkan pada para siswa.[] Wassalam
Â
Daftar Bacaan
Boucher, Michelle Dawn. Social Competence Education for Pre-Service Teachers. California State University: Sacramento, 2012.
Knapzyk, Dennis and Paul Rodes. TeachingSocial Competence,SocialSkills and Academic Success. An IEP Resources Publication: Verona, 2001.
Han, Heejeong Sophiaand Kristen Mary Kemple. Components of Social Competence and Strategies of Support: Considering What to Teach and How. Early Childhood Education Journal, Vol. 34, No. 3, December 2006.
Lynch, Sharon A., and Cynthia G. Simpson. Social Skills: Laying the Foundation for Success, Dimensions of Early Childhood. Spring/Summer 2010, Volume 38, Number 2.
Ostrosky, Michaelene M., and Hedda Meadan. Helping ChildrenPlayand Learn Together. Reprinted from Young Children • January 2010.
Waters, Everett. Social Competence as Developmental Construct (reprinted). Developmental Review: State University of New York, 1983.
[1]Michelle Dawn Boucher. Social Competence Education for Pre-Service Teachers. California State University: Sacramento, 2012, p. 7.
[2] Everett Waters. Social Competence as a Developmental Construct (reprinted. Developmental Review: State University of New York, 1983, p. 2.
[3] Ibid., h. 1.
[4]Sharon A. Lynch & Cynthia G. Simpson. Social Skills: Laying the Foundation for Success: Dimensions of Early Childhood. Spring/Summer 2010, Volume 38, Number 2, p. 3.
[5]Heejeong Sophia Han& Kristen Mary Kemple. Components of Social Competence and Strategies of Support: Considering What to Teach and How, Early Childhood Education Journal, Vol. 34, No. 3, December 2006, p. 241-243.
[6]Michaelene M. Ostrosky & Hedda Meadan. Helping ChildrenPlayand Learn Together. Reprinted from Young Children, January 2010, p. 104.
[7]Heejeong Sophia Han& Kristen Mary Kemple, op.cit., p. 243.
[8] Dennis Knapczyk, Ph.D. and Paul Rodes, M.A. Teaching Social Competence,Social Skills and Academc Success. An IEP Resources Publication: Verona, 2000, p.14.