Dimensi Horisontal Zakat

Dimensi Horisontal Zakat

Oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Penulis Buku “Milir”

Dimensi horisontal zakat, terekam dalam ayat, “Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan” (QS. al-Taubah/9: 60).

Bagi Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, fakir adalah orang yang begitu memerlukan bantuan karena tidak memiliki sesutu pun untuk dimakan. Namun begitu, orang fakir tidak mau meminta-minta kepada siapapun . Dengan begitu, kalau orang yang mengaku fakir tapi meminta-minta, tidaklah termasuk fakir.

Sebagai sasaran distribusi zakat, Syaikh Nawawi Banten dalam Kaasyifah al-Sajaa memperjelas kreteria fakir. Pertama, orang fakir adalah orang yang memiliki harta yang halal namun tidak cukup untuk makan. Kalau memiliki setengahnya, masuk kategori miskin. Kedua, dia adalah orang yang memiliki pekerjaan namun tidak mencukupi untuk sekadar makan.

Sementara itu orang miskin, dalam pandangan Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, adalah orang yang berkeliling meminta-minta. Kreteria lain, lanjut Syaikh Nawawi Banten dalam Kaasyifah al-Sajaa, ia memiliki separuh harta atau pekerjaan untuk dibelikan makanan untuk menutupi kelaparan berdasarkan standard makan.

Penerima zakat ketiga adalah para amil. Secara praksis, Syaikh Nawawi Banten dalam Kaasiyfah al-Sajaa menulis empat tugas para amilin ini yang kemudian mereka berhak menerima zakat. Pertama, sebagai penarik pajak. Kedua, sebagai penulis zakat. Ketiga, sebagai pengumpul zakat. Keempat. sebagai pembagi zakat.

Artinya, dalam pandangan Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, mereka memiliki bagian dari zakat sesuai dengan jenis pekerjaan mereka masing-masing. Pendapat ini diungkap Syaikh Nawawi dengan mengacu pendapat Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa para amil mendapat bagian yang cukup signifikan yakni seperdelapan dari nilai zakat. Penerima zakat keempat adalah para muallaf yang dibujuk hatinya. Menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, mereka terdiri dari empat kreteria. Pertama, orang-orang yang baru saja masuk Islam. Kedua, orang-orang yang baru masuk Islam dari kalangan orang-orang terkemuka di antara mereka. Zakat diberikan untuk membujuk kelompok serupa.

Ketiga, orang-orang yang dengan kerelaan hati berjihad melawan orang-orang kafir yang arogan dan membuat kerusakan dan membahayakan eksistensi kemanusiaan. Kelompok ini yang barjuang dengan ilmu, akal, dan tenaganya mendapat bagian zakat. Tampaknya kreteria ketiga ini senyap dari pengelola zakat sebagai pendistribusi zakat.

Keempat, orang-orang yang memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat. Termasuk dalam kreteria ini adalah orang-orang yang membela kaum muslimin dari akibat buruk yang ditimbulkan dari orang-orang yang menolak membayar zakat. Seperti kelaparan akibat makanan terkonsentrasi pada yang kaya saja.

Penerima zakat kelima adalah para budak. Budak yang dimaksud dalam konteks ini, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Kaasyifah al-Sajaa adalah budak mukatab. Yakni budak yang memang akan dilepas oleh majikannya dengan sejumlah biaya yang disepakati. Selain budak mukatab, yang mendapat bagian zakat adalah budak muslim.

Penerima zakat keenam adalah al-Gharimin. Yang dimaksud dengan al-Gharimin ini, bagi Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir adalah oang yang berutang dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah. Dalam kategori ini di antaranya, berutang material untuk membangun masjid, pesantren, madrasah atas nama pribadi.

Dalam Kaasyifah al-Sajaa, Syaikh Nawawi Banten merekomendasikan para pengelola zakat untuk mendistribusikan bagian zakat para juru damai sebagai al-Gharimin. Karena mereka bekerja untuk meredam konflik yang berpotensi perang. Zakat juga didistribusikan bagi orang yang berutang untuk memberikan jaminan bagi orang lain.

Penerima zakat ketujuh adalah Sabilillah atau di jalan Allah. Dalam mazhab Syafii dan Hanafi, demikian tulis Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, bagian ketujuh ini boleh distribusikan bagi orang yang berjuang di jalan Allah. Alasannya, bagi pengarang Tafsir Jalalain, karena mereka tidak ada yang membayarnya.

Penerima zakat terakhir adalah Ibnu Sabil atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Maksudnya, tulis pengarang Tafsir Jalalain, orang yang kehabisan bekal. Namun, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, Ibnu Sabil tidak harus mendapat bagian zakat jika ada yang memberi bantuan di jalan.

Dari delapan penerima zakat di atas Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, memberi panduan. Pertama, zakat dapat didistribusikan kepada empat mustahik pertama, yakni fakir, miskin, amilin, dan muallaf secara langsung. Mereka bisa memanfaatkannya sesuai kondisi dan situasi.

Kedua, zakat dapat didistribusikan kepada empat mustahik kedua, yakni untuk memerdekakan budak, orang yang berutang, sabilillah, dan ibnu sabil secara tidak langsung. Zakat didistribusikan kepada pribadi atau institusi yang terkait dengan mereka. Seperti zakat untuk membebaskan budak, dapat dibayarkan kepada majikannya.(sam/mf)