Green Idul Fitri

Green Idul Fitri

Prof Dr Abdul Mu'ti MEd, Guru Besar Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Idul Fitri adalah momen kemenangan dan kebahagiaan. Syariat Idul Fitri terdiri atas beberapa rangkaian ibadah sunnah. Di antaranya takbir, shalat Idul Fitri, makan sebelum shalat, dan berbusana indah. Perjalanan menuju dan kembali dari  tempat shalat, di masjid atau lapangan, dianjurkan melalui jalan yang berbeda.

Semua rangkaian ibadah Idul Fitri merupakan ekspresi kebahagiaan dan syukur atas nikmat Allah. Usai shalat, kaum muslimin saling bersalaman dan mendoakan. Taqabbal Allahu minna waminkum. Di dalam beberapa riwayat disebutkan setelah shalat diperbolehkan menyelenggarakan hiburan, walaupun sederhana.

Di Indonesia, kemeriahan Idul Fitri ditandai dengan tradisi halal bi halal. Dalam beberapa hari, masyarakat tanpa memandang agama, bersilaturrahim door to door, saling bermaafan dalam berbagai ungkapan. Semua masyarakat, apapun kelas sosialnya, mengadakan open house dengan aneka menu makanan khas daerah yang sebagian besarnya home made. Beragam perayaan Idul Fitri menegaskan bagaimana Islam merupakan faktor yang menentukan corak dan karakter budaya Indonesia.

Agama Fitrah

Secara fikih, Idul Fitri berarti kembali makan (futhur). Selama Ramadhan dilarang makan, minum, dan bersetubuh dari fajar sampai maghrib. Idul Fitri adalah “hari kebebasan”. Pada 1 Syawal diharamkan berpuasa. Idul Fitri identik dengan jamuan makan. Dalam perspektif akidah, Idul Fitri, berarti kepada fitrah manusia. Sesuai fitrah, manusia lahir memeluk agama Islam dan bersih tanpa dosa. Meski demikian, dalam perjalanan hidupnya manusia terperangkap dalam perbuatan dosa karena ketidakmampuan mengendalikan nafsu. Islam membimbing dan mendidik manusia kembali kepada fitrah dengan beribadah dan bersedekah.

Islam adalah agama fitrah (bersih). Di dalam beberapa Hadits Nabi, kata fitrah dikaitkan dengan perilaku hidup bersih seperti khitan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, memotong kumis, dan sebagainya. Bersuci (thaharah) menjadi syarat hampir semua ibadah ritual. Suci dari hadats, pakaian, badan, dan tempat dari najis. Bersuci harus menggunakan material yang suci. Lebih dari itu, Islam adalah agama ramah lingkungan.

Ibrahim Abdul Matin (2010) menyebut Islam sebagai “green deen”. Islam melarang manusia merusak alam (Qs. Al-Qashash [28]: 77). Perbedaan kaum beriman dengan munafik dan fasik terletak pada perilakunya terhadap alam. “Apabila dikatakan ‘jangan membuat kerusakan di muka bumi’, (orang-orang munafik) membantah: ‘kami (justeru) membuat kebaikan di muka bumi.’ Ingatlah, mereka adalah perusak alam, tetapi tidak pernah (mau) menyadari.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 11-12). Sebagai agama fitrah Islam tidak hanya mengajarkan, tetapi juga menekankan kebersihan spiritual, perilaku hidup bersih, dan kelestarian lingkungan.

Hari Raya Bersih

Green Idul Fitri yang dimaksud dalam artikel ini adalah bagaimana menunaikan ibadah dan merayakan Idul Fitri yang ramah lingkungan. Banyak perilaku dan tradisi Idul Fitri yang bertentangan dengan spirit dan makna Idul Fitri serta ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai agama fitrah. Puasa mendidik manusia agar tidak makan dan minum berlebihan (al-imsak). Akan tetapi, dalam jamuan Idul Fitri justeru banyak makanan yang terbuang (mubadzir) karena penyediaan yang berlebihan (israf). Al-quran mengingatkan manusia agar hidup hemat, tidak boros (Qs. Al-A’raf [7]: 31). “… Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu (boros). Sesungguhnya pemboros adalah teman syetan (Qs. Al-Isra [17]: 26-27). Jamuan Idul Fitri sering menimbulkan masalah sampah rumah tangga dan lingkungan yang kotor.

Idul Fitri adalah momen public gathering. Semua orang baik anak-anak, gadis, perempuan yang haid, dan asisten rumah tangga dianjurkan untuk turut serta ke lapangan mendengarkan khutbah dan bersuka cita. Sayangnya, momentum tersebut terkadang justeru menjadi ajang show of force beraneka mobil dan kendaraan bermotor. Demikian halnya dengan acara open house dan silaturrahim. Lebih bagus dan bijak jika jarak tidak terlalu jauh, perjalanan ke tempat shalat berjalan kaki atau bersepeda untuk mengurangi polusi.

Fenomena lain adalah “sampah politik”. Di hampir semua sudut ruang publik penuh dengan ucapan selamat Idul Fitri dari para anggota legislatif, pejabat publik, dan partai politik. Tidak ada yang salah dengan memberikan ucapan selamat Idul Fitri. Hal demikian adalah cara para pejabat dan politisi menyapa dan “memperhatikan” konstituen, walaupun, nuansa politik atau niat kampanye lebih dominan. Masyarakat dan konstituen -mungkin- lebih memilih sesuatu yang lebih bermanfaat daripada spanduk, banner, dan baliho. Karena tidak diperlukan masyarakat banyak ragam media ucapan selamat dirusak oleh masyarakat atau rusak oleh alam dan menjadi sampah yang berserakan.

Yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku hidup bersih di tempat ibadah. Tidak jarang, pelaksanaan shalat di lapangan menimbulkan timbunan sampah. Akan sangat bijaksana apabila semua jamaah membawa peralatan shalat mandiri, kantong yang ramah lingkungan, meminimalisir penggunaan plastik, dan material yang tidak ramah lingkungan.

Saatnya kita merayakan Idul Fitri dengan khidmat sesuai Syariat, berkeadaban, dan ramah lingkungan. Hakikat Idul Fitri adalah kembali kepada fitrah manusia dan kemanusiaan dengan perilaku dan kehidupan yang bersih sebagai ibadah. Selamat Idul Fitri. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.

Sumber: Republika, 27 April 2022. (sm/mf/ma)