Ini Jurus Jitu Kuasai Branding Sosial Media Ala Head Brand of Communication Detikcom
Teater Prof. Aqib Suminto FDIKOM UIN Jakarta, Berita UIN Online - "Judge The Branding By Its Socmed!" Kalimat ini membuka sesi workshop yang dibawakan oleh Head of Brand Communication Division Detikcom, Karel Anderson, dalam acara Detikcom Goes to Campus di UIN Jakarta. Dengan gaya interaktif yang memikat, Karel mengawali sesinya melalui permainan ice breaking yang mengungkap realita pahit: persepsi audiens di media sosial tak selalu sejalan dengan niat si pembuat konten.
"Seringkali apa yang kita tampilkan di media sosial ditafsirkan berbeda oleh audiens. Inilah tantangan utama branding digital," ujar Karel, membuka mata peserta tentang kompleksitas dunia media sosial.
Dalam membangun branding media sosial yang efektif, Karel memaparkan tiga tahapan fundamental yang harus diperhatikan. Dimulai dari tahap niat yang menjadi fondasi branding yang kokoh. "Yang lebih mengerti pasti memenangkan hati," tegas Karel. Tahap ini mengharuskan pemasar digital memahami dengan jelas tujuan dan target audiensnya, karena pemahaman mendalam inilah yang menjadi kunci kesuksesan branding digital.
Berlanjut ke tahap strategi, Karel menjelaskan pentingnya membangun identitas yang kuat melalui berbagai elemen vital. Mulai dari visual yang mencerminkan identitas, persona yang autentik, gaya bahasa yang konsisten, hingga pola interaksi yang menciptakan engagement dengan audiens. Tak lupa, ia menekankan pentingnya memiliki Unique Selling Proposition (USP) yang membedakan dari kompetitor.
"Bukan sekadar posting, tapi strategi," Karel menekankan saat membahas tahap delivery atau penyampaian pesan. Ia mengungkapkan bahwa timing dan cara penyampaian sama pentingnya dengan konten itu sendiri.
Dalam menciptakan konten yang berdampak, Karel membagi wawasan tentang berbagai spektrum emosi yang bisa dimanfaatkan. Emosi positif yang kuat seperti kegembiraan, kekaguman, kelucuan, dan kejutan dapat menciptakan dampak viral yang signifikan. Sementara emosi positif yang lebih lembut seperti kepuasan, pencapaian, ketenangan, dan rileks mampu membangun koneksi yang lebih mendalam dengan audiens.
Tak hanya emosi positif, Karel juga menjelaskan bagaimana emosi negatif bisa dimanfaatkan secara strategis. Emosi seperti kemarahan, kegelisahan, ketakutan, dan nafsu, jika dikelola dengan tepat, dapat menciptakan dampak yang kuat. Begitu pula dengan emosi negatif yang lebih halus seperti malu, kesedihan, putus asa, dan kelelahan, yang mampu membangkitkan empati dan menciptakan koneksi emosional dengan audiens.
Namun, Karel mengingatkan, "kunci utamanya bukan sekadar membuat konten viral. Yang terpenting adalah memastikan pesan kita tepat sasaran sesuai audiensnya."
Menutup sesinya, Karel meninggalkan pesan yang mengakar: "Media sosial itu aset, tapi branding yang kita lakukan di media sosial adalah mindset!" Pernyataan ini menegaskan bahwa kesuksesan branding digital bukan sekadar tentang kepemilikan platform atau kemampuan menciptakan konten, melainkan cara berpikir strategis dalam membangun dan mempertahankan citra digital.
Workshop ini tidak hanya membuka wawasan peserta tentang kompleksitas branding digital, tetapi juga memberikan formula praktis dalam mengeksekusi strategi branding di media sosial. Melalui pendekatan sistematis dan pemahaman mendalam tentang psikologi audiens, Karel berhasil menunjukkan bahwa branding di media sosial adalah seni sekaligus sains yang membutuhkan perencanaan matang dan eksekusi cerdas.
"Di era digital ini, branding bukan lagi tentang siapa yang paling keras berteriak, tapi siapa yang paling pintar memahami audiensnya," tutup Karel, meninggalkan peserta dengan perspektif baru tentang branding digital yang efektif.
(Rizkiyah Gustiana/Fauziah M./Raihan Lail Ramadhan/Foto: Adib Taufiqur'Rachman, Hermanudin)