FOZ dan FEB UIN Jakarta Gelar Seminar Hasil Judicial Review UU Zakat
Jakarta, Berita UIN Online – Forum Zakat (FOZ) bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Hasil Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Selasa (7/10/2025). Kegiatan yang berlangsung di Ruang Teater FEB ini menghadirkan berbagai narasumber dari unsur pemerintah, DPR, akademisi, serta lembaga filantropi dan zakat.
Hadir sebagai pembicara kunci, Direktur Pembinaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Prof. Dr. H. Waryono Abdul Ghafur, Anggota Komisi VIII DPR RI, Dr. K.H. Maman Imanul Haq, serta Ketua FOZ, Wildan. Sementara narasumber diskusi meliputi Prof. Dr. Amelia Fauzia (pakar filantropi dan Ketua Social Trust Fund UIN Jakarta), Ibnu Tsani (Ketua Lazismu), Barman Wahidatan (Indonesia Zakat Watch), dan Ahmad Sobirin (Ombudsman RI).
Dalam sambutannya, Dr. K.H. Maman Imanul Haq menilai forum akademik seperti ini penting untuk mengangkat diskursus zakat ke level yang lebih strategis. Ia juga menyoroti peluang pemanfaatan teknologi dalam tata kelola zakat, termasuk penerapan sistem blockchain untuk menjamin transparansi. “Kalau zakat dikelola dengan sistem seketat blockchain, hampir tidak mungkin diselewengkan,” ujarnya.
Selain itu, Kiai Maman menegaskan perlunya etika dalam pengelolaan zakat. Ia mencontohkan kasus di Tasikmalaya, di mana lembaga zakat menyalurkan bantuan menggunakan mobil mewah. “Spirit zakat adalah kesederhanaan dan keadilan, bukan pamer kemewahan,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Amelia Fauzia, Guru Besar UIN Jakarta sekaligus Peneliti Filantropi Dunia Islam, menjelaskan bahwa upaya judicial review terhadap UU Zakat bukan karena masyarakat Indonesia kurang dermawan. “Justru, indeks kedermawanan kita termasuk tertinggi di dunia. Tapi soal tata kelola filantropi, kita masih kalah dari Malaysia dan Singapura,” ujarnya.
Menurut Prof. Amelia, semangat judicial review ini merupakan bentuk tabayyun atau klarifikasi untuk memperkuat kolaborasi dan memperbaiki tata kelola zakat nasional. “Tujuannya bukan untuk mempermasalahkan lembaga tertentu, melainkan mencari model tata kelola zakat yang paling sesuai dengan konteks sosial dan sejarah Indonesia,” tambahnya. Lebih lanjut, ia menjelaskan tiga model pengelolaan zakat di dunia: model masyarakat sipil (seperti di negara-negara Barat), model negara (seperti Arab Saudi dan Pakistan), serta model kombinasi negara dan masyarakat sipil seperti di Indonesia.
Menanggapi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan judicial review, FOZ menilai semangat putusan tersebut tetap mendukung perbaikan tata kelola zakat. MK dalam amar putusannya memberikan ruang bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan revisi UU Zakat dalam waktu dua tahun, hingga 13 Agustus 2027. “Spirit putusan MK sejalan dengan semangat pemohon, yaitu pemisahan peran regulator dan operator serta penguatan hak masyarakat untuk menentukan kepada lembaga mana zakat mereka disalurkan,” jelas perwakilan FOZ.
FOZ juga menekankan pentingnya proses revisi dilakukan secara partisipatif. “Kami berharap proses revisi nanti melibatkan semua pihak baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat sipil agar hasilnya lebih inklusif dan mencerminkan semangat kolaborasi dalam pengelolaan zakat nasional,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Prof. Dr. H. Waryono Abdul Ghafur, menyambut baik inisiatif FOZ dan FEB UIN Jakarta dalam menggelar diseminasi hasil judicial review tersebut. Ia menilai bahwa meskipun permohonan ditolak, semangat perbaikan tata kelola zakat tetap relevan. “Kami satu pandangan bahwa implementasi UU 23/2011 perlu dievaluasi,” ujarnya. Kegiatan ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang memperkaya perspektif peserta mengenai arah kebijakan zakat nasional ke depan.
(kareena Auliya J./ Fauziah M./ Zaenal M./ Nabila Azzahra S.)