Analis Terorisme Muhammad Sofyan Tsauri: "Radikalisme Dapat Dilakukan Siapa Saja"

Analis Terorisme Muhammad Sofyan Tsauri: "Radikalisme Dapat Dilakukan Siapa Saja"

Gedung NICT, BERITA UIN - Fenomena radikalisme di Indonesia terus marak terjadi. Score Global Terrorism Index 2020 mencatat  Indonesia berada di  posisi ke-37 di dunia dan urutan empat Asia Pasifik setelah Filipina, Thailand setelah Myanmar.

Hal itu diungkapan Analis Intelijen dan Terorisme, Muhammad Sofyan Tsauri, dalam acara Focussed Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Pusat Layanan Hubungan Masyarakat dan Bantuan Hukum (PLHMBH) UIN Jakarta di Gedung National Information and Communication Technology (NICT), Selasa (16/7/2022).

Sufyan mengatakan, radikalisme dapat dilakukan oleh siapa saja karena radikalisme tidak mengenal batasan pendidikan, bisa terjadi pada individu atau kelompok dari berbagai kelas ekonomi dan sosial.

“Ruang radikalisasi dimulai dari propaganda di media sosial, doktrinasi dalam kelompok, keluarga, dan  doktrinasi terbuka,” ujarnya.

Sufyan mengungkapkan proses radikalisme dimulai dari rasa intoleransi, lalu radikal, dan melakukan teror. “Proses radikalisme menyasar pada generasi muda dengan rentang usia 17 hingga 24 tahun. Proses paparannya yang sangat cepat, sulit dideteksi, dan didominasi oleh model terror lone wolf,” imbuhnya.

Menurut dia, bentuk radikalisasi di Era 4.0 yaitu ketika ideologi asing menyebar dan memengaruhi dengan cepat dan tanpa batas, doktrinasi dan propaganda kelompok trans nasional dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tanpa batas.

Radikalisasi juga dapat dilakukan tanpa tatap muka, tidak mudah diketahui atau dipantau. Referensi-referensi untuk melakukan kejahatan dan tindakan negatif tersedia dengan bebas.

“Strategi pencegahan radikalisme bisa dilakukan dengan memfokuskan pada pencegahan terjadinya radikalisasi, penguatan nasionalisme, penguatan nilai budaya, masyarakat garis terdepan dalam pencegahan, penguatan kemampuan deteksi dini masyarakat, penguatan ketahanan keluarga,” paparnya.

Indonesia, kata dia, memiliki Pancasila sebagai kunci dalam penangkalan radikalisme, karena Pancasila hadir sebagai benteng untuk menangkal ideologi asing. Doktrinasi Pancasila dan keterlibatan pemuda sangat penting karena generasi muda yang berpancasila akan menjadi penjaga NKRI.

Ia menyampaikan agar generasi muda dapat menjaga NKRI dan terhindar dari paparan radikalisme dengan berpegang teguh pada nilai-nilai nasionalisme, setia kepada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.

“Jangan mudah terbuai oleh narasi-narasi di media sosial. Belajar agama kepada orang yang tepat, keluarga adalah pondasi utama, fokus pada cita-cita, dan realistis,” katanya. (ns/diah ayu pramesti)

Foto: dima