Tobat Nashuha

Tobat Nashuha

Oleh:Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tentang tobat nashuha, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha (tobat yang semurni-murninya)” (QS. al-Tahrim/66: 8). Yang dimaksud dengan tobat nashuha dalam ayat ini, menurut pengarang Tafsir Jalalain, adalah pertama, tobat yang sebenar-benarnya. Kedua, bertobat tidak akan mengulangi lagi. Ketiga menyesali apa yang telah dikerjakan.

Dalam al-Qur’an disebutkan ciri khas orang yang bertobat yang sebenarnya, “Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya” (QS. al-Furqan/25: 71). Untuk itu dapat dipahami bahwa orang yang tobat nashuha adalah mengikuti keburukan dengan kabaikan. Dengan maksud senada, Nabi bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di manapun anda berada. Ikutilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Ahmad).

Lebih tegas, Allah berfirman, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS. Hud/11: 114). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, contoh perbuatan baik itu sumpama shalat lima waktu. Sementara kesalahan yang dihapus adalah dosa kecil.

Berikutnya, orang yang bertobat nashuha dituntut utuk tidak mengulanginya. Dengan kata lain orang yang tobat nashuha itu konsisten dalam berbuat baik. Allah menjelaskan, “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Hud/11: 114).

Secara filosofis, orang yang bertobat nashuha dituntut utuk tidak mengulanginya, karena setiap orang tidak pernah tahu ujung dari kehidupannya. Nabi memberi tahu, “Ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni surga dalam waktu yang lama, kemudian ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni neraka. Dan ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni neraka dalam waktu yang lama, lalu ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni surga” (HR. Bukhari).

Inilah janji Allah kepada orang yang konsisten bertobat, “Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar” (al-Nisaa/4: 146).

Memang orang yang berbuat dosa berkali-kali lalu bertobat berkali-kali, akan diterima tobatnya, seperti diisyaratkan Nabi, “Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertobat” (HR. Turmudzi). Namun, tidak ada jaminan sama sekali ketika seseorang berbuat salah, ia kembali mampu untuk bertobat. Maka itu sebaiknya sekali berbuat salah, kemudian bertobat dan tidak mengulanginya.

Terakhir, soal ungkapan pengarang Tafsir Jalalain bahwa orang yang tobat nashuha adalah orang yang menyesali apa yang telah dikerjakannya, maksudnya menyesal di dalam hati. Penyesalan di dalam hati inilah yang membuat orang yang bertobat mengiringi keburukan yang dilakukannya dengan kebaikan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

Dalam sebuah hadits pendek yang ditulis Ibnu Majah, Nabi bersabda, “Penyesalan adalah tobat”. Hadits ini hendak menjelaskan bahwa pangkal utama atau rukun tobat nashuha adalah merasa menyesal. Orang yang menyesali segala dosa yang pernah dilakukan adalah orang yang ikhlas betobat. Karena itu, ia tidak perlu bertobat berkali-kali.

Tentang hal ini, terdapat hadits shahih yang ditulis Bukhari yang menarik perhatian, “Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku”. Lalu Allah menjawab, “Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa”. Lalu dosanya diampuni.

Berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku”. Lalu Allah merespons, “Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa”. Lalu dosanya diampuni.

Berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku”. Lalu Allah menjawab, “Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa”. Kemudian dosanya diampuni. Allah berfirman, “Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya”.

Hadits ini menunjukkan pintu tobat yang tidak terbatas. Namun manusia punya waktu yang terbatas untuk bertobat. Seperti pesan Nabi, “Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba sebelum nafasnya berada di kerongkongan” (HR/ Turmudzi).

Mari segera bertobat, sebab pasti akan diampuni. Selain itu, bertobat akan memberikan keuntungan. Allah menjanjikan, “Dan bertobatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. al-Nur/24: 31). Yang dimaksud beruntung dalam ayat ini, menurut pengarang Tafsir Jalalain, adalah selamat.(sam)