Dr. Neng Dara Affiah: Telisik Tradisi Berpikir Kampus Pembaharu

Dr. Neng Dara Affiah: Telisik Tradisi Berpikir Kampus Pembaharu

Auditorium Utama, Berita UIN Online - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Neng Dara Affiah membeberkan secara historis tradisi berpikir UIN Jakarta dari masa ke masa pada talkshow sesi kedua Pengenalan Budaya dan Akademik (PBAK) di Auditorium Harun Nasution, Rabu (28/8/2024).

Neng Dara menceritakan perjalanan transformasi UIN Jakarta dengan penuh semangat. Kampus yang dikenal sebagai pusat pembaharuan ini memulai perjalanan panjangnya dengan nama Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) tahun 1957-1960. Perubahan signifikan terjadi ketika Prof. Dr. Harun Nasution memimpin dan mengubah nama institusi ini menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Namun, evolusi belum berhenti di situ. "Tahun 2002 menandai babak baru dalam sejarah kampus ini, saat di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Azyumardi Azra, UIN Jakarta resmi lahir sebagai entitas baru, melambangkan komitmen yang terus berkembang dalam dunia pendidikan tinggi," ujar Komisioner Komnas Perempuan periode 2007-2009.

Neng menuturkan bagaimana jejak langkah para alumni dan pakar terkemuka UIN Jakarta tak lepas dari tangan dingin pemimpin mereka. "Harun Nasution adalah salah satu rektor yang sangat berpengaruh dalam sejarah kampus ini," ungkap Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ushuluddin. Dengan latar belakang akademis yang gemilang, Nasution menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas McGill, Montreal, Kanada, antara 1962 hingga 1968. 

Setelah menyelesaikan studi, Harun Nasution kembali ke Indonesia dan menjabat sebagai Rektor IAIN Jakarta. Ia menulis sejumlah buku yang hingga kini menjadi referensi penting di UIN Jakarta dan perguruan tinggi agama Islam di seluruh tanah air. Salah satu karya terkenalnya, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, membahas Islam dari berbagai perspektif, mulai dari sufisme hingga ekonomi Islam. Karya lainnya termasuk Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (1972), Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1973), Akal dan Wahyu dalam Islam (1982), dan Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah (1987).

Neng melanjutkan, gagasan-gagasan Harun Nasution yang tertuang dalam buku dan makalah perkuliahan telah menyentuh dan diserap banyak muridnya. "Generasi 60-an yang terpengaruh oleh pemikirannya termasuk nama-nama besar seperti Azyumardi Azra, Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, Bachtiar Effendi, dan Nurcholish Madjid," kata Mantan Aktivis Forum Mahasiswa Ciputat ini. Dengan kontribusi intelektualnya, Nasution tidak hanya membentuk kurikulum, tetapi juga melahirkan generasi pemikir yang memajukan studi Islam di Indonesia.

"Namun, warisan tradisi berpikir ini tidak berhenti begitu saja," Neng melanjutkan. Tradisi intelektual yang dimulai di era sebelumnya terus mengalir ke generasi berikutnya. Pada tahun 70-an, Ciputat melahirkan tokoh-tokoh intelektual baru yang berpengaruh, seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi, Jamhari, Budhy Munawar Rachman, serta Neng Dara Affiah. Nama-nama seperti Ahmad Sahal, Nanang Tahqiq, Musdah Mulia, Jamal D. Rahman, Zainun Kamal, Nurul Fajri (Alm.), Mulyadhi Kartanegara, Kautsar Azhari Noer, dan Sukidi Mulyadi juga turut memperkaya khazanah pemikiran dari kawasan ini. Warisan pemikiran tersebut, seolah menjadi benih yang tumbuh subur dan menghasilkan buah yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Dalam kilas balik ke era 80-an dan 90-an, nama-nama seperti Ray Rangkuti, Nong Darol Mahmada, Tb. Ace Hasan Syadzily, Cecep Romli, dan Burhanuddin Muhtadi muncul sebagai ikon yang membentuk zaman tersebut. Mereka bukan hanya sekadar figur publik, tetapi juga representasi dari semangat dan dinamika generasi yang menyaksikan perubahan besar dalam sejarah UIN Jakarta.

Di tengah gemerlap Ciputat, sebuah oase intelektual subur di UIN Jakarta, di mana tradisi kritis dan forum studi menjadi jiwa dari dinamika intelektualnya. Penulis buku Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas itu menggambarkan betapa kehidupan akademik di Ciputat saat itu dipenuhi dengan energi dan antusiasme. Forum-forum studi menjamur seperti jamur di musim hujan, masing-masing dengan kontribusi berharga dalam mengasah pemikiran dan diskursus.

Meski beberapa forum seperti Indonesian Studies and Advocation Center  (ISAC), Piramida Circle, dan Manba'ul Afkar (MAKAR) mungkin telah pudar dari ingatan, Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI) tetap berdiri kokoh, melanjutkan tradisi tersebut. Dari sinilah muncul gelombang pemikir muda yang tidak hanya memfokuskan diri pada studi keislaman, tetapi juga menjelajah berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, sastra, ilmu politik, filsafat, ekonomi, dan psikologi. Ciputat dengan segala dinamikanya, tetap menjadi ladang subur bagi ide-ide dan pemikiran yang terus berkembang.

"Iklim intelektual di Ciputat tidak hanya datang dari forum-forum studi, tetapi juga dari organisasi massa mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)," jelas Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia itu. Ia melanjutkan, keberadaan organisasi ekstra menghadirkan gelombang kajian keilmuan yang meluas serta memberikan kontribusi signifikan pada dinamika intelektual di kampus.

Setelah runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998, Ciputat menjadi pusat kebangkitan gerakan mahasiswa dengan lahirnya berbagai organisasi pergerakan seperti Forum Kota (FORKOT), Lingkar Studi Aksi Demokrasi Indonesia (LS-ADI), serta Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (FAMRED). Pergerakan ini semakin berwarna dengan bergabungnya organisasi-organisasi massa dan seni seperti HMI, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO), IMM, PMII, Lembaga Dakwah Kampus (LDK), dan Pelajar Islam Indonesia (PII). Bersama-sama, mereka menciptakan iklim pergerakan yang semarak, memadukan kajian keilmuan dengan semangat perubahan yang mendalam.

Neng Dara memberikan pandangan yang tajam tentang kehidupan mahasiswa. Menurutnya, keseimbangan antara keterlibatan akademis dan partisipasi dalam organisasi ekstra kampus adalah kunci keberhasilan. Namun, ia mengingatkan agar mahasiswa tidak terjebak dalam fanatisme organisasi. "Silahkan bergabung dengan organisasi apa pun, tetapi hindari memupuk kebencian terhadap pihak lain," tegasnya.

Lebih jauh, Neng Dara menyarankan agar mahasiswa baru tidak terlalu khawatir tentang masa depan. Ia menekankan bahwa fokus utama seharusnya adalah belajar dengan giat dan membangun jaringan yang luas. "Saya hampir tidak pernah mencari kerja; pekerjaan yang datang menghampiri saya," tutupnya, menegaskan bahwa peluang seringkali muncul sebagai hasil dari usaha dan hubungan yang dibangun selama masa kuliah.

Saksikan live streaming PBAK 2024 UIN Jakarta hari ke-2 pada tayangan YouTube berikut:

https://www.youtube.com/live/Oj3XKKdpQMw?feature=shared 

(Aji Pangestu/Fauziah M./Syarifah Nur K./Foto: M. Fahri Afrizal, Melva Evangelyn, Hermanudin)