Empat Tokoh Sebut Agenda Perempuan Indonesia

Empat Tokoh Sebut Agenda Perempuan Indonesia

Auditorium Harun Nasution, BERITA UIN Online— Perempuan Indonesia memiliki sejumlah agenda besar untuk direalisasikan baik dalam partisipasi politik, aktifitas pengasuhan anak, hingga jadi mitra sejajar bagi pasangan. Di sisi lain, perguruan tinggi juga memiliki tugas dalam mendorong kesetaraan perempuan di bidang pendidikan.

Demikian rangkuman presentasi empat narasumber seminar nasional “Multi Peran Perempuan dalam Bingkai Hari Ibu” di Auditorum Harun Nasution, Kamis (22/12/2022). Keempat narasumber itu adalah Komisioner KPU RI 2022-207 Betty Epsilon Idroos, Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah, Peraih Penghargaan Manggala Karya Kencana Hj.Tini Indrayanthi Benyamin Davnie, dan Kepala Pusat Studi Gender dan Anaka UIN Jakarta Profesor Ulfah Fajarini.

Dalam paparannya, Komisioner KPU Betty menyoroti pentingnya kaum perempuan mengoptimalkan peluang keterlibatan politik mereka dalam Pemilu 2024. Ini diperlukan agar keterwakilan suara perempuan dalam percaturan politik dan pemutusan kebijakan publik nasional yang mewakilinya bisa lebih maksimal.

“Seluruhnya (kontestan dalam pemilu parlemen dan eksekutif, daerah dan nasional, red.) ditetapkan bersama 24 September 2024 mendatang. Kalau bapak ibu, terutama ibu-ibu mau mencalonkan diri, persiapkan dari sekarang. Itu bisa menjadi salahsatu peran (perempuan, red.) untuk turut mewarnai Pemilu 2024,” ajaknya.

Menurutnya ada tiga alasan kenapa perempuan perlu terlibat dalam pemilu, yaitu aspek keadilan, kesetaraan dalam partisipasi politik, dan kesetaraan dalam mempengaruhi proses penyelenggaraan dan kebijakan publik. Perempuan sendiri bisa terlibat dalam sejumlah peran politik seperti penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemantau, relawan penyelenggara atau menjadi kader partai politik.

Mengutip data World Bank 2019, Betty menyoroti masih rendahnya partisipasi politik perempuan Indonesia di parlemen. Menurut data lembaga itu, Indonesia menduduki peringkat ke-7 di Asia Tenggara untuk tingkat keterwakilan perempuan di parlemen.

“Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen berpengaruh terhadap isu  kebijakan terkait kesetaraanb gender dan belum mampu merespon masalah utama yg dihadapi perempuan,” paparnya.

Peluang perempuan untuk terlibat dalam perpolitikan nasional juga terbuka, jelasnya, mengingat regulasi politik tanah air mengedepankan affirmative action atau kebijakan afirmasi dalam mengakomodasi peran perempuan dengan prosentase keterlibatan minimum 30 persen. Misalnya, partai politik wajib memasukan perempuan dalam struktur kepengurusan dan  memperhatikan kesetaraan keadilan gender dalam rekrutmen politik.

Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah menyoroti agenda perempuan Indonesia dalam hal pengasuhan anak. Menurutnya, Hari Ibu harus jadi momentum memperkuat kualitas pengasuhan anak dan kerjasama orangtua di dalamnya. Hal ini penting mengingat pengasuhan merupakan tugas bersama sekaligus beratnya tantangan pengasuhan anak di era digital.

Di era digital, jelasnya, tingginya akses internet telah menghadirkan sisi negatif di dalamnya seperti kecanduan game dan berbagai masalah psikologis pada anak. “Ini hal-hal yang menjadi dampak negatif dari meningkatnya penggunaan teknologi internet," paparnya.

