Konferensi Internasional Spiced Islam Ke-3 Resmi Digelar di Tapanuli Tengah: Bukti Nyata Reputasi UIN Jakarta dalam Kajian Sejarah dan Peradaban Islam

Konferensi Internasional Spiced Islam Ke-3 Resmi Digelar di Tapanuli Tengah: Bukti Nyata Reputasi UIN Jakarta dalam Kajian Sejarah dan Peradaban Islam

Konferensi internasional bertajuk Spiced Islam International Conference III  kembali digelar pada tanggal 20-22 Agustus 2025 di Tapanuli Tengah dengan menghadirkan para pakar dari berbagai negara. Forum akademik ini menjadi ruang pertemuan bagi peneliti lintas disiplin yang menaruh perhatian pada sejarah, budaya, dan peradaban Islam di kawasan Samudra Hindia. Dengan tema besar yang menyoroti koneksi antarwilayah melalui jalur maritim, konferensi ini menyajikan penelitian terbaru terkait interaksi sosial, politik, ekonomi, hingga seni arsitektur Islam.

Para pembicara berasal dari institusi terkemuka dunia, seperti Aga Khan University London, Université de Malaya, Kyoto University, Leiden University, hingga National University of Singapore dan tentu Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan prestisius ini. Mereka mengupas beragam topik mulai dari arkeologi, perdagangan maritim, tradisi perkapalan, hingga peran Islam dalam jejaring global abad pertengahan. Tidak hanya dari luar negeri, peneliti-peneliti Indonesia juga turut memberikan kontribusi penting, khususnya terkait situs Bongal dan koneksi Nusantara dalam jaringan Samudra Hindia. Prof. Dr. Jajat Burhanudin, MA. mewakili UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga menjadi Convener pada konferensi ini telah menginisiasi konferensi yaitu Spiced Islam I (2022) dan II (2023) yang diselenggarakan di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama Mahmood Kooria, University of Edinburgh, Inggris. Perhelatan akbar ini langsung dibuka oleh Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu, SH. dan Wakilnya. Selain itu, acar ini juga dipantau langsung oleh Herry Jogaswara, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) kerja sama dengan Sultanate Institute yang dikawal oleh Abu Bakar Said.

Salah satu topik menarik yang dibahas adalah jejak hubungan antara Asia dan Afrika melalui perdagangan keramik, koin, serta artefak gelas dari abad ke-8 hingga ke-14. Selain itu, peran budaya material seperti tekstil, perahu tradisional, hingga tradisi konsumsi sirih pinang juga menjadi sorotan dalam memahami keterhubungan masyarakat pesisir di era Islam awal. Perspektif lintas disiplin ini memberi gambaran betapa eratnya relasi dunia Islam dengan kawasan Asia Tenggara, termasuk Sumatra, Maluku, dan Nusantara secara luas.

Konferensi ini tidak hanya menjadi ajang akademik, tetapi juga memperkuat kerja sama riset antarnegara. Dukungan dari berbagai lembaga seperti BRIN, Kementerian Kebudayaan Indonesia, serta mitra internasional menunjukkan pentingnya kajian sejarah maritim dalam membangun kesadaran kolektif atas warisan peradaban Islam di Samudra Hindia. Melalui forum ini, diharapkan lahir kolaborasi riset yang berkelanjutan untuk menggali dan melestarikan kekayaan sejarah Islam di kawasan maritim dunia.

Penulis: Mauidlotun Nisa’

Tag :