FEB Gelar Webinar Nasional Pembelajaran Ekonomi Islam dalam Kampus Merdeka
Gedung Rektorat, BERITA UIN Online – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Jakarta bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (DPP IAEI), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS) se-Indonesia, dan IAIN Salatiga, Jawa Tengah, menggelar Webinar Nasional bertajuk “Pembelajaran Ekonomi Islam dalam Merespon Kampus Merdeka: Kebijakan dan Implementasi dalam Kerangka Link and Match”, Rabu (8/7/2020).
Webinar dibuka Dekan FEB UIN Jakarta Amilin dan dihadiri oleh para sarjana ekonomi Islam serta para peminat ekonomi Islam. Pembicara kunci Webinar adalah Sekertaris I Dewan Penasehat DPP IAEI Mansyur Ramly.
Sementara para pembicara yang tampil antara lain Ainun Na’im (Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), M. Arskal Salim GP (Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kementerian Agama RI), Bunyamin Maftuh (Pakar Pendidikan, UPI), Euis Amalia (Ketua Bidang Pendidikan DPP IAEI/ UIN Jakarta, AFEBIS), Tika Arundina (Sekretaris VI DPP IAEI/Ketua Prodi Ilmu Ekonomi Islam, FEB UI), Anton Hendrianto (Division Head of People Development & Culture, Bank Muamalat Indonesia), dan Sutan Emir Hidayat (Direktur Bidang Pendidikan & Riset KNEKS). Webinar dipandu Anton Bawono (Sekretaris Jenderal AFEBIS/DPP IAEI/Dekan FEBI IAIN Salatiga).
Webinar pembelajaran ekonomi Islam dalam kampus merdeka yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di antaranya bertujuan guna menemukan solusi link and match antara dunia perguruan tinggi dan dunia usaha, khususnya dengan lembaga keuangan berbasis syariah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ainun Na’im mengatakan, pembelajaran di kampus merdeka adalah bagaimana sistem pendidikan bertujuan untuk membangun kompetensi utama. Kompetensi itu meliputi ekosistem, guru, pedagogi, kurikulum, dan sistem penilaiannya.
Dari segi ekosistem misalnya, sekolah tak semata berfungsi menjalankan tugas pembelajaran yang bersifat rutinitas tetapi ke depan menjadikan sekolah sebagai kegiatan menyenangkan bagi peserta didik dan pengajar.
Begitu pula soal manajemen, sekolah tak lagi menjalankan kegiatan yang bersifat administratif dan terisolasi tetapi sebaliknya lebih bersifat kolaboratif dan kompeten.
“Dalam kampus merdeka, peran orang tua siswa juga tidak lagi bersifat pasif tetapi justru lebih banyak terlibat di dalam pengelolaan sekolah,” katanya.
Kemudian dari segi kompetensi guru, ia berperan bukan hanya sebatas melaksanakan kurikulum melainkan juga menjadi pemilik dan pembuat kurikulum. Guru juga ke depan harus menjadi fasiltator dari berbagai sumber pengetahuan, tidak sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
Kebijakan lain dalam penerapan kampus merdeka, menurut Ainun, pembelajaran (pedagogi) di sekolah tidak lagi berdasarkan pada sistem tetapi lebih berorientasi pada siswa. Perubahan yang sama akan dilakukan dari segi pendekatan pembelajaran, yakni dari yang bersifat standar ke arah lebih heterogen.
“Kurikulum pembelajaran tidak lagi hanya fokus pada kegiatan akademik. Dalam kampus merdeka, rancangan kurikulum akan fokus kepada keterampilan lunak (soft skill) dan pengembangan karakter,” ucapnya.
Dalam kampus merdeka, menurut Ainun, terdapat setidaknya empat kebijakan perubahan dalam sistem pendidikan tinggi, yaitu meliputi pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi berbadan hukum, dan terkait hak belajar mahasiswa tiga semester di luar program studi.
Pembukaan program studi baru dalam kebijakan baru tersebut di antaranya setiap PTN dan PTS diberi otonomisasi. Namun, syarat untuk program studi baru, PTN/PTS secara kelembagaan harus terakreditasi A dan B.
“Program studi baru juga dapat diajukan jika PTS/PTS ada kerja sama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, institusi multilateral, dan universitas Top 100 Ranking QS,” kata Ainun. (ns)