#ApaKataAhli: Kupas-Tuntas Kesehatan Mental bersama Guru Besar Psikologi UIN Jakarta
Jakarta, Berita UIN Online – Podcast UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghadirkan Guru Besar Psikologi sekaligus praktisi psikolog klinis UIN Jakarta, Prof. Dr. Rena Latifa M.Psi., dalam episode yang membahas Mental Health Bukan Sekadar Tren: Apa Kata Psikologi Agama? Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rena mengupas berbagai persoalan dan fenomena yang tengah dihadapi generasi muda, khususnya Gen Z, dalam menjaga keseimbangan psikologis di tengah tekanan sosial dan budaya digital.
Prof. Rena memaparkan kondisi terkini kesehatan mental masyarakat Indonesia yang kini semakin menjadi perhatian publik. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, gangguan kesehatan mental telah menjadi salah satu beban penyakit utama yang dialami masyarakat di berbagai tahap kehidupan, mulai dari anak-anak hingga lansia.
“Ketika seseorang mengalami gangguan jiwa, tahun produktifnya bisa hilang. Padahal salah satu ciri kesehatan mental adalah kemampuan seseorang untuk tetap produktif,” jelasnya.
Fenomena meningkatnya angka pelaporan kasus kesehatan mental, menurut Prof. Rena, bukan semata tanda negatif. Ia justru melihatnya sebagai bukti meningkatnya awareness dan keberanian masyarakat untuk mencari bantuan profesional. “Dulu orang takut ke psikolog karena dianggap lemah. Sekarang, kesadarannya mulai tumbuh. Masyarakat sudah lebih terbuka bahwa gangguan mental bukan aib, melainkan kondisi yang bisa diatasi,” ujarnya.
Pembahasan kemudian menyoroti penyebab yang sering muncul di kalangan muda, terutama Gen Z. Prof. Rena menjelaskan bahwa kebiasaan self-comparison atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial menjadi salah satu pemicu stres yang paling umum. Ia menegaskan bahwa media sosial sering kali menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, sehingga banyak anak muda merasa tidak cukup baik atau kehilangan kepercayaan diri.
“Harusnya kita membandingkan diri kita hari ini dengan diri kita di masa lalu, bukan dengan orang lain di dunia maya. Itu baru perbandingan yang sehat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof. Rena memberikan berbagai langkah sederhana untuk menjaga kesehatan mental di tengah rutinitas padat. Ia menekankan pentingnya rutinitas sehat seperti tidur cukup, olahraga, dan makan bergizi. Selain itu, praktik self-care juga perlu dilakukan, mulai dari menjalankan hobi, memperkuat spiritualitas melalui ibadah yang khusyuk, hingga membangun boundaries dalam hubungan sosial. “Kalau di Islam, sebenarnya kita sudah diajarkan konsep mindfulness lewat shalat khusyuk dan dzikir. Itu semua bisa jadi terapi jiwa,” tambahnya.
Ia juga menyoroti stigma masyarakat yang menganggap gangguan kesehatan mental sebagai tanda lemahnya iman. Menurut Prof. Rena, pandangan tersebut harus diluruskan karena gangguan mental memiliki banyak faktor penyebab biologis, genetik, hingga lingkungan keluarga. “Tidak adil kalau kita bilang orang depresi itu kurang iman. Ini kondisi medis dan psikologis yang perlu ditangani secara komprehensif,” tegasnya.
Selain membahas kesehatan mental, Prof. Rena juga menyinggung sejarah dan peran penting Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengembangkan ilmu psikologi di Indonesia. Ia menuturkan bahwa Fakultas Psikologi UIN Jakarta dibangun oleh para ilmuwan besar yang memiliki kontribusi luar biasa dalam bidangnya.
“Jadi kalau Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kan historisnya dibangun oleh para ilmuwan di bidang psikologi yang perannya luar biasa bagus. Misalnya ada Ibu Prof. Zakiah Daradjat, beliau adalah ahli di bidang ilmu jiwa agama, kuliahnya dulu di Mesir, dan menjadi salah satu peletak dasar psikologi Islam,” ujarnya.
Selain itu, Prof. Rena juga menyebut nama-nama tokoh penting lain seperti almarhum Bapak Yahya Umar dan Bapak Bahrul Hayat, yang berperan besar dalam memperkuat landasan ilmiah dan metodologis psikologi di UIN Jakarta. “Pak Yahya Umar adalah peletak dasar psikometri dan berperan penting agar keilmuan psikologi bisa diterima secara ilmiah dan metodologis. Bersama Pak Bahrul Hayat, mereka membantu mengembangkan Fakultas Psikologi di era modern,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa saat ini Fakultas Psikologi UIN Jakarta memiliki dua pusat unggulan, yakni Pusat Psikologi Islam dan Pusat Psikometri, yang diharapkan menjadi tolak ukur perkembangan psikologi Islam dan pengukuran psikologi di Indonesia maupun di dunia internasional. “Saya juga alumni Fakultas Psikologi UIN Jakarta, jadi saya sangat merasakan bagaimana dahulu peletak dasar keilmuan ini dikembangkan dengan perjuangan dan idealisme yang tinggi,” tuturnya.
Prof. Rena berharap Fakultas Psikologi UIN Jakarta terus menjadi rujukan nasional dan internasional dalam bidang psikologi Islam, psikologi agama, serta pengembangan literasi kesehatan mental. “Kita ingin Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pusat literasi kesehatan mental dan menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya,” katanya. Ia juga menyampaikan kabar baik bahwa tahun depan fakultas ini akan membuka Program Profesi Psikologi, yang diharapkan dapat melahirkan lebih banyak praktisi dan psikolog profesional.
“Dengan adanya program profesi ini, alumni kita akan semakin banyak dan berperan besar dalam dunia kesehatan mental, baik di tingkat nasional maupun global. Harapannya dari sisi tridharma, fakultas akan semakin berkembang dan menjadi rujukan penelitian serta praktik psikologi Islam,” tambahnya.
Prof. Rena menutup dengan pesan penting bahwa berkonsultasi ke psikolog bukan berarti kurang beriman, melainkan bentuk ikhtiar dalam mencari kesembuhan. “Kita berdoa, iya. Tapi kita juga berusaha. Psikolog adalah bagian dari jalan yang disediakan Allah untuk membantu manusia menemukan keseimbangan dirinya,” ujarnya.
“Kesehatan mental bukan tanda kelemahan,” tutup Prof. Rena dengan penuh keyakinan, “Tapi tanda bahwa kita manusia yang sadar akan pentingnya keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan iman.”
(Nosa Idea L./ Fauziah M./ Zaenal M./ Nabila Azzahra S.)
