Fidkom Gelar Konferensi Internasional Komunikasi Islam di Era Media Sosial

Fidkom Gelar Konferensi Internasional Komunikasi Islam di Era Media Sosial

 

Gedung Rektorat, BERITA UIN Online - Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidkom) bekerja sama dengan Pusat Layanan dan Kerja Sama Internasional (PLKI) dan Asosiasi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (Askois) DKI Jakarta menggelar Konferensi Internasional bertajuk “Komunikasi Islam di Era Media Sosial: Peluang dan Tantangan” secara virtual, Selasa (16/6/2020) malam.

Konferensi menghadirkan sejumlah narasumber pakar dan praktisi komunikasi dan dakwah internasional, di antaranya John L Esposito (Universitas Georgetown Washington, Amerika), Hamid Slimi (Direktur Canadian Centre for Deen Studies dan Presiden Sayeda Khadija Centre, Toronto, Kanada), Umar A Pate (Fakultas Komunikasi dan Dekan School of Postgraduate Studies, Bayero University, Kano, Nigeria), Muhammad Shamsi Ali (Direktur dan Imam Jamaica Muslim Center New York, Amerika), Andi Faisal Bakti Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerja Sama UIN Jakarta) , dan Yusuf Kara (Direktur Nursi Research Center, International Islamic University, Malaysia).

Konferensi yang dibuka Rektor UIN Jakarta Amany Lubis ini diikuti sekira 1.500 peserta se-dunia. Mereka adalah para praktisi dakwah dan komunikasi Islam. Konferensi dimoderatori Dadi Darmadi (Kepala PLKI UIN Jakarta) dan Suparto (Dekan Fidkom UIN Jakarta).

Rektor Amany Lubis dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada para narasumber yang telah hadir untuk mengisi konferensi internasional.  “(Konferensi) ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk belajar dan menyimak paparan dari para narasumber,” katanya.

Rektor mengatakan, di masa korona masyarakat dihadapkan dengan berbagai informasi yang mengandung fakta dan hoaks. Informasi tersebut penting untuk dikontrol oleh suatu etika dan norma. Karena itu, tantangan komunikasi Islam di era media sosial ini cukup berat, seperti tantangan terhadap Islamophobia.

“Kita harus melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, misalnya bagaimana menghadapi tantangan (Islamophobia) tersebut,” ujarnya.

Umar A Pate mengatakan, media massa di Nigeria banyak dijadikan sebagai dakwah Islam. Banyak kelompok Islam yang berbeda dan mereka menggunakan media massa sebagai wadah sosialisasi dan propaganda identitas kelompok mereka. “Nigeria itu sangat multikultural,” katanya.

Sementara John L Esposito mengatakan, saat ini yang menjadi momok adalah Islamphobia. Jadi yang dibutuhkan adalah prime driver. Mayoritas publik mendapatkan berita dari media sosial.

Menurut Esposito, untuk mengetahui apa sebenarnya tentang Islam harus mencari melalui buu-buku yang ditulis oleh para penulis Islam. Karena Islamophobia harus dilakukan secara outreach program untuk memberikan informasi yang benar atau tepat tentang Islam.

“Saat ini kita semua berada di era media,” katanya.

D sisi lain, Hamid Slimi mengatakan, apa yang dimaksud dengan dakwah  adalah informasi dan ajakan, yaitu mengajak kepada kebaikan dan itulah yang disebut dakwah. Ia juga sependapat dengan Esposito bahwa yang menjadi tantangan dunia Islam saat ini adalah citra terhadap agama Islam yang diproduksi oleh media massa.

“Oleh karena itu kita semua harus melakukan dakwah secara internal dan eksternal untuk menjawab dan menjelaskan tentang citra Islam kepada dunia,” tandasnya.

Shamsi Ali juga menjelaskan mengenai dakwah Islam. Ia mengatakan bahwa dakwah itu mengajak kepada kebaikan dan menjadi Muslim yang baik sebagaimana dalam ajaran Islam. Tidak ada paksaan dalam agama (Islam). Islam adalah agama yang seharusnya paling siap untuk menghadapi era global.

“Sejak peristiwa 11/9 di Amerika yang dilakukan oleh kelompok teroris, beban Islam semakin berat. Citra Islam di semua negara semakin buruk. Oleh karena itu apa yang saya lakukan untuk dakwah di Amerika adalah berdasaran keyakinan diri dan keimanan,” ujarnya. (ns/sn/mar)