Kritik Al-Ghazali Kepada Penguasa

Kritik Al-Ghazali Kepada Penguasa

oleh: Syamsul Yakin Dosen Magister KPI FIDIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bentuk-bentuk kritik dan saran terkait masalah negara dan kekuasaan diekspresikan oleh al-Ghazali melalui sejumlah buku seperti Nashihat al-Muluk yang oleh Carole Hillenbrand dikelompokkan sebagai karya bergenre “Mirror for Princes” (cermin para pangeran) dan dalam bentuk korespondensi untuk para penguasa seperti yang dikumpulkan oleh Abdul Qayyum, yakni Letters of al-Ghazali atau Makataib al-Ghazali.

Keduanya merefleksikan soal-soal negara dan kekuasaan yang lebih banyak bersifat praktis. Dengan demikian pemikiran politik al-Ghazali memiliki corak dan karakteristik sendiri dan bersifat distingtif. Kalau al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun hanya membicarakan masalah-masalah kenegaraan yang bersifat konsepsional, sementara al-Mawardi, Ibn Qutaybah dan yang lainnya hanya berbicara pada dataran praktis-pemerintahan dan kekuasaan, maka al-Ghazali mendasarkan pemikiran politiknya pada ranah konsepsional-filosofis dan praktis-fungsional sekaligus.

Dalam kitab Nashihat al-Muluk, ide-ide dan saran yang disampaikan al-Ghazali kepada para penguasa, di antaranya Muhammad Ibn Maliksyah, tidak sekeras dalam Letters of al-Ghazali atau disebut juga Fadhail al-Anam min al-Rassil Hujjat al-Islam yang ditulis belakangan.

Hal ini bisa dimengerti sebab pada saat Nashihat al-Muluk ditulis kondisi politik saat itu belum separah pada masa Fakhr al-Muluk, di mana Fadhail al-Anam itu banyak ditujukan kepadanya. Dalam konteks materi, Nashihat al-Muluk tampak lebih beragam dan menyentuh dimensi akidah dan keimanan. Sedang buku Fadhail al-Anam lebih terfokus pada pelaksanaan pemerintahan, hukum serta hubungan ulama dan kekuasaan.

Satu hal lagi, dalam Nashihat al-Muluk, al-Ghazali tidak menggunakan terma “imamah” atau “khilafah” tapi “muluk” yang dimaksudkan untuk suatu pemerintahan, negara atau kerajaan.

Dalam Nashihat al-Muluk dan Fadhail al-Anam, ide-ide dan saran yang disampaikan al-Ghazali kepada para penguasa meliputi dua hal, pertama, yang berhubungan dengan kualitas moral seorang penguasa, yang dapat diidentifikasi sebagai kritik dan saran al-Ghazali kepada Muhammad Ibn Maliksyah agar ia memperteguh akidah dan keimanan, kritik al-Ghazali kepada Nizamuddin Fakhrul Muluk agar ia berlaku adil, jujur, dan amanat, dan kritik al-Ghazali kepada Syihabul Islam agar ia berperilaku sufistik dan melindungi ulama.

Kedua, yang berhubungan dengan praktik kekuasaan, yang dapat diidentifikasi sebagai keharusan mengangkat ha kim yang adil dan jujur, memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, termasuk tentang optimalisasi kerja para menteri, dan optimalisasi kerja kepala administrasi.*