Kuantum Ikhlas

Kuantum Ikhlas

Oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kuantum sebenarnya istilah khusus untuk fisika. Sebut saja fisika kuantum sebagai lawan dari fisika klasik. Sementara kuantum ikhlas dapat dipahami sebagai upaya untuk melakukan investigasi hati manusia hingga sedalam-dalamnya ikhwal apa yang dikatakan dan yang dilakukan.

Misalnya, ketika ada orang mengaku membaca al-Qur’an, berperang di jalan Allah, dan berderma secara ikhlas, maka pengakuannya dapat ditelusuri dengan konsep kuantum. Artinya, apa sebenarnya motivasi orang itu apabila dibedah ucapannya, gerak tubuhnya, hingga seisi hatinya. Betulkah dia ikhlas membaca al-Qur’an, berperang di jalan Allah, dan berderma? Inilah konsep paling sederhana kuantum ikhlas itu.

Terkait kuantum ikhlas, dalam Tanbihul Ghafilin, Abu Laits al-Samarqandi mengutip hadits Nabi yang bersumber dari Abu Hurairah. Nabi bercerita, “Allah akan mengadili semua makhluk pada hari kiamat. Saat itu semua makhluk bertekuk lutut di hadapan Allah. Orang pertama yang dipanggil untuk diadili adalah orang yang suka membaca al-Qur’an, berperang di jalan Allah, dan orang yang banyak harta.

Allah bertanya kepada orang yang membaca al-Qur’an, “Bukankah aku telah mengajarkan kepadamu mengenai yang Aku turunkan kepada rasul-Ku?” Ia menjawab, “Benar Wahai Rabb”. Allah bertanya lagi, “Maka apa yang kamu kerjakan tentang yang kamu ketahui?” Orang itu menjawab, “Saya mengerjakannya sepanjang siang dan malam”. Lalu Allah berfirman, “Kamu bohong”. Malaikut ikut berseru, “Kamu bohong. Kamu hanya ingin dikatakan bahwa kamu pandai membaca al-Qur’an. Hal itu sudah dikatakan orang (untukmu).

Berikutnya, Allah bertanya kepada orang yang banyak harta, “Apa yang kamu lakukan dengan apa yang Aku berikan kepadamu?” Orang itu menjawab, “Aku telah bersilaturahim dan bersedekah dengan harta itu”. Lalu Allah berfirman, “Kamu bohong”. Malaikut ikut berseru, “Kamu bohong. Kamu hanya ingin dikatakan bahwa kamu pemurah, dermawan, dan tidak pelit. Hal itu sudah dikatakan orang (untukmu).

Kemudian orang yang berperang di jalan Allah dibawa, kepadanya Allah bertanya, “Karena apa kamu berperang?” Orang itu menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku terbunuh”. Allah berfirman, “Kamu bohong”. Malaikut menimpali, “Kamu bohong. Kamu hanya ingin dikatakan bahwa kamu sebagai pemberani. Hal itu sudah dikatakan orang (untukmu).

Abu Hurairah melanjutkan ceritanya, “Sesudah itu Rasulullah memukul lututku dengan tangan beliau seraya bersabda, “Wahai Abu Hurairah, ketiga kelompok itulah yang pertama kali dibakar di dalam api neraka pada hari kiamat”.

Kuantum ikhlas sebenarnya bukan hanya dapat digunakan untuk menginvestigasi perkataan dan perbuatan dengan sedetil-detilnya ketiga kelompok orang yang disebutkan di atas, namun bisa juga digunakan untuk menginvestigasi perkataan dan perbuatan kita dengan sedalam-dalamnya, secermat-cermatnya. Ibarat membelah inti atom, hingga sekecil-kecilnya sampai kita bisa mengidentifikasinya.

Dalam Tanbihul Ghafilin, Abu Laits al-Samarqandi melanjutkan, sesudah itu Abu Hurairah menyambung perkataannya, “Berita itu sampai kepada Mu’awiyah, sontak ia menangis sejadi-jadinya. Mu’awiyah berseru, “Allah dan rasul-Nya itu benar. Kemudian Mu’awiyah membaca firman Allah, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud/11: 15-16).(sam)