Fenomena & Potensi Crowdfunding

Fenomena & Potensi Crowdfunding

Ali Rama Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Kandidat Doktor di Universitas Aberdeen Inggris

Kemajuan teknologi informasi terutama kehadiran platform digital dan segala infrastruktur penunjangnya membawa dampak signifikan dalam pengelolaan dan pendistribusian sumber daya ekonomi. Maraknya teknologi berbasis platform dalam bentuk crowdfunding telah mempermudah bertemunya permintaan dan penawaran modal, yang selanjutnya meningkatkan efisiensi pasar keuangan.

Crowdfunding atau urun dana merupakan model penggalangan dana yang dilakukan secara ramai-ramai berbasis platform digital dengan berbagai tujuan, termasuk untuk kepentingan kemanusiaan, pendidikan, politik, fasilitas publik, atau usaha inovasi dan kreatif. Sebagai sebuah fenomena, tidak ada yang baru dalam penggalangan dana dari orang banyak (crowd) karena cara serupa dalam mengakses pendanaan telah terjadi di masa lalu. Namun crowdfunding sebagai sebuah konsep merupakan model keuangan modern berbasis teknologi keuangan yang memfasilitasi dan mengakselerasi mobilisasi kekayaan orang banyak (wealth of crowds) untuk tujuan penciptaan nilai tambah.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh sektor usaha terutama bagi usaha rintisan (start-ups) adalah akses pendanaan untuk merealisasikan ide bisnisnya. Crowdfunding menjadi solusi dan alternatif sumber pembiayaan bagi usaha kreatif dan inovasi. Lembaga intermediasi keuangan menghadapi kelebihan permintaan pendanaan terutama dari sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). Menurut laporan Grup Bank Dunia tahun 2017, total kekurangan pendanaan untuk sektor UMKM diperkiran mencapai sekitar USD5,2 triliun atau setara dengan 19% PDB dari 128 negara berkembang.

Sebagaimana diketahui, crowdfunding dapat mendorong terjadinya distribusi akses pendanaan terutama bagi sektor-sektor usaha yang terpinggirkan oleh sistem keuangan perbankan sekaligus juga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendanaan ide-ide kreatif maupun proyek sosial-kemanusian meskipun dalam jumlah rupiah yang kecil.

Sistem pembiayaan usaha berbasis crowdfunding sebenarnya sangat cocok dengan budaya Indonesia yang terkenal dengan budaya gotong royong dan sistem koperasi yang banyak diperaktekkan dalam perekonomian Indonesia. Meskipun model crowdfunding beragam, sistem crowdfunding pada hakekatnya mempromosikan sistem keuangan dimana untung dan risiko dari sebuah proyek usaha diembang secara bersama-sama antara pengusaha dan penyedia dana sesuai dengan kontribusi masing-masing. Di sisi lain, crowdfunding memungkinkan kontribusi investasi dalam jumlah kecil dan diikuti oleh mereka yang tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan analisis investasi. Karakteristik ini sangat relevan bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang tingkat rata-rata pendapatan masyaraktnya masih relatif rendah disertai dengan minimnya literasi keuangan, namun punya keinginan untuk berinvestasi. Dengan demikian, maraknya platform crowdfunding berbasis investasi dapat menjadi alternatif investasi bagi masyarakat terutama bagi mereka yang berpendapatan rendah.

Selama ini dana-dana masyarakat lebih banyak disimpan di bank yang umunya disalurkan ke korporasi, karena lebih menjanjikan tingkat keuntungan yang lebih besar. Sementara sektor usaha rintisan dan usaha kecil menengah yang tidak memiliki modal dan jaminan tidak menjadi prioritas pembiayaan sektor perbankan. Olehnya, sistem crowdfunding memungkinkan terjadinya mobilisasi dana-dana masyarakat untuk membiayai usaha-usaha rintisan dan UMKM yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian nasional. Pada titik ini, crowdfunding menciptakan demorakratisasi keuangan terutama pada akses pembiayaan bagi pengusaha dan sekaligus peluang investasi bagi setiap individu.

Potensi Crowdfunding

Menurut riset Ziegler dkk. (2020), volume transakasi dari crowdfunding secara global mengalami peningkatan yang signifikan dari USD11,06 miliar pada tahun 2013 menjadi USD418.52 miliar pada tahun 2017, dimana mayoritasnya dikontribusinya oleh crowdfunding berbasis investasi seperti P2P lending dan equity. Sementara itu volume transaksi dari crowdfunding berbasis non-investasi seperti donasi dan reward hanya sekitar 0.2% dari total volume crowdfunding global. Secara geografis, crowdfunding telah beroperasi setidaknya di 161 negara dengan tingkat perkembangan yang relatif jauh berbeda, dimana Amerika, China dan Eropa menjadi pemain utama dengan menguasai sekitar 97% dari total pasar crowdfunding global.

Di Indonesia, crowdfunding pertama kali muncul pada tahun 2012, yaitu dengan berdirinya situs galang dana wujudkan.com yang berbasiskan reward (imbalan) yang bergerak pada proyek-proyek kreatif. Namun sayangnya, platform ini harus tutup pada tahun 2017 disebabkan biaya operasional yang terlalu besar. Kemudian, berbagai situs-situs lainnya bermunculan seperti kitabisa.com dan ayopeduli.id yang merupakan crowdfunding berbasis donasi, dan gandengtangan.co.id yang berbasis utang.

Volume transaksi dari crowdfunding berbasis non-investasi lumayan menjanjikan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan sosial maupun usaha kreatif. Misalnya, platform kitabisa.com telah berhasil menggalang dana dari masyarakat mencapai sekitar Rp835 miliar semenjak berdiri tahun 2013. Sementara gandengtangan.co.id berhasi mengakumulasi pinjaman sejak berdiri sekitar 41 miliar rupiah untuk pembiayaan UMKM.

Pengaturan terkait crowdfunding di Indonesia pertama kali diatur melalui Peraturan OJK tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (equity crowdfunding) yang selanjutnya diubah dengan Peraturan OJK tahun 2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi terbaru tersebut memberikan perluasan mengenai penawaran efek yang tidak hanya terbatas pada saham tetapi juga meliputi utang dan sukuk. Peraturan ini tentunya mendorong munculnya platform-platform berbasis investasi di tanah air.

Sampai sekarang, OJK mencatat setidaknya ada tujuh platform berbasis sekuritas, yaitu Santara, Bizhare, Crowdana, Landx, Dana Saham, SHAFIQ dan FundEx. Menurut laporan OJK industri crowdfunding yang berbasiskan investasi telah menghimpun dana senilai Rp437 miliar hingga Februari 2022 dari 193 penerbit dan 96.432 pemodal.

Meskipun jumlah transaksi crowdfunding di Indonesia secara agregat masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara yang lebih awal mengembangkan industri crowdfunding seperti Amerika Serikat dan Inggris. Namun peluang peningkatannya masih terbuka lebar terutama dengan peningkatan literasi tentang crowdfunding dan peningkatan ekonomi masyarakat.(sam)

Terbit juga opini koran nasional Bisnis Indonesia, 23 Mei 2022.  Link https://koran.bisnis.com/m/read/20220523/251/1535698/opini-fenomena-potensi-crowdfunding