Dari Pancasila ke Ciputat: 1 Juni, Titik Temu Islam, Kebangsaan, dan Ilmu
Oleh: Murodi, Arief Subhan, dan Study Rizal LK*
Tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai hari lahir Pancasila—sebuah momen krusial dalam sejarah Indonesia ketika Bung Karno menyampaikan pidatonya yang melahirkan dasar negara kita. Namun, bagi kalangan akademik Islam Indonesia, tanggal 1 Juni juga menyimpan arti lain yang tak kalah penting: hari lahirnya ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) pada 1 Juni 1957, institusi yang kemudian berkembang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, salah satu pusat pemikiran Islam modern dan progresif di dunia Muslim kontemporer.
Dua tanggal ini, meski terpisah 12 tahun, seakan berjalin dalam satu narasi besar tentang upaya membumikan Islam dalam kebangsaan Indonesia. Pancasila menjadi payung ideologis yang memungkinkan keberagaman agama hidup dalam kerangka nasional. ADIA—dan kemudian IAIN serta UIN—menjadi wadah pengembangan keilmuan Islam yang mampu berdialog dengan kebudayaan, sains, dan sistem kenegaraan modern.
Di tengah narasi itu, muncul sosok Azyumardi Azra, salah satu tokoh intelektual besar yang lahir dari rahim UIN Jakarta dan tumbuh dalam tradisi pemikiran yang kemudian dikenal sebagai Mazhab Ciputat. Mazhab ini tidak sekadar nama geografis, tetapi sebuah tradisi berpikir Islam yang terbuka, rasional, dan kontekstual. Ia menjadi representasi dari cita-cita awal pendirian ADIA: mencetak birokrat, pendidik, dan intelektual muslim yang tak hanya taat secara spiritual, tapi juga tangguh dalam menghadapi problem-problem sosial kebangsaan.
Azyumardi Azra adalah cermin dari keberhasilan proyek itu. Sebagai sejarawan Islam, ia memperlihatkan bagaimana jaringan ulama Nusantara sejak abad ke-17 telah menjalin komunikasi intelektual dengan dunia Islam global, namun tetap membumi dalam konteks lokal. Sebagai pemikir kebangsaan, Azra menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya kompatibel dengan Islam, tetapi justru menjadi ekspresi politik dari nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin: ketuhanan, kemanusiaan, keadilan sosial, dan musyawarah.
Bagi Azra, mempersoalkan Pancasila atas nama Islam adalah ahistoris. Dalam banyak tulisannya, ia menjelaskan bahwa para pendiri bangsa—termasuk ulama—telah menempatkan Pancasila sebagai hasil konsensus luhur yang memayungi semua golongan. Karenanya, membenturkan Islam dengan Pancasila justru mengkhianati warisan ulama terdahulu. Perspektif inilah yang membuat Azyumardi terus menjadi rujukan dalam wacana moderasi beragama di Indonesia.
Dalam konteks ini, peringatan 1 Juni seharusnya bukan hanya menjadi ajang seremonial kenegaraan, tapi juga refleksi akademik dan spiritual. Lahirnya Pancasila dan berdirinya ADIA di tanggal yang sama bukan sekadar kebetulan kalender, tapi sebuah penanda sejarah bahwa hubungan Islam dan negara di Indonesia tidak pernah bersifat antagonistik, melainkan saling menopang dan memperkaya. Pancasila menyediakan kerangka bagi ekspresi keagamaan yang damai; sementara lembaga seperti ADIA—yang kini menjadi UIN Jakarta—menyediakan ruang intelektual untuk merawat nalar keagamaan yang terbuka, ilmiah, dan kritis.
Kini, lebih dari enam dekade sejak ADIA berdiri, dan delapan dekade sejak Pancasila dipidatokan, tantangan kita justru semakin kompleks. Polarisasi identitas, radikalisme digital, hingga pragmatisme politik sering kali menggerus semangat kebangsaan dan nilai keislaman yang inklusif. Dalam situasi ini, warisan pemikiran Azyumardi Azra dan semangat Mazhab Ciputat menemukan relevansinya kembali: membumikan Pancasila bukan sekadar melalui slogan, tapi dengan membangun peradaban ilmu dan keadaban publik.
Maka, 1 Juni bukan hanya hari kelahiran Pancasila. Ia juga menjadi momen kontemplatif untuk meneguhkan kembali komitmen pada dialog antara iman dan kebangsaan, ilmu dan amal, tradisi dan modernitas. Sebuah dialog panjang yang telah dimulai sejak ADIA berdiri, diteruskan melalui generasi Mazhab Ciputat, dan kini menjadi tugas kita semua untuk merawat dan meneruskannya.
* Penulis adalah “Trio MAS” Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.