Gairahkan Kembali Tradisi Pemikiran Keislaman, Fakultas Ushuluddin Luncurkan “Pojok Filsafat Islam”
Gedung Fakultas Ushuluddin, BERITA UIN Online—Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara resmi meluncurkan program baru bertajuk Pojok Filsafat Islam, Rabu (25/06/2025). Program ini digagas sebagai ruang dialog dan refleksi filosofis untuk menjawab tantangan eksistensial yang tengah dihadapi generasi muda.
Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Ismatu Ropi, Ph.D., dalam sambutannya menegaskan pentingnya filsafat sebagai elemen kunci dalam pengembangan pemikiran keislaman di lingkungan akademik. “Ushuluddin merupakan jantung dari gagasan di UIN. Sudah saatnya kita menghadirkan ruang kontemplatif baru yang menggairahkan studi-studi keislaman melalui pendekatan filosofis,” ujarnya.
Peluncuran Pojok Filsafat Islam turut diisi dengan seminar bertema “Problem Keterasingan Diri: Menyelami Krisis Eksistensi Generasi Muda”, yang menghadirkan tiga narasumber: Dr. Rihab Aqil Siradj, Muhammad Hazir, M.Ag., dan Dr. Rizky Yazid. Kegiatan ini dipimpin oleh Dr. Kholid Al Walid selaku pengampu Pojok Filsafat Islam.
Dalam pengantarnya, ia menekankan bahwa filsafat bukan hanya konsumsi kalangan elitis, tetapi fondasi dasar yang menopang bangunan peradaban manusia. “Peradaban tidak lahir dari kekosongan. Ia muncul dari refleksi terdalam manusia terhadap eksistensinya. Di situlah filsafat hadir sebagai pandu,” ungkapnya.
Dr. Rihab Aqil Siradj dalam paparannya menjelaskan bahwa keterasingan diri merupakan fenomena umum yang dialami oleh kelompok usia muda, khususnya rentang usia 12 hingga 27 tahun. Menurutnya, ketidakseimbangan perkembangan antara prefrontal cortex dan sistem limbik berkontribusi pada instabilitas emosional dan kognitif.
Ia juga menyoroti dampak dari tekanan sosial, akademik, dan dominasi media digital terhadap identitas generasi muda, terutama Gen Z. “Identitas mereka dibentuk oleh validasi daring. Budaya Indonesia pun terasa asing bagi sebagian dari mereka,” jelasnya.
Sementara itu, Muhammad Hazir menekankan pentingnya relasi personal dan dukungan sosial sebagai bagian dari penyembuhan eksistensial. Ia mengutip pendekatan psikologi eksistensial yang menekankan pentingnya interaksi sosial, imajinasi, kebebasan, penguatan identitas diri, dan orientasi moral. “Love yourself, love your neighbour. Relasi yang tulus adalah fondasi bagi masyarakat yang sehat,” paparnya.
Dr. Rizky Yazid memberikan perspektif spiritual dan filosofis terkait fenomena keterasingan. Ia memperkenalkan konsep al-qurbatul gharbiyyah—keterasingan dalam jarak yang dekat—sebagai bentuk panggilan menuju refleksi diri yang lebih mendalam. Ia juga mengangkat pendekatan tasykik dalam filsafat Islam, yakni pengakuan atas realitas yang bersifat bertingkat dan dinamis, sebagai cara memahami fragmentasi diri di era modern. “Tidak ada diferensia final tentang jiwa. Kita bisa belajar dari tokoh seperti Suhrawardi dan Mulla Shadra yang telah melampaui kerangka tradisional,” terangnya.
Para narasumber juga menyinggung kritik terhadap objektifikasi berlebihan dalam kehidupan modern, yang menurut pemikiran Hegel dapat memicu keterasingan dan krisis makna hidup. Ke depan, Pojok Filsafat Islam dirancang menjadi ruang kajian rutin yang mempertemukan kedalaman filsafat Islam, refleksi spiritual, dan dinamika persoalan kontemporer. Inisiatif ini diharapkan menjadi kontribusi nyata Fakultas Ushuluddin dalam menjawab problematika eksistensial masyarakat modern melalui pendekatan intelektual yang khas dan membumi. (Lufaefi/ZM)