Perempuan Punya Peran Penting dalam Akhiri Konflik

Perempuan Punya Peran Penting dalam Akhiri Konflik

Auditorium Bahtiar Effendy, Berita UIN Online Kesetaraan gender merujuk kepada keadaan dimana wanita dan laki-laki memiliki keadaan yang setara untuk memenuhi hak dan kewajiban. Topik ini menjadi isu populer dikalangan masyarakat. Banyak dari masyarakat khususnya kaum perempuan menggaungkan topik ini guna untuk memperjuangkan hak dan kewajiban mereka.

Isu demikian kembali dibahas para akademisi pada seminar internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, Rabu (21/6/2023). Seminar berjudul Conflict and Peacebuilding Local and Global Context ini dilaksanakan dengan menghadirkan sejumlah narasumber seperti Prof. Abu Bakarr Bah (Northern Illinois University, USA), Dr. Moammad Hasan Ansori ( Dosen FISIP UIN Jakarta), dan Dr. Ella. S, Prihatini (Universitas Islam Internasional Indonesia UIII).

Ketiga pembicara pada seminar ini berbicara mengenai berbagai isu dari perspektif yang berbeda-beda mengenai konflik skala nasional maupun internasional, termasuk bagaimana cara mencapai perdamaian itu sendiri. Seperti Dr. Ella. S, Prihatini memberikan informasi mengenai peran perempuan dalam konflik dan pembangunan perdamaian dalam konten nasional dan internasional.

Dalam paparannya, Ella mengungkapkan, kesenjangan gender dalam bermasyarakat dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam konflik. Oleh karena itulah, beberapa negara yang memiliki tingkat kesetaraan gender yang tinggi cenderung lebih berkurangnya konflik kekerasaan sehingga karenanya sangat penting melibatkan wanita dalam kehidupan bermasyarakat.

“Negara-negara dengan tingkat kesetaraan gender yang lebih tinggi lebih mungkin menyelesaikan masalah secara damai dan lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan tindakan militer untuk menyelesaikan perselisihan internasional,” terangnya.

Melihat sejarahnya, dahulu kaum wanita masih menjadi kaum minoritas yang mana tidak diberi kesempatan menjadi bagian untuk pembangunan dan perdamaian. Seperti yang disampaikan dalam seminar hanya enam perempuan dari 100 orang yang memiliki kesempatan tersebut. “Selain itu, ketika menandatangani perdamaian hanya 20% hak-hak untuk wanita disebutkan,’ imbuhnya.

Namun, dengan kemajuan global saat ini wanita dapat turut aktif untuk menjaga perdamaian dan mengurangi konflik dengan menjadi pasukan penjaga perdamaian atau peacekeeping. Pasukan penjaga perdamaian merupakan pasukan yang memantau dan mengawasi proses perdamaian di wilayah pasca-konflik dan membantu tentara yang terlibat dalam menandatangani perjanjian perdamaian.

“Jadi, perempuan sebagai pasukan penjaga perdamaian terbaik, memiliki peran yang sangat strategis dalam membuat keputusan, mereka dapat menjadi lebih mengayomi dan memberikan rasa aman dan damai. Tetapi mereka juga dapat memahami masalah kekerasan terhadap perempuan dalam konflik tanpa meremehkan peran laki-laki dan juga membantu para perempuan untuk dapat berbicara lebih terbuka dengan perempuan lainnya,” pungkasnya.

Pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk mendukung program ini. Upaya-upaya tersebut meliputi mempromosikan kesetaraan gender, memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pembangunan, melatih 60 diplomat dari Negara-negara ASEAN untuk membangun kesadaran mengenai pentingnya partisipasi wanita dalam mencapai kedamaian.

Dekan FISIP Prof. Dr. Dzuriyatun Toyibah M.Si MA dalam sambutannya mengungkapkan pembangunan perdamaian dan penyelesaian konflik sekala nasional maupun global membutuhkan partisipasi seluruh kelompok sosial, termasuk seluruh komunitas gender. “Semua berperan dalam penciptaan perdamaian dan penyelesaian konflik,” tandasnya.

Seminar internasional diikuti para akademisi FISIP UIN Jakarta maupun universitas lain yang tertarik akan isu perdamaian dan konflik. Selain itu, ratusan mahasiswa FISIP berbagai jurusan juga hadir sebagai bagian pengayaan wawasan isu-isu sosial. Acara sendiri disiarkan melalui akun youtube resmi UIN Jakarta https://www.youtube.com/watch?v=E4FqPEFr2fg.   (Haura Kaltsum Zahra/ZM)