Sejalan dengan itu, lanjutnya, pandemi Covid 19 dalam beberapa waktu terakhir berdampak dalam terhadap pola pengasuhan anak dalam rumah tangga. Kondisi bekerja dari rumah justru membuat perempuan atau kelompok ibu alami peningkatan beban pekerjaan rumah, seperti mengasuh dan mengelola rumah.

"Perempuan mengalami peningkatan 19 persen insentitas pekerjaan rumah tangga tak berbayar dibandigkan dengan 11% laki-laki," ungkapnya.

Kondisi ini menyebabkan konflik psikologis dalam yang cukup berpengaruh pada situasi pengasuhan anak. Sepanjang 2021, KPAI menerima 2982 pengaduan klaster kasus perlindungan anak dengan terbanyak kasus yaitu anak jadi korban kekerasan fisik dan psikis 1138 kasus, anak jadi korban kejahatan seksual 859 kasus, dan anak korban pornografi dan cyber crime 345 kasus.

“Jadi kalau dibolak balik, terkait persoalan domestik, faktor keluarga harus kembali menunjukan penguatan pada pengasuhan anak oleh ayah ibu dan peran-peran perlindungan lainnya bagi anak-anak,” katanya.

Peraih Penghargaan Manggala Karya Kencana yang juga Ketua TP PKK Kota Tangerang Selatan Hj.Tini Indrayanthi, mengungkapkan perempuan bisa menjadi mitra sejajar bagi pasangan suaminya dalam rumah tangga maupun kehidupan publik di luar rumah. Dalam kapasitasnya sebagai mitra di tengah keluarga, perempuan dinilainya memiliki ruang kontribusi tidak kalah besar.

Sebagai mitra, sambungnya, para perempuan bisa menggalinya dari Panca Darma Wanita. Kelimanya, perempuan sebagai istri pendamping suami, ibu rumah tangga, penerus keturunan dan pendidik anak, pencari nafkah tambahan, dan warga negara dan anggota masyarakat.

Seluruh peran ini memungkinkan perempuan bisa menjalankan peran dalam rumah tangga sekaligus tidak menghalanginya untuk tetap aktif di luar rumah. Sebagai pendidik anak dan pencari nafkah tambahan misalnya, perempuan bisa menjadi pendidik bagi anak-anaknya sendiri maupun anak-anak di lingkungannya.

Begitu juga sebagai pencari nafkah tambahan, perempuan bisa terus menjadi salah satu penopang ekonomi keluarga yang cukup penting melalui inovasi dan kreasinya. "Yang penting perempuan harus mempunya passion yang baik, action, dan tentu vision karena kita harus punya arah yang kita tentukan. lalu kolaboratif," tutupnya.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta Profesor Ulfah Fajarini menuturkan kesetaraan gender bisa difahami sebagai kondisi yang memungkinkan perempuan bisa memiliki keputusan untuk mengambil peran-peran berbeda dalam lini juang masing-masing. "Untuk berkontribusi dalam memperkuat bangsa dan negara." imbuhnya.

UIN Jakarta sendiri, sambungnya, berkomitmen kuat mendorong terciptanya kesetaraan gender dimana para perempuan di dalamnya memiliki peluang luas dalam merealiasikan kehidupan tanpa diskriminasi. Di kampus ini, perempuan dan laki-laki mengambil peranan setara dalam mencerdaskan anak-anak bangsa, baik dalam kapasitasnya sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan.

Bahkan perempuan mendapatkan peluang besar untuk mengambil peran kepemimpinan seperti kepemimpinan rektor yang dijabat perempuan. Begitu juga sejumlah posisi wakil rektor, dekan, ketua prodi, dan pimpinan unit.

Merujuk data Bagian Organisasi, Tata Laksana, dan Kepegawaian (OKP) UIN Jakarta, prosentase pendidik dan tenaga kependidikan perempuan melebih angka 30 persen. Prosentase pendidik dan tenaga kependidikan laki-laki mencapao 1.299 orang atau 58 persen dan perempuan 815 orang atau 42 persen. (zm)