Tersakiti Sesudah Mati

Tersakiti Sesudah Mati

Oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam Al-Mawaidz al-Ushfuriyah, Muhammad bin Abi Bakar mengutip hadits Nabi yang bersumber dari Anas bin Malik, “Perbuatan orang yang masih hidup akan diperlihatkan kepada kerabat dan leluhur yang telah mati. Apabila perbuatan itu baik, maka mereka akan bersyukur kepada Allah dan bergembira. Namun apabila yang mereka saksikan adalah perbuatan buruk, maka seraya mereka berdoa, “Ya Allah, semoga Engkau tidak mencabut nyawa mereka sampai Engkau memberi hidayah kepada mereka”. Lalu Nabi melanjutkan, “Orang yang sudah mati bisa tersakiti di dalam kuburnya seperti dia tersakiti ketika masih hidup di dunia”. Seorang sahabat bertanya, “Seperti apakah sesuatu yang dapat menyakiti orang yang sudah mati itu?”

Nabi menjawab, “Orang yang sudah mati memang tidak dapat berbuat dosa lagi, tidak bertengkar dan bermusuhan, dan tidak lagi bisa menyakiti tetangga. Hanya saja, apabila kamu bermusuhan dengan siapa saja, maka pasti orang yang bermusuhan denganmu itu akan memakimu dan orangtuamu. Perlu diketahui bahwa mereka berdua akan merasa tersakiti saat diperlakukan dengan buruk seperti halnya mereka juga akan bergembira pada saat diperlakukan dengan sesuai hak mereka”.

Satu waktu ada yang bertanya, “Ya Rasul, apa hak yang semestinya diterima oleh kedua orang tua dan harus dipikul oleh anaknya?” Rasul menjawab, “Mereka adalah surga dan nerakamu” (HR. Ibnu Majah).Yang seharusnya diterima orangtua adalah perbuatan baik anaknya yang berefek positif bukan hanya bagi anaknya tetapi juga bagi orangtua. Begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, anak yang masih hidup dapat membuat untuk dirinya dan kedua orangtunya surga atau neraka.

Diceritakan oleh Abu Usaid bahwa ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar beranjangsana dan bertanya kepada Rasul, “Ya Rasul, apakah saya bisa berbuat baik kepada kedua orangtua saya yang sudah meninggal?’ Rasul menjawab, “Dapat. Ada empat hal. Pertama, mendoakan mereka. Kedua, memohonkan ampunan untuk keduanya. Ketiga, menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka. Keempat, menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah dan ibumu. Itulah perbuatan baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal” (HR. Ahmad). Empat hal ini juga yang menjauhkan kedua orangtua agar tidak tersakiti sesudah mereka mati.

Kendati tidak setiap kita adalah orangtua, namun yang pasti setiap kita adalah seorang anak. Maka berdasar sejumlah hadits di atas, untuk kedua orangtua kita yang telah tiada, kita bisa membangunkan untuk mereka surga, yakni dengan perbuatan baik yang kita lakukan. Harapan kita, anak-anak kita juga kelak melakukan perbuatan baik seperti yang kita lakukan. Nabi berjanji, “Berbuat baiklah kepada orangtua kamu, maka anak-anakmu akan berbuat baik kepadamu” (HR. Thabrani).

Namun sebelum membahagiakan kedua orangtua nanti sesudah mereka mati, maka seyogyanya kita bahagiakan mereka terlebih dahulu di dunia. Pertama, mari kita berbuat baik kepada mereka dengan sebaik-baiknya, seperti yang Allah ajarkan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. a-Israa/17: 23).

Kedua, mementingkan kedua orangtua. Abdullah bin Amr bin Ash bercerita, “Ada seseorang yang mendatangi Nabi. Orang itu ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Orang itu menjawab, “Masih hidup”. Nabi bersabda, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya” (HR. Muslim). Tentu kita dapat menambahkan bentuk-bentuk atau cara membahagiakan kedua orangtua.(sam)