Azyumardi Azra: Ada Lima Ancaman Keharmonisan Bangsa

Azyumardi Azra: Ada Lima Ancaman Keharmonisan Bangsa

Jakarta, BERITA UIN Online-- Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra menyebut ada lima ancaman terhadap keharmonisan atau keragaman di bangsa ini.

Pertama, adanya disrupsi sosial dan budaya dalam masyarakat. Gejala ini adalah berupa kehilangan rasa nasionalisme dan kehilangan budaya-budaya luhur yang ada sejak bangsa ini didirikan.

“Ini ancaman pertama. Misalnya kehilangan sifat toleransi, tidak menghormati sesama dalam keberagaman. Jadi ada disrupsi sosial dan budaya bangsa,” kata Azyumardi dalam webinar bertema “Mewujudkan Harmoni Dalam Kebhinekaan: Masalah dan Solusinya” di Jakarta, Selasa (15/12/2020).

Ia menjelaskan ancaman kedua adalah adanya keinginan untuk membentuk penyeragaman atau homogenisasi kehidupan masyarakat. Dia menyebut mayoritas masyarakat Indonesia memang mengambil sikap moderat. Namun tidak boleh dilupakan bahwa masih ada kelompok kecil yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang homogen. Misalnya membentuk Indonesia sebagai negara khilafah.

“Ada upaya homogenisasi. Kadang mereka pakai kekerasan. Pemerintah harus menyikap,” tegas Azyumardi.

Ancaman ketiga, lanjut Azyumardi, adalah adanya kesenjangan ekonomi yang begitu dalam di masyarakat Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan angka gini ratio atau kesenjangan antara yang kaya dan miskin yang sangat tinggi.

“Dalam data terbaru, disebutkan 10 orang terkaya di Indonesia menguasai 60% aset di tanah air. Pemerintah harus ambil tindakan afirmatif untuk mengangkat yang miskin, bukan sekadar gimmick atau retorika,” ujar Azyumardi.

Ancaman keempat adalah praktik hukum yang tidak adil. Penegakan hukum tidak boleh pandang bulu. Jangan lakukan penegakan hukum keras terhadap kelompok tertentu, tetapi lemah terhadap kelompok lain, terutama jika dari kalangan penguasa.

Kelima, ancaman homogenisasi politik. Dia melihat pembentukan koalisi besar yang terjadi di pemerintahan sekarang ini menihilkan atau mengabaikan peran publik yang luas. Check and balance tidak berjalan karena kebijakan dikendalikan koalisi mayoritas.

Kritik masyarakat yang berbeda ditanggapi tetapi sebatas gimmick atau retorika bahwa itu diterima. Padahal dalam implementasinya, tidak diperhatikan sama sekali. Dia memberi contoh berbagai produk UU yang lahir dari koalisi yang mengedepankan homogenitas politik yaitu pembentukan UU Cipta Kerja, UU KPK, UU Minerba, dan sebagainya.

“Harus dicatat bahwa sekarang ini, terjadi decline (penurunan, red) demokrasi di tanah air. Ini tidak boleh dianggap enteng. Pemerintah harus memperbaiki agar tidak tergerus yang bisa menjadi ancaman lebih berbahaya,” tutup Azyumardi.

Sumber: BeritaSatu.com., Selasa, 15 Desember 2020 (mf)