Apoptosis: Pengorbanan Sel Tubuh untuk Manifestasi Kurban Sebagai Bentuk Cinta dan Takwa
Dr. dr. Achmad Zaki, Sp.OT
Apoptosis merupakan suatu fenomena biologis dalam tubuh manusia yaitu proses terprogram pada sel tubuh untuk “berkorban” dengan kehancuran dirinya sendiri. Kamus Kedokteran Merriem Webster menggambarkan proses self-destruction yang ditandai dengan fragmentasi inti DNA tersebut adalah proses fisiologis normal yang bertujuan menghilangkan sel dengan DNA-rusak, berlebihan, atau tidak diinginkan.
Bila proses “pengorbanan” sel ini terhentikan (seperti oleh mutasi gen) maka dapat mengakibatkan pertumbuhan sel yang abnormal atau bahkan pembentukan tumor yang tidak terkontrol. Suatu katastrofi biologis pada level sel, jaringan, dan organ.
Apoptosis juga berperan dalam pembentukan ciri fisik dan organ tubuh janin ketika dalam kandungan. Kemudian membantu tubuh dalam eliminasi sel-sel yang tidak dibutuhkan atau memiliki potensi bahaya. Tanpa apoptosis, kita tidak akan memiliki jari-jari tangan dan kaki atau koneksi sel otak yang dibutuhkan untuk memahami tanda-tanda kebesaran atau ayat-ayat kauniyah Allah swt di alam semesta.
Apoptosis juga mendukung sistem kekebalan tubuh dengan memainkan peran kunci saat terjadi infeksi virus. Sel-sel yang telah diserang virus “dikorbankan”, dibunuh sebelum mereka tumpah dengan partikel-partikel virus. Tindakan pengorbanan diri sel ini akan mencegah penyebarluasan virus sehingga dapat menyelamatkan kehidupan organisme
Sel-sel di tubuh telah di-instal, dilengkapi Sang Pencipta Al-Khaliq, dengan instruksi dan instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan pengorbanan. Sel-sel menyimpan instrumen ini, disebut dengan protease, hingga terdapat sinyal atau instruksi -baik yang datang dari dalam maupun luar sel- yang akan memicu pelepasannya. Ini kemudian akan menginisiasi rangkaian proses yang terkoordinasi secara efektif pada sel untuk berkorban dan mati. Selama proses pengorbanan ini DNA di dalam inti sel akan terpecah menjadi beberapa fragmen, kemudian terdisintegrasi hancur yang kemudian diikuti oleh seluruh bagian sel.
Sebagai mekanisme kompensasi sel-sel yang berkorban ini, maka tubuh melakukan proses mitosis (pembelahan sel) untuk membuat sel-sel baru. Mitosis dan Apoptosis bekerja secara timbal balik, karena sel-sel lama yang sudah usang dan rusak akan digantikan dengan sel-sel baru sehingga tubuh dapat mempertahankan keadaan keseimbangan untuk berfungsi dengan normal atau homestasis. Hilangnya keseimbangan antara apoptosis dan mitosis ini akan berkonsekuensi pada kondisi yang membahayakan homeostasis tubuh.
Sebagai umat beragama kita tentunya percaya bahwa pengorbanan sel-sel ini adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran ciptaan Allah swt di alam semesta untuk dapat diambil hikmah dan pelajarannya. Ibarat pahlawan dalam palagan perang, maka sel-sel yang berkorban ini adalah pahlawan bagi tubuh untuk dapat tetap survive dan bertahan hidup dalam keseimbangan atau homestasis. Sebagai bentuk manifestasi kecintaan dan ketakwaan atas takdir Allah swt.
Hal serupa yang kita jumpai dalam palagan pandemi Covid-19 ketika para pahlawan tenaga kesehatan bahu membahu dengan komponen-komponen masyarakat untuk “care”, peduli, empati dan berkorban dengan waktu, tenaga, biaya bahkan nyawanya sendiri untuk berusaha menyelamatkan hidup orang lain yang membutuhkan.
Momentum Idul Adha yang ditandai dengan ibadah kurban merupakan ibadah yang sangat mulia dengan begitu banyak keutamaan. Ibadah kurban sebagaimana pengorbanan sel-sel tubuh pada proses apoptosis juga merefleksikan kecintaan dan ketakwaan manusia atas perintah Allah swt. Melatih dan mengasah empati, kepedulian dan kepekaan sosial, sense of care dan act of care.
Namun masih ada sebagian dari kita yang meski mampu, tapi enggan ber-qurban dan menyambut Idul Adha sebatas seremonial dan ritual belaka. Hal ini -sebagaimana bila terjadi kegagalan proses apoptosis pada sel tubuh- dapat berkonsekuensi pada ketidakseimbangan homeostasis sosial.
Mari kita merefleksi teladan pengorbanan Nabi Ibrahim as yang karena kecintaan dan ketakwaannya kepada Allah Swt, dengan ikhlas melaksanakan instruksi untuk menyembelih anak kesayangan yang telah begitu lama dinantikan, Nabi Ismail as. Dari Zaid ibn Arqam, ia atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah Saw, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka berkata: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan ibn Majah).
Hadits ini menggambarkan begitu besarnya kebaikan dan pahala ibadah qurban. Dalam hadis yang lain, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Sebuah peringatan keras dari Rasulullah kepada siapa saja yang mampu, tapi enggan berqurban. Karena keengganan untuk berqurban - padahal ia memiliki kemampuan - adalah antisesis dari kecintaan dan ketakwaan makhluk kepada al-khalik.
Sebagaimana fenomena apoptosis atau berqurbannya sel-sel tubuh, bila proses berkorbannya sel tidak berjalan dengan baik maka yang akan dihadapi adalah katastrofi biologis pada tubuh manusia. Maka bila ibadah qurban tidak dilaksanakan oleh mereka yang mampu, niscaya akan terjadi katastrofi sosial di tatanan komunitas.
Mengindikasikan hilangnya empati, kepekaan dan kepedulian sosial di tengah umat. Sehingga berpotensi merusak resiliensi sosial kita dalam menghadapi masalah di masa mendatang, serupa pandemi yang telah kita lewati dengan segala problematikanya.
Dengan mengambil hikmah dari fenomena apoptosis pada tatanan sel, semoga semakin menambah pemahaman kita bahwa dengan ibadah qurban pada Idul Adha ini, Islam mengajarkan kepada kita agar rela berkorban sebagai bentuk manifestasi cinta dan ketakwaan kepada Allah swt. Untuk dapat mempertahankan homestasis sosial dan pada akhirnya meningkatkan ketahanan dan resiliensi sosial kita dalam menghadapi masalah kemanusiaan di masa kini dan mendatang. (zm)
Referensi:
- https://www.merriam-webster.com/dictionary/apoptosis
- https://www.livescience.com/12949-cell-suicide-apoptosis-nih.html
Penulis adalah Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Artikelnya dimuat dalam kolom wacana Harian Umum Republika, Rabu 7 Juni 2023.