Dies Natalis ke-66 Tahun, Dua Tokoh Apresiasi Perkembangan UIN Jakarta
Auditorium Utama, BERITA UIN Online— Dua tokoh alumni kampus Ciputat, Cendekiawan Muslim Fachry Ali dan Politisi Guspardi Gaus, mengapresiasi transformasi yang ditempuh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta). UIN Jakarta kini dinilai sudah cukup ekspansif untuk berkompetisi dengan perguruan tinggi terkemuka lain di tanah air.
Demikian apresiasi Fachry Ali dan Guspardi Firdaus dalam orasi ilmiah masing-masing pada kegiatan Dies Natalis ke-66 tahun UIN Jakarta di Auditorium Utama Harun Nasution, Jumat (21/7/2023). Keduanya diundang menyampaikan orasi ilmiah selain pidato alumni yang disampaikan Ketua Umum Ikatan Alumni UIN Jakarta (IKALUIN) Tb Ace Hasan Syadzily.
Fachri Ali, dalam pidatonya, melakukan kilas balik keberadaan IAIN Jakarta dekade 1970-an. “Posisi sosiologis IAIN waktu itu adalah kelanjutan pesantren, sebuah lembaga pendidikan Islam yang tumbuh sejak ratusan tahun lalu. Dalam posisi merangkak, saya menyampaikan gagasan di Harian Merdeka 1976, sarjana IAIN melakukan ekonomisasi spiritual,” katanya.
Ekonomisasi spiritual, tuturnya, terjadi karena Pemerintahan Orde Baru melakukan pembangunan ekonomi besar-besaran. Sedang di IAIN kala itu, hampir semuanya belajar agama Islam sehingga para mahasiswa mencari jalan agar agama yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Pencarian jalan ini yang disebut Fachry sebagai ekonomisasi spiritual.
Upaya ekonomisasi spiritual ini pada akhirnya membuat para sarjana IAIN Jakarta kala itu berhasil melakukan pelampauan dengan tidak hanya bekerja di lingkungan Departemen Agama RI (kini, Kementerian Agama RI). Mereka berhasil masuk ke dalam jabatan-jabatn strategis politik dan birokrasi di tanah air. “Dulu yang paling bergengsi adalah (bekerja, red.) di Kementerian Agama,” imbuhnya.
Beberapa diantara sarjana IAIN yang berhasil melakukan pelampauan diantaranya Zarkasyih Noor yang berhasil menjabat Menteri Koperasi, disusul Suryadharma Ali yang juga menjabat Menteri Koperasi sebelum kemudian dipercaya menjadi Menteri Agama. Beberapa nama lain seperti AM Fachri yang berhasil menjadi Wakil Menteri Luar Negeri RI.
Nama-nama lain seperti Gatot Abdullah Mansyur, Abdul Aziz, Lena Maryana Mukti, dan terakhir Ubaedillah yang ditunjuk menjadi Duta Besar RI pada sejumlah negara. Bahkan, Wahiduddin Adams, berhasil meniti karir jadi Hakim Mahkamah Konstitusi. “lalu kita saksikan sekian banyak alumni menjadi anggota DPR RI seperti Guspardi Firduas, Ade Komaruddin, dan TB Ace Hasan Syadzily, dan lainnya,” paparnya.
Selain itu, sejumlah ilmuwan sosial berpengaruh di tanah air juga berhasil muncul dari IAIN Jakarta seperti Bahtiar Effendy, Saeful Mujani, Burhanuddin Muhtadi, dan Ahmad Najib Burhani yang kini menjadi profesor peneliti BRIN. Di lingkungan civil society juga muncul tokoh-tokoh seperti Mansour Fakih, Saleh Abdullah, Tata Taftajani, dan ilmuwan sosial sekaligus pionir gerakan perempuan terdepan tanah air Lies Marcus Natsir.
Beberapa nama lain juga disebut Fachry terdepan dalam peta pemikiran Islam di tanah air seperti Komarudin Hidayat, Din Syamsuddin, hingga Azyumardi Azra. Nama-nama ini menjadi sarjana kelas dunia yang cukup berpengaruh.
Namun seiring transformasi yang terus dilakukan UIN Jakarta kini, Fachry optimistis bakal lebih beragam lagi. Transformasi yang menjadikan UIN Jakarta tak sebatas menyediakan fakultas dan prodi pengajaran Islam melainkan juga keilmuan umum yang sangat beragam diyakini menjadi dasar optimisme Fachry.
“Di berbagai dekade mendatang, kita akan menyaksikan keragaman reproduksi UIN Jakarta yang akan terintegrasi di masyarakat yang pasti berbeda di periode IAIN,” ujarnya.
“UIN Jakarta sebagai wujud baru IAIN Jakarta tidak bisa lagi dikatakan dikatakan sebagai perguruan tinggi pada tahap merangkak, atau kelanjutan pesantren, tapi UIN Jakarta sudah berada dalam tahap ekspansi dalam konteks dunia akademik,” pungkasnya.
Sementara itu, Guspardi Firdaus dalam orasi ilmiahnya menekankan pentingnya evaluasi dilakukan UIN Jakarta terhadap para lulusan agar para lulusan yang dicetak sesuai dengan kebutuhan zaman. “Kiprah itu sudah sejatinya perlu terus dievaluasi setiap saat, selaras dengan dinamika perkembangan zaman yang terus berubah,” ujarnya.
“Evaluasi ini penting dilakukan agar kita dapat menyongsong dan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan itu dengan persiapan-persiapan dan mengarahkannya dengan penuh kesadaran,” tambahnya.
Dalam usianya ke-66 tahun, sambung Guspardi, UIN Jakarta telah melahirkan banyak tokoh bangsa yang berpengaruh. Mereka berkarir di pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), dunia pendidikan, tokoh ormas Islam (NU, Muhammadiyah, dan MUI), aktif di NGO, aktif di dunia usaha, TNI/Polri, dan hampir di seluruh sendi kehidupan bangsa.
“Alumni UIN Jakarta eksis dan terus memberi warna dan kemanfaatan yang nyata,” tandasnya.
Ke depan, Guspardi optimistis lulusan UIN Jakarta akan semakin banyak berperan di berbagai lini kehidupan masyarakat Indonesia. Namun ia mengingatkan pentingnya para lulusan menyeimbangkan kedalaman pengetahuan dan ketaatan spiritual sebagai identitas pembeda mereka dengan lulusan perguruan tinggi non keagamaan Islam. (Dena Amanda/Fayza Rasya/HMN/ZM)