Fakultas Psikologi Gelar Seminar Nasional Identitas Politik dan Pencegahan Mobilisasi Kebencian

Fakultas Psikologi Gelar Seminar Nasional Identitas Politik dan Pencegahan Mobilisasi Kebencian

Gedung Fakultas Psikologi, Berita UIN Online – Jelang pesta demokrasi 2024, Fakultas Psikologi  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Nasional bertajuk “Identitas Politik dan Pencegahan Mobilisasi Kebencian di Indonesia” pada (11/10/2023) di Ruang Theater Psikologi. 

Dekan Fakultas Psikologi Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi.dalam sambutannya mengatakan bahwa Seminar Nasional ini merupakan program tahunan S1 Fakultas Psikologi, dan berharap agar mahasiswa dapat mengambil peran  dalam meminimalisir praktik politik identitas. 

“Tahun ini adalah tahun politik, Indonesia sangat peka terhadap politik identitas, sehingga sebagai mahasiswa Psikologi  tentu harus paham betul apa peran yang bisa diakukan untuk mencegah mobilisasi kebencian di Indonesia” ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Tholabi turut hadir sebagai Keynote Speech. Warek Akademik mengatakan bahwa kegiatan ini adalah momentum yang tepat untuk mendiskusikan tema tersebut. 

“Tema Identitas Politik dan Pencegahan Mobilisasi Kebencian di Indonesia ini penting juga dibincangkan di Fakultas Psikologi, karena memang Fakultas Psikologi untuk menjelaskan mobilisasi kebencian di Indonesia” ujar Warek 1. 

Warek 1 juga menambahkan bahwa tugas kita adalah untuk menjaga praktek politik identitas terutama di Indonesia yang plural. “tujuannya adalah untuk melindungi hak asasi, mengusung keadilan tentu ini tugas bersama” pukasnya. 

Hadir sebagai narasumber Phil. Idhamsyah Eka Putra  dan Dr. Ilmu Amalia, M.Psi. serta Dr. Rohani Budi Prihatin sebagai moderator pada kegiatan Seminar Nasional ini. 

Pada pemaparannya Dr. Ilmu Amalia menjelaskan empat hal yaitu identitas politik, politik identitas, politisasi politik dan sejarah politik identitas di belahan dunia. Ia juga menyampaikan bahwa identitas dalam politik bukanlah sesuatu yang kuat atau menonjol selama tidak dijadikan alat meraih kekuasaan.

“Identitas bukan sesuatu yg kuat namun tergantung pada situasi dan konteks tertentu bisa menonjol ataupun tidak (sifatnya cair). Strategi politik seharusnya tidak lagi digunakan identitas tetapi dicari strategi tandingan untuk menjadikan politik lebih sehat” ujar Ketua Laboratorium Fakultas Psikologi UIN Jakarta itu. 

Dr. Phil. Idhamsyah Eka Putra dalam pemaparannya menerangkan identitas politik, populisme dan upaya menangani mobilisasi kebencian di Indonesia berdasarkan data. 

“Adanya fenomena populisme dimana kelompok dominan atau kelompok mayoritas sering terjebak isu populisme yang menjadi pelaku yang memainkan politik identitas, akhirnya pada spektrum tertinggi menggunakan kekerasan adalah sebuah kewajaran karena melihat kelompok minoritas adalah lawan” terangnya

Peneliti  Centre for the Resolution of Intractable Conflict (CRIC), Oxford University ini menambahkan bahwa populisme di Indonesia diisi populis religius dan juga populis nasionalis (agama harga mati atau NKRI harga mati). 

Pada akhir pemaparanya, Idhamsyah juga menyampaikan bahwa menangani mobilisasi kebencian di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan kutipan dari tokoh Nelson Mandela.

“Jika manusia bisa belajar membenci, mereka juga bisa diajarkan mencintai dimana hal itu dianggap hal yang paling alamiah” jelasnya. 

Hal ini mengartikan dengan memberikan keyakinan dengan lebih banyak stimulus cinta dan saling mengasihi serta mengingatkan bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik. 

“Hipotesisnya adalah ketika manusia diarahkan kepada hal-hal baik tersebut maka hasilnya adalah hal positif. Sering-seringlah ceritakan manusia tentang hal-hal baik maka saya yakin cita-cita Indonesia sebagai orang yang baik dan suka menolong tidak lagi menjadi imajiner saja, tapi akan menjadi kenyataan” tutupnya. (Aliffia Hafiizhah/FNH).