Diplomat Indonesia Alumnus UIN Jakarta ini Ungkap Hubungan Islam dan Diplomasi Global

Diplomat Indonesia Alumnus UIN Jakarta ini Ungkap Hubungan Islam dan Diplomasi Global

Jakarta, Berita UIN Online - Kajian Ramadan Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta yang bertajuk Islam and Diplomacy, Diplomat Indonesia, Dara Yusilawati, M.A., menyoroti prinsip-prinsip toleransi dalam Islam serta berbagai pendekatan diplomasi yang diterapkan sejak masa Nabi Muhammad dapat menjadi acuan dalam hubungan internasional saat ini, Senin (24/03/2025).

Menurut Dara, prinsip toleransi dalam Islam juga memiliki relevansi dalam dunia diplomasi. Ia menekankan bahwa dalam berdiplomasi, tidak semua hal dapat dipaksakan, terutama dalam aspek kepercayaan.

“Dalam diplomasi, kita tidak bisa memaksakan sesuatu yang tidak mereka percayai. Diplomasi itu give and take, tetapi tetap ada batasannya. Ada hal-hal yang tidak bisa ditawar, misalnya kedaulatan,” ujar alumnus Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu.

Dara mencontohkan Perjanjian Hudaibiyah sebagai salah satu bentuk strategi diplomasi Nabi Muhammad. Saat itu, Nabi ingin memastikan umat Islam dapat memasuki Makkah dengan aman. Ketika perjanjian tersebut ditulis, Nabi mencantumkan nama ‘Muhammad Rasulullah’. Namun, kaum Quraisy pada saat itu menolak karena mereka tidak mengakui Muhammad sebagai utusan Allah. Nabi pun bersedia menghapus bagian tersebut demi mencapai kesepakatan.

Dara menjelaskan bahwa keputusan Nabi Muhammad untuk menerima perubahan teks tersebut adalah bagian dari strategi diplomasi yang bijaksana.

“Ketika ada hal-hal yang bisa dinegosiasikan dan bukan menjadi tujuan utama, bukan kepentingan pada saat itu, maka itu bisa disesuaikan,” jelasnya

Jika saat itu Nabi memaksakan penulisan kalimat tersebut, maka Kaum Quraisy secara tidak langsung dipaksa akan mengakui kenabiannya dan memeluk Islam. Hal ini bertentangan dengan prinsip Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang menolak pemaksaan dalam keimanan.

Dara juga menyoroti bagaimana nilai-nilai diplomasi Islam tetap relevan dalam kebijakan luar negeri saat ini. Seperti dalam forum Religion of Twenty (R20) yang diinisiasi Indonesia saat Presidensi G20. Forum ini menjadi wadah untuk mendekatkan pemahaman Islam secara global kepada negara-negara non-Muslim, yang bertujuan menghasilkan kerja sama yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Selain itu, organisasi Islam di Indonesia turut memengaruhi kebijakan luar negeri. Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, menginisiasi R20 sebagai gerakan berskala internasional yang kemudian mendapat dukungan pemerintah. Muhammadiyah, membangun sekolah-sekolah di Myanmar untuk membantu masyarakat Rohingya, sebuah langkah diplomasi kemanusiaan yang kemudian mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia. Begitu pula dengan berbagai bantuan kemanusiaan untuk Palestina yang digalang masyarakat dan organisasi-organisasi Islam lainnya yang kemudian didukung dan difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri.

“Banyak kebijakan luar negeri yang didorong oleh pemerintah, tetapi juga berkaitan erat dengan peran organisasi-organisasi Islam di Indonesia,” jelasnya.

Dengan demikian, diplomasi Islam tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga terus berkembang dan berkontribusi dalam membangun hubungan internasional yang lebih harmonis dan berkeadilan.

(Shanti Oktavia/Fauziah M./Zaenal M./Widhi Damar A./Foto: Youtube Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana)

Tag :