FITK UIN Jakarta Gelar Diskusi Daring: Bahas Peran AI dalam Dunia Pendidikan

FITK UIN Jakarta Gelar Diskusi Daring: Bahas Peran AI dalam Dunia Pendidikan

Jakarta, Berita UIN Online — Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar diskusi dosen bertema “Artificial Intelligence (AI) dalam Pendidikan” secara daring, Senin (23/6/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas wawasan para dosen mengenai perkembangan pesat teknologi AI serta penerapannya dalam proses belajar-mengajar.

Acara yang dimoderatori oleh Neneng Nurjanah, M. Hum., dihadiri oleh dosen dan mahasiswa, serta turut hadir Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Siti Nurul Azkiyah M.Sc., Ph.D., dalam rangka Diskusi Dosen seri ke‑2 tahun 2025.

Dalam sambutannya, Prof. Nurul, menyampaikan apresiasinya terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut sebagai bentuk komitmen pengembangan keilmuan di lingkungan FITK. “Diskusi seperti ini penting untuk menjaga semangat akademik kita agar terus berkembang seiring dengan perubahan zaman,” ujarnya.

Prof. Nurul juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan. Menurutnya, AI dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, namun tetap membutuhkan pemahaman yang tepat dalam penggunaannya.

“Kalau kita tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam menggunakan AI, maka kita tidak akan bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan. Maka dari itu, meskipun AI sudah tersedia, kita tetap perlu ilmu dan strategi untuk bisa mengoptimalkannya,” tegasnya.

Paparan utama dalam diskusi disampaikan oleh Munasprianto Ramli, M.A., Ph.D., dosen Pendidikan Kimia UIN Jakarta, yang membawakan materi berjudul “AI dalam Pendidikan: Pengembangan Kurikulum, Kesiapan Pendidik, dan Etika.” Dalam pemaparannya, ia menekankan pentingnya kesiapan pendidik dan integrasi etika dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia pendidikan.

Munasprianto menjelaskan bahwa AI telah ada sejak tahun 1950-an dan sempat mengalami stagnasi pada 1987–1993 dalam periode yang dikenal sebagai AI Winter. “AI adalah bidang dalam ilmu komputer yang berfokus pada penciptaan sistem yang mampu mereplikasi kecerdasan dan kemampuan manusia dalam menyelesaikan masalah,” jelasnya.

AI, lanjutnya, memiliki empat tujuan utama: Conversational AI, Predictive AI, Generative AI, dan Prescriptive AI. Dalam konteks pendidikan, AI dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengembangan kurikulum, aplikasi pembelajaran, dan integrasi teknologi.

Ia juga memaparkan hasil riset yang dilakukan bersama BRIN dan beberapa institusi pendidikan, yang menunjukkan bahwa sebagian guru dan kepala sekolah menginginkan AI dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah menengah, seperti halnya TIK. Selain itu, strategi pembelajaran yang efektif dalam konteks AI meliputi pendekatan berbasis proyek (project-based learning), berbasis masalah (problem-based learning), serta integrasi dengan metode STEM.

Diskusi ini turut menyoroti tantangan penggunaan AI dalam pendidikan, mulai dari isu privasi data, kepercayaan terhadap sistem, hingga biaya implementasi. Meski begitu, Munasprianto menegaskan bahwa manfaat AI sangat besar jika digunakan secara bijak. “AI bisa sangat membantu, tetapi jika disalahgunakan, justru akan berdampak negatif dan membuat siswa pasif. Karena itu, guru dan dosen perlu menjadi contoh dalam menggunakan AI secara etis dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

Dr. Baiq, dalam pemaparannya pada sesi AI’s For Indonesia’s Future Student, menjelaskan bahwa kehadiran Artificial Intelligence (AI) kerap kali dianggap sebagai ancaman, terutama dalam dunia kerja dan pendidikan. Namun, menurutnya, hal ini dapat diatasi apabila individu memiliki keterampilan dasar yang kuat (soft skill), seperti kemampuan komunikasi, berpikir kritis, dan adaptabilitas, yang kemudian diimbangi dengan core skill seperti penguasaan teknologi AI, analisis Big Data, serta riset pasar (market research).

“Kita tidak perlu takut dengan AI, tapi justru harus belajar beradaptasi. Caranya adalah dengan memperkuat kemampuan dasar kita dan menguasai keterampilan inti seperti teknologi Artificial Intelligence, tenaga analisis Big Data, dan market research,” ujar Dr. Baiq.

Ia juga menambahkan bahwa AI seharusnya tidak hanya dipandang sebagai alat bantu, tetapi juga bisa diintegrasikan ke dalam dunia pendidikan. “AI bisa dijadikan sebagai mata pelajaran atau bagian dari kurikulum agar pelajar kita mampu bersaing dan tidak sekadar menjadi pengguna, tapi juga pencipta teknologi,” jelasnya.

(Sabila Weliza/Zaenal M./Widhi Damar A./Foto: Youtube FITK UIN Jakarta)

Tag :