Dekan FDIKOM Soroti Urgensi Revisi UU Keterbukaan Informasi Publik dan Penyiaran
Auditorium Harun Nasution, Berita UIN Online- “Dinamika informasi publik perlu diperbaiki bersama, karena informasi adalah darah kehidupan demokrasi,” ungkap Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. Hal tersebut ia sampaikan dalam acara seminar nasional bertema “Keterbukaan Informasi Publik dan Demokrasi Media Penyiaran di Indonesia” yang berlangsung pada Kamis, 11 Juli 2024, di Auditorium Harun Nasution.
Dr. Gun Gun mengucapkan terima kasih atas kehadiran beberapa tamu undangan seperti Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ubaidillah, S.Sos., M.Pd, Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat, S.H., M.H., Jurnalis senior /mantan Pimred MNCTV, Latief Riregar, Dosen FDIKOM Dr. Ismail Cawidu, M.Si., dan Wakil Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta H. Luqman Hakim Arifin, S.Fil.
Dalam sambutannya, Dr. Gun Gun menekankan dua poin penting dalam seminar tersebut. Pertama, seminar ini merupakan hasil kolaborasi antara FDIKom UIN Jakarta, KPI, dan KI DKI Jakarta. Kolaborasi ini dilakukan mulai dari sharing anggaran dan kepanitiaan sebagai bentuk implementasi MoU antara FDIKom UIN Jakarta dengan KPI tahun lalu yang termasuk ke dalam salah satu aktivitas penyelenggaraan deseminasi informasi sekaligus kajian-kajian.
Selain itu, ini adalah kolaborasi pertama dengan Komisi Informasi secara formal. Nanti akan ditandatangani juga MoE terutama di bidang riset dan pengabdian masyarakat. “Tentu ini merupakan harapan rektor dan universitas, sehingga nantinya FDIKOM tak hanya seremonial di atas kertas saja tetapi betul-betul bisa mengimplementasikannya," jelas Dr. Gun Gun.
Dr. Gun Gun mengungkapkan, topik pembahasan pada seminar tersebut sangat penting mengingat dua Undang-Undang (UU), UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Penyiaran, sedang diperdebatkan oleh khalayak. UU Keterbukaan Informasi Publik sudah sangat layak mendapat masukan-masukan dan revisi, tentu banyak dinamika yang terjadi sejak pembahasan UU tersebut masuk DPR tahun 1999, pembahasan di DPR tahun 2005 dan pengesahan UU oleh DPR tahun 2008.
Selain UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Penyiaran juga membutuhkan revisi setelah disahkan pada tahun 2002. Oleh karena itu, saat industri media berubah, pasar audiens dan role model market yang berubah, tentu perlu memikirkan pula dimensi substantif dalam UU Penyiaran karena menyangkut keberadaan dunia digital.
Sebagai contoh lembaga penyiaran sudah mengalami konvergensi, terutama media digital sehingga perlu peraturan-peraturan yang relevan. Pada UU tersebut masih memerlukan evaluasi terkait tata kelola industri media, seperti konglomerasi media dan turunannya.
"Dua sesi kita hari ini membahas hal berbeda tapi satu frekuensi yaitu informasi dan penyiaran," tuturnya.
Tak hanya itu, Dr. Gun Gun juga menjelaskan bahwa kedua pembahasan tersebut memiliki benang merah yang merupakan hal paling fundamental dalam demokrasi, yaitu kebebasan berinformasi. “Oleh karena itu tata kelola industri media harus diatur dalam konteks reputasi, implementasi dalam industri, sekaligus understanding dalam akademik,” tutupnya.
(Muhammad Naufal WaliyyuddinNoeni Indah Sulistiyani/ Foto: Indra Aldiansyah)